20 | Kenangan Indah untuk Melupakan

339 303 19
                                    

Selepas technical meeting mengenai LDKS yang akan dilaksanakan hari Jumat mendatang, Genari duduk di halte depan sekolah, ia mengambil headset dari saku tasnya dan mencolokan pada lubang di bawah ponselnya. Genari memutuskan untuk video call dengan ibunya, ia rindu.

"Eh, Kak Izz," sapa Genari ketika layar ponselnya menampilkan sosok pria tampan yang tahun lalu datang ke acara perpisahan sekolahnya. Sudah menjadi hal biasa ketika ia menelepon ibunya dan dijawab oleh Izz.

"Hai, Genari. Baru pulang sekolah?" tanya Izz yang mulai fasih berbahasa Indonesia karena sering bervideo call dengan Genari. Tak jarang mereka saling mengajarkan bahasa negara mereka satu sama lain.

Genari mengangguk. "Ibu masih kerja, ya?"

"Lagi cuci piring." Izz mengarahkan kamera ponsel ke Olla yang hanya terlihat dari belakang.

"Oh, ya udah nanti malam aku telepon lagi. Aku tutup—"

"Jangan dulu ditutup!" Suara Izz membuat Genari batal mengakhiri panggilan video itu.

Genari mengernyit. "Kenapa?"

"Aku akan sekolah di Indonesia, Genari."

"Serius? Kak Izz pindah sekolah?"

Izz menggeleng. "Aku keterima di Universitas Indonesia."

Rahang Genari jatuh, kagum. Izz berumur dua tahun lebih tua dari Genari, jika menurut sistem sekolah di Indonesia, Izz sekarang kelas dua belas semester akhir.

"SELAMAT KAK IZZ!" Genari berseru senang, lupa jika dirinya ada di halte sekolah.

Izz tertawa. "Terima kasih."

Fokus Genari teralihkan saat melihat mobil Honda Brio hitam berhenti di depan halte. Sosok laki-laki tinggi keluar dari mobil dengan seragam putih yang dikeluarkan dari celana. Setengah dari wajah laki-laki itu diterpa cahaya matahari sore, hingga mata hitamnya terlihat berwarna cokelat terang. Rambut hitamnya berantakan tertiup angin, tak sama sekali mengurangi ketampanannya.

Genari kagum untuk kedua kalinya. Pipinya memanas, ia akhirnya tersenyum malu kepada Adit yang tersenyum kepadanya sambil berjalan mendekati di halte.

"Kak Izz, aku tutup dulu, ya!" Genari langsung mengakhiri panggilan video itu.

"Lagi nunggu siapa?" tanya Adit, senyum laki-laki itu membuat hati Genari berdebar.

Genari menggeleng kaku. "E-enggak nunggu siapa-siapa, kok."

"Sibuk nggak sore ini?"

"Enggak terlalu, paling nanti mau beli snack sama air botol buat LDKS."

Senyum Adit semakin tinggi. "Sekarang aja, saya antar. Sekalian ada yang mau saya omongin."

"Eh? Mau ngomong apa?"

Adit berlari kecil, lalu membuka pintu mobilnya untuk Genari. "Ngobrolnya bisa di mobil aja?"

Genari diam sebentar, ragu dan bertanya-tanya Adit akan membawanya pergi kemana. Namun, melihat padatnya kendaraan karena mobil Adit yang berhenti di sisi jalan membuat Genari pada akhirnya masuk ke mobil.

"Kita mau kemana, Kak?" tanya Genari.

"Minimarket, beli kebutuhan LDKS kamu dulu," jawab Adit.

Tak lama mobil Adit berhenti di minimarket. Genari membuka catatan kecil yang tadi ia tulisi daftar belanjaan untuk LDKS.

"Eh?" Genari langsung menoleh ke Adit saat laki-laki itu menyodorkan kartu kredit ke petugas kasir, menyanggah tangan Genari yang menyerahkan beberapa lembar uang.

Berpijak RasaWhere stories live. Discover now