"Ikhlas mengajarkan kita untuk tetap menebar kebaikan layak sang bunga yang memberikan keharuman bahkan pada tangan yang merusaknya."
~~~~~~~
"Sepertinya kita memang berjodoh bidadari, selalu dipertemukan dalam keadaan tak terduga." Aku terlonjak kaget dengan suara bariton yang tiba-tiba muncul dari belakangku. Reflek aku membalikkan badan dan tampaklah pria tampan berkemeja hitam, seperti biasa bagian lengannya dia lipat hingga tiga per empat.
Aku menunduk, tersenyum kaku, mataku sibuk mencari keberadaan teman-temanku. Nyatanya mereka tengah asik berpencar, ada yang ke toko abaya, ada yang ke tempat bingkai foto, ada juga yang sedang mencari novel.
Tiga hari sudah aku tidak bertemu dengan lelaki di hadapanku yang jaraknya tidak lebih dari lima meter. Dia tersenyum simpul, lengan kirinya diperban, dahinya masih diplester akibat kejadian beberapa hari yang lalu.
Melihat penampilannya, jantungku bertingkah abnormal. Lesung pipinya sukses menjungkirbalikkan bagian tersudut dadaku, organ tubuh bernamakan hati. Sebetulnya apa rencana Allah mempertemukanku dengannya, apakah mall seluas ini tidak cukup untuk menghindarinya?
"Mari dok, saya pergi dulu, assalamu'alaikum," ucapku berlalu dari hadapannya.
Ternyata bertemu makhluk kasar lebih menyeramkan daripada bertemu makhluk halus. Kakiku tertahan ketika dokter Rafka kembali memanggil namaku membuatku menoleh padanya.
"Mau kemana? Kok buru-buru banget, baru juga ketemu, nggak kangen apa sama saya? Manusia tampan, rajin menabung dan tidak sombong!" Sadar atau tidak, secara terselubung dia telah memuji dirinya sendiri. Banar dia tampan, tingkat percaya dirinya pun patut diacungi jempol.
"Mbak Sya kalau senyum manis, tambah cantik!" serunya tanpa filter, sukses membuat senyumku memudar. Aku menghembuskan nafas pelan, tidak suka dengan rayuan mautnya.
Kentara sekali jika dia seorang playboy, gaya bicaranya yang khas mampu memikat hati para perempuan. Expect me.
Dalam hati aku menggerutu kesal ketika ia tersenyum, tidak tahukah dia kalau aku sedang berusaha untuk tidak terpesona dengan tampangnya yang sok tampan. Ayolah Sya sadar, kamu cuma kagum sama dia, not more please!
"Terimakasih tempo hari sudah menyelamatkan saya dan maaf ... gara-gara saya tangan dokter jadi terluka!" ucapku berharap bisa segera menjauh darinya. Dekat dengannya selalu membuat fokusku hilang separuh.
Mataku menelusuri arah mata angin, berharap teman-temanku mendatangiku, menarikku dari situasi menjengkelkan itu. Aku tidak suka kecanggungan, lebih baik pergi daripada berdua tapi saling diam.
Di mana mereka? Tidak mungkin jika mereka meninggalkanku di gedung sebesar ini sendirian, bisa dipastikan aku akan sulit pulang kalau benar-benar ditinggal.
"Nyari siapa bidadari? Pangeranmu ada di sini!" celetuknya tanpa menyaring perkataannya. Aku mendelik tak terima. Dia bukan pangeranku, pangeranku adalah ayah, only him.
Aku menatap lantai tiga, barangkali mereka mengikuti Naya yang hobi drakoran di bioskop. Aku menghela nafas pelan saat tak menemukan siapapun di sana.
Terlepas dari teman-temanku, otakku berproses keras memikirkan alasan mengapa aku selalu dipertemukan dengan dokter Rafka, entah sengaja atau tidak tapi rencana Allah tak pernah bisa kuprediksi. Alasan yang sulit dideskripsikan, logikaku menolak bertemu dengan dokter Rafka tapi batinku justru tersenyum bisa menemuinya.
"Mbak Sya kenapa?" tanyanya sembari mengibaskan tangannya di depanku. Mataku mengerjap, tersadar dari lamunanku lalu menggeleng.
"Saya baik-baik aja kok dok, cuma ... nggak nyangka aja," lirihku berharap ia tak berpikiran aneh tentangku.
YOU ARE READING
Rasa Dalam Sujudku
Romance(SPIRITUAL - ROMANSA) Kisah gadis cantik yang harus terombang-ambing dalam masalah hati. Ketika sosok yang selalu diidam-idamkan bahkan harapan bersama pun sudah di depan mata, namun semesta memisahkan dengan adanya perjodohan, lantas berakhir denga...
