EPILOG

18 9 21
                                    

Aku—Alfa berada di dalam sebuah ruangan yang sangat terang. Cahaya yang berada di mana-mana. Berwarna putih cerah, tak ada noda sedikit pun.

Aku ada di mana? Apakah aku -
Oh tidak. Aku harus bangun dari mimpiku.

Ayo Alfa, bangun!

Seketika mata Alfa terbuka dengan lebar. Melihat keadaan sekelilingnya yang sangat gelap.

Apa ini? Aku berada di mana? Kenapa tadi berwarna putih, dan sekarang gelap.

Apakah Alfa telah tiada? Oh tidak-tidak! Alfa gak mau!

Segeralah ia bangun dari pembaringannya, dan merangkak ke arah yang tak tertentu. Hingga beberapa meter dari tempat awalnya, ia berjalan dan menyentuh sebuah pilar yang sangat besar.

Merangkak kan tangannya ke pilar, dan menemukan tombol. Alfa sangat ingin tahu, tombol apakah ini? Kenapa bisa berada di pilar yang sangat besar ini.

Clek

Memncet tombol. Seluruh lampu menyala, menerangi semua ruangan yang ia tempati.

Ia terjatuh tersungkur karena cahaya yang membuat matanya silau seketika. Kedua tangannya yang ia pakai sebagai tumpuan melindungi tubuhnya sedikit lecet terbentur sama keramik.

Meringis kesakitan ia lah hal yang pertama ia lakukan saat terjatuh. Padahal dia adalah anak laki!

Berusaha meredakan sakit yang ia rasakan. Alfa meniup-niup tangannya dengan kedua tangannya.

Setelah merasakan sakit di tangannya sudah mulai meredam. Ia membangunkan tubuhnya dari lantai dengan menyanggakan tangan ke tembok berwarna putih cerah.

Terbangun dari duduknya. Melihat sekeliling ruangan yang ia tak pernah kunjungi. Kenapa dia ada di sini? Siapa yang membawanya.

Di sebelah sana, ada sebuah tempat tidur dan sepasang jendela yang langsung mengarah keluar.

Berjalan dengan perlahan-lahan. Melihat seluruh isi ruangan ini. Seperti kamar biasa, tapi ini sangat luas. Sebenarnya ini ruangan apa?

Melanjutkan langkahnya. Memasuki lorong yang sedikit sempit, mungkin sekitar sepuluh centi meter dari lengan samping kiri kanan Alfa.

Hingga ia mencapai ujungnya yang tak ada apa-apa, hanya kaca yang ia temukan.

Saat akan keluar dari lorong, seketika lorong nya menjadi kecil. Yang tadinya sepuluh centi meter, menjadi kecil. Mungkin sekitar lima centi meter.

Alfa bergegas berbalik, tapi sayang. Badannya yang sedikit besar, tak muat untuk ia berbalik dalam lorong yang sangat kecil seperti itu. Alhasil ia harus berjalan mundur, sebelum lorong nya semakin mengecil.

Berjalan mundur perlahan. Melihat sedikit-sedikit dari kaca, agar tak terlangga. Saat mengarahkan arah pandangan matanya kembali ke depan. Ia melihat sebuah pisau, yang sedang berusaha menutup sela-sela kaca yang ia lewati. Pisau itu semakin mendekat untuk menutup sela-sela.

Langkah kakinya semakin kencang. Nyaris! Pisau itu hampir saja memotong wajah Alfa. Untung saja ada seseorang yang menariknya cepat keluar dari lorong yang sangat sempit dan juga seram.

Melihat sekeliling dengan keringat yang deras berjatuhan dari wajahnya. Mencari keberadaan seseorang yang tadi menariknya saat berada di dalam lorong.

Jendela langsung tertutup dengan sangat kencang. Arah mata pandangan Alfa menatap jendela, melihat seseorang yang baru saja keluar.

Bergegas berdiri dan pergi melihat ke jendela. Siapakah tadi yang menolong Alfa?

Sesampainya di jendela. Ada teras kecil. Di pagar teras, ada tali berwarna biru yang menjulur ke bawa.

Mysterious Time RotationWhere stories live. Discover now