Pengkhianatan

668 105 7
                                    

"Bagaimana bisa kamu bertemu lelaki itu?" Irene meneguk ludahnya, sedikit tidak mendengarkan ucapan Mama-nya karena matanya terus terarah pada ruang kerja Papa-nya yang kini tertutup rapat dengan Mino dan Papa-nya hanya berdua di sana. "Apa tidak ada lelaki lain yang bisa kamu cintai? Mengapa harus dia?"

Wajah kesal bercampur khawatir Mama-nya menarik atensi Irene kini, sebenarnya apa yang terjadi sekarang dan semua ekspresi yang diberikan oleh kedua Orangtuanya sungguh aneh. Seharusnya Mama dan Papa-nya senang ada orang dengan latar belakang seperti Mino bersanding dengan dirinya, karena hal itu juga yang membuat Irene dan Jaehyun berakhir di perjodohan--hanya untuk bisnis semata.

"Mama terlihat seperti mengenal Mino." Ucapan itu keluar begitu saja dari mulut Irene.

Mama-nya terlihat gelisah di depannya dan itu membuat Irene yakin bahwa ada sesuatu kini, sebenarnya siapa Keluarga Mino sehingga Orangtua-nya seterkejut ini.

"Tentu saja tidak."

Irene membuka ponselnya dan mencari Keluarga Abraham, banyak sekali artikel yang keluar. Irene membaca salah satu judul yang menarik perhatiannya 'Pembunuhan massal yang belum terungkap mengenai Keluarga Abraham, salah satu Keluarga terkaya di Indonesia.'

Irene meremas sofa yang sedang di duduki-nya, setelah membaca hingga akhir ia akhirnya mengerti mengapa Mino mengajaknya ke rumah menyeramkan yang mereka kunjungi waktu itu.

"Pembunuhan massal." Monolog Irene, tapi tentu saja suara-nya terdengar jelas oleh Mama-nya yang duduk di depannya.

"Irene kamu baca apa?" Ponsel yang tadi di tangan Irene di rebut paksa begitu saja oleh Mama-nya. "Jangan baca hal seperti ini lagi."

Irene menatap Mama-nya dengan pandangan bertanya, "Mama tahu akan semua ini?"

"Sudah Mama bilang kamu tidak perlu mengetahui hal seperti ini!"

"Aku harus tahu karena ini menyangkut keluarga orang yang aku sayangi." Tanpa sadar suara Irene mulai meninggi dan itu membuat Mama-nya menatapnya tidak percaya, sejak kapan anaknya berani meninggikan suaranya di depan dirinya.

"Irene, berani kamu sekarang seperti ini pada Mama?!"

Irene mendecak di tempatnya, "Jika Mama tidak mau beritahu, biarkan aku mencari tahu semuanya sendiri. Berikan ponsel Irene."

Irene mengulurkan tangannya, meminta kembali ponsel putih miliknya dengan wajah yang sudah tidak bisa diajak untuk berkompromi lagi.

"Tidak, ponsel kamu akan Mama sita."

"Mama!"

"Ini sebabnya kamu tidak boleh terlalu dekat dengan adik kamu." Irene menatap tidak percaya pada Mama-nya, mengapa membawa Jisoo ke-dalan permasalahan ini. "Kamu jadi terus-menerus membantah perkataan Mama."

"Mama ini tidak ada hubungannya dengan Jisoo." Marah Irene.

"Tentu saja ada, lihat saja dirimu sekarang. Mulai kurang ajar pada Orangtua." Irene memijat pelipis-nya, tidak ada gunanya bicara dengan Mama-nya. Semuanya akan lebih rumit, lebih baik Irene menanyai Mino saat Mino sudah selesai bicara dengan Papa-nya nanti.

***

"Kamu benar-benar cucu dari Abraham Wijaya?" Mino menyeruput teh miliknya sedikit, sedikit mengulur waktu dan menikmati ketegangan lelaki di depannya.

Mino bisa melihat dengan jelas bahwa lelaki di depannya ini tengah gugup, terbukti dengan jari-jarinya yang terus mengetuk-ngetuk meja, juga keringat yang mencuat keluar dari pelipis lelaki paruh baya di depannya ini.

Different (18+)Where stories live. Discover now