Cuplikan BAB 32

1.6K 47 0
                                    

"Maaf soal semalam," ucap wanita itu langsung pada intinya setelah duduk di sofa. Dia tersenyum padaku seolah yang dia lakukan hal yang sangat sepele.

Aku masih terdiam. Menunggu wanita itu meneruskan ucapannya.

"Kamu tahu sendiri, kan? Kalau sejak dulu kami ...." Tina seperti sengaja menggantung ucapannya. "Tapi kamu enggak usah khawatir. Aku enggak akan menjadi penghalang kalian. Aku hanya butuh dia di ... khem, ranjang."

Gila! Benar-benar gila wanita ini. Dia butuh Damar hanya untuk dijadikan teman tidur? Waow.

Ya, aku tahu, hubungan Tina dengan suaminya memang sejak dulu tak baik. Suaminya suka main wanita.

"Jadi selebihnya dia mau sama siapa, it's okey. Dan kamu enggak usah khawatir, aku hanya membutuhkannya sebatas itu," lanjutnya.

"Tak perlu minta maaf," ucapku setelah dia terdiam cukup lama. "Aku bukan siapa-siapanya. Dan aku tak cukup gila untuk masuk dalam kegilaan kalian."

Tina tertawa renyah. Entah apa yang ada di pikiran wanita itu. Aku benar-benar tak habis pikir. Ada manusia seperti mereka.

Mungkin memang benar, lelaki baik-baik untuk wanita baik-baik. Begitu pun sebaliknya. Mengingat hal itu membuatku bergidig ngeri. Tak mau aku selevel dengan manusia-manusia gila seperti mereka.

Namun, jika mengingat Aldi sekarang, rasanya aku tak sepadan untuknya. Lelaki itu kini terlalu baik untuk wanita sepertiku.

"Ya, sudah. Aku hanya ingin menyampaikan itu. Aku tak mau Damar marah padaku karena hubungan kalian berantakan," ucapnya sambil beranjak dari sofa.

"Ya, kamu tenang saja. Aku enggak menyalahkan siapa-siapa," jawabku.

"Okey." Wanita itu melangkah keluar dari butik dengan anggun. Seluruh dunia pasti tak menyangka, jika wanita yang kelihatannya baik-baik dan berkelas seperti dia memiliki kehidupan seperti itu.

Seperginya Tina dari butik, aku memilih menyendiri di lantai dua. Terbayang-bayang sikap dingin Aldi pagi ini. Terngiang suara Aldi saat melantunkan azan subuh tadi.

Aku merasa rendah diri mengingat apa yang sudah aku lakukan di belakangnya. Tak seharusnya aku menjalin hubungan dengan lelaki lain. Bagaimanapun kondisi rumah tanggaku.

Bukankah semua manusia memang memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing? Mau dengan siapapun aku menikah, pasti akan ada hal yang tidak aku sukai dari pasanganku. Karena tak ada manusia yang sempurna.

"Dona!" Aku tersentak saat seseorang memanggil namaku. Sejurus kemudian aku menoleh ke sumber suara. Lelaki yang semalam menghancurkan kepercayaanku berjalan mendekat.

"Ada apa lagi?" ketusku.

"Dona, aku minta maaf. Tolong beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya!" pintanya.

Kini lelaki yang masih berstatus suami Karina ini berdiri tepat di depanku. Membuatku mundur selangkah agar ada sedikit jarak di antara kami.

"Semua sudah jelas, Dam. Kamu enggak perlu minta maaf," ucapku datar. "Apa yang terjadi di antara kalian, bukan urusanku."

"Don, tolong jangan seperti ini. Percaya sama aku, Don! Please!" Damar berusaha meraih jemariku, tetapi aku menghindar.

"Damar, cukup! Tolong, pergi dari sini! Aku ingin istirahat," pintaku.

"Enggak, Don. Enggak. Aku enggak akan pergi sebelum kamu maafin aku." Damar kembali maju satu langkah. Membuatku sedikit takut. Aku takut lelaki ini nekat dan berbuat yang tidak-tidak padaku.

"Aku sudah maafin kamu, Dam. Tolong sekarang kamu pergi!" pintaku. Sekarang bahkan aku sudah tidak bisa mundur lagi. Karena persis di belakangku ada meja yang bahkan sudah mentok menempel di tembok.

"Aku cinta sama kamu, Dona. Aku enggak bisa kalau kamu seperti ini padaku. Percaya sama aku, Don, aku cuma cinta sama kamu." Damar benar-benar tak menyisakan jarak di antara kami. Membuatku semakin takut. Kutahan dadanya yang hendak menghimpitku dengan kedua tangan.

"Damar, tolong jangan seperti ini! Kamu membuatku takut," cicitku ketakutan. Apalagi saat melihat sorot mata Damar yang tak seperti biasa. Nyaliku benar-benar menciut.

"Selama ini aku sudah cukup sabar untuk tak menyentuhmu, Don. Tapi aku enggak bisa kalau akhirnya kamu kembali pada pengecut itu dan ninggalin aku," ucapnya lirih tapi penuh penekanan.

"Damar, tolong jangan begini!" Kini tubuhku benar-benar gemetar ketakutan. Bahkan kedua tanganku sudah dicekal Damar sangat erat. "Dam, lepasin!" rengekku sambil berusaha menarik tanganku dari cekalan Damar.

"Kenapa? Bukannya kamu bilang cinta sama aku? Heh?" Wajah Damar kini semakin dekat. Sebisa mungkin aku membuang muka untuk menghindarinya. "Ayo, Dona! Ayo, buktikan kalau kamu benar-benar cinta sama aku!"

"Kamu gila, Dam! Aku bisa teriak kalau kamu macam-macam!" ancamku berharap dia menghentikan kegilaannya.

"Kamu sangat menggemaskan, Don. Aku semakin cinta sama kamu. Kamu juga cinta sama aku, kan?" tanyanya sambil menyeringai mengerikan.

"Lepas, Dam! Kamu gila!" bentakku.

"Ya, aku memang gila, Don. Aku memang gila karena kamu." Damar terkekeh mengerikan.

"Lepas, Dam!" Sekuat tenaga kutarik kedua tanganku dari cekalan Damar yang sangat erat. "Lepas, Dam. Sakit!"

"Lepas, brengs*k!" Aku tercengang saat tiba-tiba terdengar teriakan dan seketika Damar ambruk ke samping karena sebuah pukulan.

Selengkapnya ada di KBM App dan Joylada ya say..
Yuk langsung baca di sana.
Jangan lupa subkreb yaa..😊😊😊

SUAMIMU CANDU UNTUKKUWhere stories live. Discover now