Manik mungilnya layu. Sorot matanya tak luput dari dua sosok di hadapannya yang sedari tadi nampak kalut. Menyedihkan sekali. Sesampainya di ruang kesehatan pun ia tak di lirik sedikitpun sampai sekarang. Untuk pertama kalinya sungguh dia merasa iri pada sosok di atas ranjang itu. Pandangannya tak lepas dari sana jika saja sebuah tepukan dipunggung tak menyadarkannya. Kepalanya bergerak menoleh. Mendapati Renjun sudah duduk di sampingnya dengan sebotol air mineral. Pemuda dengan gingsul itu membimbingnya untuk minum.
Sejurus kemudian Renjun berdiri berkacak pinggang di depan Haechan. Memunggunginya. "Yakk!! Lee Jeno!!!" Teriakan tiba-tiba di dalam ruangan berukuran 3x4 meter itu sontak mengejutkan seisinya.
"Kau kekasihnya Haechan kan?! Lihat kekasihmu juga jatuh!!! Kau malah mengkhawatirkan kekasih orang lain? Dasar bodoh!!!!" Remaja manis bermarga Hwang itu menatap nyalang. Ia akan meneruskannya sekali lagi umpatannya, jika saja Haechan tak menarik tangannya untuk berhenti.
"Hei, aku tak apa." Lirih pemuda kecoklatan.
Seolah diingatkan, Lee Jeno otomatis langsung mendekat pada Haechan berjongkok di depannya untuk memastikan keadaan kekasih pura-puranya itu. "Benar kau baik-baik saja?"
Tak ada jawaban. Hanya anggukan. Yang entah bagaimana terlihat memuaskan bagi Jeno sehingga ia kembali mendekati ranjang milik Jaemin yang tengah setengah berbaring dengan bersandar pada kepala ranjang.
"Kau baik-baik saja Haechan?" Tanya Mark. Untuk pertama kali, itu pun dari sebrang sana.
"Eum." Haechan tersenyum, kecil, lemah, menyadari jika mereka bertanya setelah diingatkan Renjun. Kalau saja pemuda yang menjabat sebagai ketua kelasnya itu tidak meledak-ledak tadi, mungkin sampai sekarang ia masih tak terlihat.
"Jaemin, kau baik-baik saja?" Haechan melongokkan kepalanya berusaha melihat Jaemin yang sedikit terhalang Mark.
"Ya." Jawaban Jaemin cukup singkat, dan dingin.
"Syukurlah. Aku..."
Suara Haechan kembali tertelan begitu merasa sesuatu mengalir dari hidungnya. Refleks ia menunduk, menyumpal hidung dan mulutnya dengan sebelah telapak tangan. Perlahan kepalanya mulai terasa pening, hampir saja pandangannya mengabur jika saja tak ada yang menyentak tangannya mengejutkannya.
Mark. Orang yang menyentak tangannya kini menarik kepala belakangnya memaksanya mendongak. Dengan gerakan cepat, sebelum Haechan sempat menyadari, pemuda tampan itu menyumbat hidungnya dengan sapu tangan.
"Haechan!! Kau mimisan?!" Pekik Renjun, ia masih mendengarnya.
Namun berangsur pandangannya menggelap. Tubuhnya semakin jatuh kebelakang. Bersama dengan Mark Lee yang hampir tak sengaja menindih tubuhnya.
Haechan pingsan.
"Lee Haechan!!!" Pekik Mark panik. Mata Haechan terpejam, tangannya masih tertindih kepala, membatasi geraknya. Diangkatnya sapu tangan yang ia gunakan untuk menutup hidung pemuda manis itu. Pekat, darah hampir memenuhi permukaan kain kecil di tangannya.
Tangan Mark bergetar. Di lemparkannya begitu saja kain penuh darah itu. Sekuat tenaga ia menarik tubuh Haechan bangkit, mendudukkannya bersandar di kepala ranjang. Mencegah darah mengalir ke bagian terdalam hidung Haechan, pikirnya. Luar biasa memang kecerdasaan Mark, begitu tubuh Haechan terduduk cairan berwarna pekat nan kental masih mengalir dari sana. Sebagian menetes membasahi seragam bagian depan milik Haechan. Mark mengusap kasar darah yang tak henti mengalir.
"Kenapa tidak berhenti?" Racau Mark kalut. Sejauh ini ia tak bisa memikirkan apapun lagi.
Jeno berdecak kesal. Ditariknya tubuh Mark menjauh, dalam sekali gerakan Haechan sudah berada di belakang punggungnya. "CEPAT AMBIL MOBIL BODOH!!! KAU MAU MEMBIARKANNYA MATI PELAN-PELAN KARENA OTAK LAMBATMU!!!" bentakan Jeno berhasil membuat Mark mendapatkan fokusnya. Sesuai intruksi dari adik tirinya, pemuda setengah kanada itu berlari keluar menuju parkiran dimana mobilnya dan Jeno terparkir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be Love💕 (markhyuck x markchan)
FanfictionDisaat rasa dipaksa menguap oleh realita dan Realita yang memaksanya untuk memendam rasa... "Kurasa sia-sia, karena nyatanya hadirkupun tak dapat menggeser sedikit kuasanya dihatimu" Haechan "Kau berani pergi begitu saja? Setelah mengacaukan hatiku...