tangis?

860 7 2
                                    

"Sea lain kali nggak boleh kayak gitu ya" ucap Achilles seraya mendekatkan tubuhnya kearah Sean, Sean hanya mengangguk dan mengelus rambut Achilles, karena pria itu sedang berbaring di pahanya semenjak mereka kembali ke rumah zale, Zale satu-satunya yang memiliki rumah sendiri, mereka semua punya penghasilan masing-masing entah dari orangtua atau darimana saja, tapi diantara mereka Zale yang paling bisa dikatakan kaya, karena apapun yang dia inginkan akan dia dapatkan, karena orangtuanya sangat sayang padanya, dan juga Zale sering memenangkan balap liar yang taruhannya besar-besaran, dan itu sebagian besar bersama Achilles.

"Zale,aku kalo nginep di tempatmu kapan-kapan boleh?" tanya Sean sambil tetap memainkan rambut achilles

Zale yang sedang bermain PS 5 yang menjadi incaran kalangan muda jaman sekarang itu seketika menatap Sean kaget, "of course Sea, everything for you" ucap Zale sambil tetap menatap Sean penuh tanya.

"babe, are you okay?" tanya Varun sambil meletakan semua berkas-berkas yang sedari tadi dia baca keatas meja,

"biasalah" ucap Sean tersenyum

Achilles menatap wajah Sean penuh tanya, wajah gadis itu terlihat muram, tersirat banyak kesedihan disana, dan gadis itu masih bisa berusaha tersenyum? apakah gadis ini benar-benar baik-baik saja?

"Sea, kamu tau kan, kamu nggak sendiri aja disini?" tanya Achilles hati-hati

Sean mengangguk paham, "aku tau itu kok, kan disini ada Achi,Sky,Zale,Varun, jadi enggak mungkin aku sendiri kan?" jawab Sean terkekeh.

"kalo ada masalah kamu boleh cerita Sea, jangan mendem semuanya sendiri, kamu bukan wonder woman, atau catwoman, mereka juga kadang butuh bantuan orang lain" ucap Varun sambil berjalan kearah Sean

"Sea, kamu mau pulang?" tanya Sky tiba-tiba yang sudah siap dengan kunci mobil ditangannya

Sean menatap Sky lalu mengangguk pelan, "iya mau, lagipula ini udah jam 8 malam, kalo makin malam, kalian tau kan tetangga ku gimana?" ucap Sean terkekeh lagi

"biarin aja apa kata orang, yang penting kan kita tau kamu kayak gimana" sela Achilles kesal

Sean menggeleng, "kalian tau aku itu memang sudah cukup untukku, tapi untuk orangtua dan keluargaku kan tidak, mereka selalu mau aku terlihat sempurna, selalu ingin aku mengikuti apapun yang mereka inginkan, dan aku tidak bisa memilih untuk itu" ucap Sean sambil mengenakan sepatunya.

"yasudah, aku pamit ya, makasih buat hari ini, ohia Zale besok aku temenin kamu belanja ya, jangan makan mie instant terus" pamit Sean lalu memasuki mobil Sky.

sepanjang perjalanan hanya ada keheningan, Sky memang tidak suka banyak bicara, tapi untuk kali ini bukan karena dia malas bicara, tapi dia tau Sean tidak sedang baik-baik saja, jadi ada baiknya dia menjaga perkataannya daripada menyakiti hati gadis itu. lagipula seringkali tanpa sadar perkataannya menyakiti hati orang yang mendengarkannya, dan dari pada itu terjadi lebih baik dia menjaga dari pada harus menyakiti.

"Sea, kalo ada apa-apa, hubungi aku" ucap Sky menatap Sean

Sean mengangguk, "iya, makasih Sky tumpangannya, tiati dijalan" ucap Sean sembari melambaikan tangannya pada mobil Sky yang sudah melesat jauh itu.

dengan wajah yang berusaha dibuat baik-baik saja, dan seperti tidak ada beban apapun, Sean masuk kedalam rumahnya, rumah yang menurut sebagian orang adalah tempat berpulang paling aman dan nyaman tapi tidak untuknya, rumah seperti mimpi buruk bukan karena tempatnya tapi karena penghuni didalamnya serta suasanyanya.

"loh masih inget rumah? kenapa nggak jadi perek aja sekalian?" sambut mama Sean dengan nada lembutnya

Sean yang baru saja memasuki rumah hanya diam, dia tidak suka bertengkar atau membuat kegaduhan, apalagi dengan orangtuanya sendiri.

"malam ma.., malam pa..." sapa Sean, lalu menuju ke lantai 2 dimana kamarnya berada

belum juga sampai pada anak tangga pertama, mama Sean sudah menaikan nada suaranya lagi,"udah selesai jual dirinya diluar? hari ini sama siapa lagi?"

papa Sean hanya menatap istrinya tanpa berbicara apapun, "aku hari ini cuman ke rumah Zale doang ma, main sebentar terus pulang" jawab Sean pelan

mama Sean menatap Sean sinis, "oh rumah Zale dihotel? kaya ya temanmu itu, abis main sama Zale di rumahnya, kamu pindah ke hotel? bagus juga ya"

"maa udah dong, itu anak baru pulang udah dimarahin" sela papa Sean

"kenapa? mau belain anakmu yang nggak tau diri itu? yang kerjanya cuman jadi beban orangtua? yang nggak bisa ngapa-ngapain dan nggak membanggakan sama sekali itu?" ucap mama Sean makin menjadi-jadi.

Sean mengepalkan tangannya erat-erat, kukunya menembus kulit tangannya, Sean berusaha menahan airmatanya untuk tidak menetes, dia tidak mau terlihat lemah didepan keluarganya, entah itu mama atau papanya sendiri.

Sean menerima semua cacian dan umpatan mamanya, sepertinya hari ini adalah hari yang berat untuk mamanya, sampai dia melampiaskan semuanya ke Sean.

"anak nggak tau diuntung, anak anjin*" umpat mama Sean penuh kekesalan, Sean hanya menatap mamanya sendu untuk kesekian kalinya.

"masuk ke kamarmu aja nak" ucap papa Sean yang merasa istrinya sudah berlebihan pada anaknya.

selalu berakhir seperti ini, Sean yang dimarahi, papa Sean membela, kemudian mama dan papa Sean bertengkar karenanya, dan selalu terulang setiap kali.

Sean memasuki kamarnya dengan langkah yang memelan, tubuhnya benar-benar Lelah dengan semuanya, keinginan untuk mengakhiri hidupnya semakin meningkat, Lelah dengan semuanya, seakan hidup sudah tidak ada artinya, jika bisa memilih satu permintaan, Sean mungkin akan memilih meninggal secepatnya atau tidak pernah dilahirkan kedunia.

Sean masuk ke kamar mandi, membersihkan dirinya, hari ini begitu melelahkan baginya, setidaknya air hangat dapat memperbaiki moodnya untuk menutup hari ini.

****

pukul 3 pagi, Sean dibangunkan dengan suara ketukan pintu kamarnya yang begitu kencang, dengan keberanian dan nyawa yang belum berkumpul sepenuhnya, Sean membuka pintu kamarnya.

"keluar lo dari rumah ini" bentak mama Sean tiba-tiba

Sean menatap mamanya kaget, "ke-kenapa ma?" tanya Sean dengan terbata-bata

"kalo bisa milih, gue nggak mau punya anak kaya lo!" bentak mamanya lagi

Sean menelan salivanya dalam-dalam, ingin menangis? ingin mengakhiri hidupnya secepatnya, bunuh diri, menyakiti dirinya sendiri, dan masih banyak lagi pemikiran buruk lainnya untuk cepat kembali pada yang maha kuasa.

"ngapain masih bengong, keluar lo" bentak mama Sean lagi

Sean menatap mamanya berusaha meminta maaf atas kesalahan yang pernah dia lakukan secara sadar atau tidak sadar, "ma.. Sean minta maaf" ucap Sean pelan

"nggak usah minta maaf, keluar sekarang, nggak usah bawa apapun dari rumah ini, keluar sekarang!" bentak mama Sean.

dengan berat hati dan air mata yang sudah tidak bisa menahan untuk tidak keluar, Sean mengangguk dan mewujudkan keinginan mama-nya, "kalo dengan kaya gini mama senang, Sean turuti ma, terimakasih untuk semuanya" ucap Sean pelan kemudian melangkahkan kakinya menyusuri tiap anak tangga di rumah itu.

papa Sean? pria itu ada tapi tidak bisa berbuat apa-apa, hanya menatap kepergian anaknya dengan penuh air mata.

kalo suka boleh vote dan comment juga loh

terimakasih:")

Diamond Where stories live. Discover now