32. Cita dan Cinta

16.3K 1.4K 37
                                    

Let's get married

Let's get married

Suara Banyu saat mengucapkan itu masih menggema di kuping Selina. Gara-gara itu, kewarasan Selina sudah tinggal setitik.

Untung saja, setelah malam itu ia dan Banyu jadi jarang bertemu akibat kesibukan masing-masing. Selina malah liputan keluar kota selama seminggu. Pulangnya, giliran Banyu yang pergi dua minggu untuk menjadi pendamping beberapa mahasiswa mengikuti konferensi internasional di Swiss.

Secara total, tiga minggu sudah Selina dan Banyu tidak bertemu.

Malam ini sepulang kerja, gadis itu segera bersiap. Ia mandi dan sedikit berdandan karena Banyu meminta Selina menjemputnya di bandara.

Rasanya seperti deja vu. Waktu itu ia pernah menjemput Banyu dan malah nyasar karena Selina tidak tahu arah.

Tenang, sekarang berbeda. Gadis itu sudah jauh lebih lancar menyetir. Ia juga hafal jalan-jalan ibu kota karena sering liputan ke tempat-tempat tersembunyi.

"Wangi bener," celetuk Juna, bungsu di keluarga Selina yang sedang asik nonton drama korea di tv ruang keluarga.

"Wangi dong kan habis mandi," tanggap gadis itu. Ia menuju dapur untuk mengisi botol minum. Lalu mengambil dua bungkus cemilan kentang sebagai bekalnya di jalan nanti.

"Mandi parfum," gumam Juna yang sudah dimaklumi kejulitannya. "Mau kemana lo?"

"Kencan," jawab Selina asal.

"Sama siapa? Bukannya lo jomblo, Kak?"

"Emang kalo jomblo nggak boleh kencan?"

Juna mengedikkan bahu. Pemuda itu kembali fokus pada layar kaca di depannya.

Sementara Selina mengambil kunci mobil dan segera meluncur ke bandara.

Kali ini, ia tidak berangkat dari sore. Malah cukup malam. Sebab Selina sudah mahir membawa mobil, jadi santai saja.

Gadis itu menyalakan radio dalam mobilnya dan mulai menyetir dengan kecepatan sedang. Rasanya tidak sabar untuk segera bertemu Banyu. Ia sangat rindu pada sahabat atau apalah status mereka sekarang.

Lewat jam sembilan malam, Selina sudah tiba. Ia menunggu di depan pintu kedatangan luar negri. Gadis itu jadi ingat lagi dengan peristiwa beberapa tahun lalu, saat menjemput Banyu di tempat yang sama.

Waktu berjalan begitu cepat memang. Hingga monitor di depan pintu kedatangan menunjukkan pemberitahuan tanda pesawat yang ditumpangi Banyu telah mendarat.

Deg

Deg

Deg

Jantung gadis itu berdebar semakin keras. Ia bingung bagaimana cara menghadapi sahabatnya.

Haruskah melambaikan tangan sambil tersenyum cerah?

Atau mungkin berjabat tangan? Ah... terlalu kaku.

Bagaimana kalau memeluknya? Seingat Selina, ia memeluk Banyu waktu itu. Tapi, bagaimana kalau Banyu malah menghindar?

Pikiran Selina benar-benar kacau hanya karena harus menyapa bagaimana. Menyebalkan sekali.

Sambil berdiri di balik pagar besi pembatas, gadis itu terus memikirkan cara paling baik menghadapi Banyu setelah malam itu.

Arus penumpang yang keluar dari terminal kedatangan semakin ramai. Dari jauh Selina bisa melihat tubuh menjulang Banyu yang tampak bicara santai dan serius dengan seorang mahasiswanya.

Misi Selina (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang