Sudut lain Kala

3 0 0
                                    

Semakin dewasa
Semakin banyak yang pergi
Semakin banyak yang datang
Cukup tinggalkan yang pergi
Sambut yang  datang
-Arunika Swastamita Nirmala

---

"lo itu cuman sampah, jangan berharap lebih".

Deg

Deg

Apa maksud dan ucapan Kala ini, mengapa ia mengatakan Arunika sampah dan tidak boleh berharap lebih. Sorot mata Kala tajam, laki laki itu sedang emosi, terlihat dari deruan nafas Kala yang berat. Ia belum sadar jika orang yang berada di depannya Arunika. Ia masih mencekeram tangan Arunika kuat sehingga Arunika meringis kesakitan akibat cengkraman Kala.

"Kala, sakit", Arunika meringis kesakitan saat Kala semakin menguatkan cengkramannya. Ia baru tersadar kembali saat Arunika meringis kesakitan.

"maaf", ujar Kala datar. Kala melepaskan cengkraman tangan Arunika dan kembali mengalihkan pandangan dengan memandang pemandangan lewat balkon.

"lagian siapa suruh masuk ke kamar gue tanpa ketok pintu dulu", Kala enggan melihat Arunika, pandangannya masih lurus ke depan.

"aku udah ketok pintu, tapi kamu gak nyaut, jadinya aku langsung masuk", gadis itu menunduk, ia tahu dirinya salah karena masuk ke kamar Kala tanpa menunggu persetujuan dari pemiliknya.

"mau ngapain?", tanya kala dingin.

"aku cuman mau ngobrol sebentar", sahut Arunika pelan.

"ngomong aja".

"jadi gini, sebelum nikah aku mau minta satu permintaan, aku mau kamu tidak berhubungan lagi dengan Bella. Pernikahan bagi aku tidak main-main dan berlaku sekali seumur hidup", Arunika mengatakannya takut, ia tahu permintaannya tidak akan di setujui oleh Kala.

"gue kan udah pernah bilang, kita urus hidup kita masing-masing", sudah jelas jika Kala menolaknya, ia ingin mengurus hidup masing-masing setelah menikah. Arunika menghembuskan nafas berat mendengar penolakan Kala.

"ya udah kalok emang itu keputusan kamu, kalau begitu setelah menikah jangan pernah mengajak Bella ke apartemen", Arunika sudah tahu tentang permintaan Kala yang ingin tinggal di apartemen setelah menikah,  Arunika setuju dengan permintaan Kala tingal di Apartemen.

"gue gak bisa janji", balas Kala dingin.

"kenapa semua di tolak, padahal aku sebisa mungkin selalu menerima keputusan kamu", Arunika menaikkan suaranya sedikit tinggi, sehingga membuat Kala menoleh ke arahnya. Ia memegang bahu Arunika dan menatap gadis itu lekat.

"gue udah bilang, kita urus hidup masing-masing setelah menikah, lagipula kita menikah karena perjodohan, jadi gue minta jangan berharap lebih dari gue", ia melepaskan tangannya dari bahu Arunika dan kembali menatap lurus ke depan. Arunika hanya bisa diam dan menundukkan kepala, ia tidak bisa berbuat lebih.

"baiklah kalau itu mau kamu, tapi aku berharap kamu berubah fikiran", Arunika melangkah pergi meninggalkan Kala. Ia keluar dari kamar itu dan pamit pulang.

Sedangkan Kala, masih menatap lurus dengan tangan yang kini mengepal keras. Entah ia marah dengan siapa dan karena apa, tidak ada yang tahu jelas kronologinya.

"Kiran!", kini ia berterik lepas menyebutkan nama seorang gadis, entah siapa gadis itu. Kala terlihat frustasi saat menyebut nama gadis itu.

"lo emang sampah Gema", Kala memukul tembok yang berada di sampingnya. Ia melampiaskan amarahnya pada tembok itu, ia terus memukul dan memukul tembok itu tanpa henti sehingga membuat tangannya mengeluarkan darah segar.

Sedangkan Arunika, ia begitu takut melihat amarah Kala yang begitu menyala. Arunika takut mendekat, namun ia tidak bisa melihat laki laki itu seperti ini, apalagi tangannya sudah mengeluarkan darah segar. Arunika kembali karena ingin mengambil handphone miliknya yang tidak sengaja ia taruh di meja belajar Kala saat melihat-lihat kamar laki laki itu tanpa sepengetahuannya.

"stop!Kala!", Arunika berusaha mengehentikan Kala, namun tenaganya tidak cukup kuat untuk menghentikan Kala, malah sebaliknya ia yang tersungkur akibat terkena pukulan Kala.

"Kala cukup!", Arunika meneriaki laki laki itu, ia kembali berdiri dan mendekati Kala. Ia memeluk Kala dari belakang dan mencoba mengehentikn Kala kembali. Pelukan itu terasa hangat bagi Kala, layaknya ia pernah merasakan kehangatan itu sebelumnya. Kala menghentikan aksinya. Terlihat sudut lain dari Kala. Laki laki itu menangis? benar, Kala menitikkan air matanya di pelukan Arunika.

"jangan kayak gini lagi, aku takut liatnya", Arunika berbisik pelan tepat di telinga Kala. Entah dorongan darimana, Kala lagi dan lagi menyebutkan nama gadis itu lagi.

"Kiran, jangan tinggalin aku lagi, aku gak mau kehioangan untuk yang kedua kalinya", Kala tidak menyadari orang yang di hadapannya adalah Arunika, bukan gadis yang ia sebut bernama Kiran itu.

Arunika tidak peduli siapapun gadis itu, yang ia pedulikan saat ini adalah Kala, tangan laki laki itu masih mengeluarkn darah segar. Ia masih memeluk erat Kala, menyalurkan kehangatan untuk laki laki itu. Ia mengambil kotak P3K yang berada di meja Kala dan membawanya ke balkon untuk mengobati luka Kala. Ia mengelap pelan sisa darah yang mengalir di tangan Kala. Arunika dengan telaten mengobati Kala dan membalut lukanya dengan perban.

"jangan sakiti diri sendiri, gak baik", Arunika menatap Kala setelah selesai mengobati laki laki itu. Sedangkan Kala, masih dengan fikirannya sendiri, entah apa yang ia fikirkan sehingga menyakiti dirinya.

"Kala!", ia memnggil Kala kembali, sehingga laki laki itu tersadar dari lamunannya. Ia memperhatikan tangannya yang sudah terbalut dengan perban.

"kok lo bisa ada di sini lagi", ujar Kala dingin.

"tadi handphone aku ketinggalan di meja belajar kamu, jadinya aku balik buat ambil dulu", Arunika menjelaskan mengapa ia bisa kembali lagi.

"makasi udah di obatin", ucap Kala tulus.

Arunika sebenarnya penasaran apa yang terjadi dengan Kala, siapa Kiran dan siapa Gema?. Namun, Arunika tidak punya hak untuk menanyakan itu. Ia tidak ingin memaksa Kala untuk memberitahu dirinya semua masalah pribadi Kala.

"aku emang gak tau masalah kamu, tapi jangan sakiti diri sendiri hanya karena amarah", Kala enggan menjawab Arunika, pandangannya beralih ke arah siku Arunika yang sedikit tergores akibat jatuh saat ingin mengehentikan Kala tadi.

"siku lo luka, jangan perdulikan orang lain sebelum lo peduliin diri sendiri dulu", ia mengambil obat merah dari tangan Arunika dan mulai mengobati luka Arunika.

"maaf, lo jadi luka karena gue", ucapan Kala sangat tulus.

"semakin dewasa, semakin banyak yang menghilang, namun semakin banyak pula yang datang. Cukup tinggalkan yang pergi dan sambut yang baru datang. Itu satu-satunya jalan untuk sembuh dari luka lama. Jangan terus berharap dengan yang sudah pergi tapi taruh harapan pada yang baru datang. Itu sudah fase kehidupan".

"namun, bagaimana jika luka lama itu sangat berharga, bahkan lebih berharga dari yang baru datang", ujar Kala pada Arunika.

"tidak ada luka lama yang berharga, apalagi itu hanya sebuah kenangan lama, hanya membuat amarah saat mengingatnya", balas Arunika pelan.

"tapi luka lama itu teramat berharga buat gue dari apapaun itu, bahakn orang seperti lo yang baru saja datang dan masuk ke kehidupan gue begitu saja", Ucapan Kala dingin, ia kembali menatap lurus ke depan.

"maaf, ucapan gue terlampau keterlaluan", Arunika sadar, tidak seharusnya ia masuk dan ikut campur ke dalam pribadi Kala, ia lebih baik diam saja.

"ya udah, kalau gitu gue pamit", Arunika pamit dan meninggalkan Kala Sendiri, mungkin Kala hanya butuh waktu sendiri saat ini.

"Arunika, makasi", teriak Kala saat arunika hendak keluar dari kamarnya.

----

Jangan lupa tinggalkan jejak
See you next chapter

Jumat, 05/03/21

IridescentWhere stories live. Discover now