29. Menyerah

6.7K 1.1K 230
                                    

Seharian itu benar-benar melelahkan. Mereka memulai hari bahkan sebelum langit terang. Segera setelah sholat Subuh, mereka sekeluarga berangkat ke gedung pernikahan Anin dan Juna agar dapat ikut dirias bersama dengan mempelai. Setelah acara resepsi selesai, mereka lanjut mengantarkan orangtua Raka ke Bandara karena langsung kembali ke Solo. Selepas Maghrib, mereka sekeluarga baru tiba ke rumah.

Setelah mandi, mereka sekeluarga makan malam bersama. Malam itu mereka makan malam tanpa saling mengobrol. Anak-anak tampak sudah kelelahan sehingga mereka ingin segera menghabiskan makanannya lalu tidur. Maka begitu selesai makan malam, anak-anak segera masuk ke kamarnya. Begitupun dengan Runa yang biasa menemani anak-anak sebelum tidur.

Raka kembali ke kamarnya sendirian, sholat Isya, kemudian menunggu Runa datang. Ada yang perlu dibicarakannya dengan istrinya itu. Sejak tadi dia sudah menahan diri karena ada ibunya Runa dan orangtuanya, sehingga tidak leluasa baginya untuk bicara dengan Runa.

Tapi setelah sekian lama Raka menunggu, ternyata istrinya itu tidak juga masuk ke kamar. Hingga akhirnya Raka yang kelelahan tertidur tanpa sempat bertemu dan bicara lagi dengan istrinya malam itu.

Ia bangun keesokan paginya dan mendapati bagian seprai di tempat Runa tidur masih rapi. Itu berarti semalam istrinya tidak tidur di kamar mereka. Bingung dan masih sedikit mengantuk, akhirnya Raka segera keluar kamar begitu bangkit dari tempat tidur.

Ia segera menuju kamar anak-anak karena menduga Runa semalam ketiduran di kamar anak saat menidurkan Risyad dan Rumaisha. Tapi ketika melewati dapur, ia melihat Runa sedang menyiapkan sarapan. Jadi dia mengurungkan niat untuk pergi ke kamar anak-anak.

"Semalam kamu ketiduran di kamar anak-anak?" tanya Raka, menghampiri istrinya yang sedang mengaduk sup di panci.

Runa mengangkat wajahnya sesaat ketika melihat Raka memasuki dapur. Tapi hanya sesaat, kemudian ia sibuk lagi dengan masakannya.

"Iya," jawab Runa singkat.

"Aku nungguin kamu tadi malam."

Raka pikir kalimatnya barusan akan memancing respon Runa, tapi ternyata perempuan itu diam saja.

"Ada yang mau aku omongin sama kamu," kata Raka kemudian.

"Sama. Aku juga mau ngomong sesuatu," jawab Runa datar. "Sholat subuh dulu sana."

Raka mengagumi kecermatan istrinya. Setelah 10 tahun menikah, Runa bahkan tahu apakah suaminya sudah sholat atau belum hanya dengan lirikan sekilas.

Ketika sudah selesai sholat subuh, saat membalikkan badan dan melipat sajadahnya, Raka sudah menemukan istrinya duduk di tepi tempat tidur sambil melipat beberapa pakaian.

"Kamu ngapain?" tanya Raka sambil meletakkan sajadahnya. Ia kemudian melangkah mendekat dan duduk di tepi tempat tidur juga, tidak jauh dari tempat Runa duduk.

"Sarapan udah siap," kata Runa memberi tahu. "Aku mau nginep di rumah Mama. Anin pergi bulan madu, Mama sendirian di rumah, jadi aku nemenin Mama."

Mata Raka membulat kaget. "Kamu nggak bilang bahwa kamu mau nginep di rumah Mama."

"Aku sudah bilang. Sebulan lalu. Kamu mungkin nggak pernah memperhatikan aku ngomong," jawab Runa datar, masih sambil melipat pakaian yang akan dibawanya.

Raka mengernyit. Sekarang ia baru ingat bahwa sekitar sebulan lalu Runa memang pernah meminta ijin untuk menginap di rumah ibunya selama Anin berbulan madu, agar ibunya tidak sendirian.

"Tapi waktu itu aku belum ngasih ijin," kata Raka.

"Aku akan tetap pergi. Dengan atau tanpa ijin kamu. Aku perlu pergi."

WAKTU YANG SALAHOnde histórias criam vida. Descubra agora