9. Kangen

3.8K 806 163
                                    

Runa menyadari, ada yang berubah dalam rumah tangganya. Meski semua baik-baik saja dan tidak ada masalah apapun, tapi Runa merasa ada yang hilang. Ada yang kurang.

Padahal kalau dipikir-pikir, apa yang kurang dalam rumah tangganya? Meski bicaranya lugas dan kurang peka, tapi suaminya baik, setia, bertanggung jawab, sayang keluarga, dengan pekerjaan yang mapan dan penghasilan lebih dari cukup. Meski susah disuruh makan, banyak tanya dan (terutama Risyad) susah diajak fokus belajar, tapi kedua anak Runa tumbuh sehat, santun dan dengan prestasi sekolah yang baik. Rumahnya tidak terlalu besar, tapi cicilannya sudah lunas. Meski bukan yang mewah, mereka bahkan bisa membeli dua buah mobil untuk keperluan keluarga sehari-hari. Dari semua itu, apalagi yang bisa diminta Runa? Kalau sekarang ia merasa ada yang kurang, bukankah itu artinya dirinya yang kurang bersyukur? Apakah itu berarti ia kurang beriman?

Kenapa akhir-akhir ini ia terus menginginkan hal-hal yang sebelumnya bukan keinginannya? Kenapa ia ingin diperhatikan suaminya, padahal ia sudah memahami kesibukan pria itu? Kenapa ia ingin diapresiasi, padahal selama ini ia tidak butuh pengakuan apapun? Kenapa ia kini butuh pengakuan, padahal ia tidak harus membuktikan apapun? Apakah dirinya sudah berubah menjadi orang yang tidak ikhlas melakukan hal-hal demi keluarga?

Kenapa ia berubah jadi orang yang seperti kurang kasih sayang dan kurang bersyukur?

Kurang kasih sayang?

Kapan terakhir kali dirinya kencan dengan suaminya? Kapan terakhir kali mereka berhubungan suami-istri yang bukan rutinitas? Kapan terakhir kali mereka saling memanggil mesra satu sama lain?

Runa tidak bisa benar-benar mengingatnya.

Saat tidak praktik di akhir pekan, Raka memang senang mengajak Runa jalan-jalan ke mall. Tapi anak-anak tentu saja tidak mungkin ditinggal di rumah kan?

Mereka rutin berhubungan suami-istri. Mereka juga saling memanggil "sayang" saat hanya berdua dan hanya memanggil "ayah-bunda" di depan anak-anak. Tujuannya untuk menjaga kemesraan. Tapi kini kegiatan itu dan panggilan itu lebih terasa sebagai rutinitas dan formalitas saja.

Apakah rumah tangganya sudah memasuki fase membosankan? Ketika segala hal terasa terlalu rutin dan terlalu biasa?

* * *

"Daster baru ya?" tanya Raka ketika merebahkan diri di ranjang.

Runa yang tadi sedang nonton drama Korea di ponselnya sambil menunggu suaminya selesai mandi, kini langsung meletakkan ponselnya di nakas dan ikut rebah di samping suaminya.

"Biasa lah, ada ibunya temennya Rumaisha yang jualan gamis dan daster," jawab Runa sambil memiringkan tubuh hingga kini ia tidur berhadapan dengan suaminya. "Nggak enak kalo nggak beli, jadi aku ambil 1 deh. Lagian ini dasternya lucu. Mas suka nggak?"

"Lucu? Masa sih? Kok aku nggak ketawa ya?"

Runa memutar bola mata, sebal. Sementara Raka tertawa karena berhasil membuat istrinya kesal.

"Perempuan tuh aneh ya. Semua yang bagus malah dibilang lucu. Padahal nggak bikin ketawa. Ini tuh dasternya cantik, bukan lucu. Yang lucu tuh Tukul."

Runa mencebik.

"Tapi ini dasternya nggak terlalu terbuka ya?" tanya Raka. Jemarinya membelai lengan terbuka Runa dengan perlahan. Dan gerakan halus itu sukses membuat Runa merinding. "Kamu nggak pakai ini di depan anak-anak kan Yang?"

"Nggak lah. Kan aku beli ini khusus buat kamu. Jadi cuma dipakai di depan Mas aja."

"Aw, aw, aw!" goda Raka.

Runa memukul dada suaminya pelan sambil tersenyum dengan wajah malu.

"Mas suka aku pakai daster kayak gini?"

WAKTU YANG SALAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang