Chapter [14]

494 62 0
                                    

Mau nepatin janji buat doublle up.
Enjoy guys, seperti biasa.
Vote nya jangan lupa.
Luv you❤️

.
.
.
.
.

Denta melangkah gontai menuju rumah besar milik sahabatnya. Tanpa mengetuk pintu, ia melangkah masuk tanpa canggung sedikitpun karena bertamu sesuka hati. Rumah sebesar ini terasa sangat sepi, tak ada tanda-tanda ada orang di sini. Namun, baginya yang sudah sering keluar masuk, keadaan seperti ini sudah biasa. Rumah yang megah, tapi minim penghuni. Kurang lebih sama seperti rumahnya.

Tujuannya bukan langsung menghampiri sang sahabat. Denta berinisiatif ke dapur untuk membuatkan Nino makanan. Feeling nya, Nino pasti belum makan sejak kemarin terakhir dirinya berkunjung. Kebiasaan buruk Nino yang sangat dirinya benci adalah suka menyiksa dirinya sendiri disaat hatinya sedang tidak baik-baik saja. Mengingat itu, satu nama terlintas dipikirannya. Satu nama yang membuat ia badmood seharian ini.

“Ck, gue yakin Dante sama Papah pasti ada yang nggak beres,” dengusnya sambil tangannya sibuk membuatkan makanan. Tangannya sibuk memilah-milah bahan makanan yang berada didalam kulkas Nino. Isinya banyak yang tak bisa dirinya masak. Menyerah dengan isi kulkas, ia beralih pada lemari kecil di samping kulkas. Ada mie dan bubur instan di sana. Memilih yang simpel ia mengambil sebungkus bubur instan. Ia malas memasak makanan yang lain. Moodnya hari ini sedang tidak baik.

Sambil menunggu air mendidih, Denta menuangkan bubur instan itu pada mangkuk. Mencampurkan juga bumbunya. Sebenarnya malas sekali ia masak seperti ini. Tapi, demi kelangsungan hidup Nino, ia rela membuang tenaga untuk semangkuk bubur. Hanya pada Nino ia bisa merepotkan diri sendiri seperti ini. Kakak kembarnya saja tak pernah ia perlakukan dengan baik. Dan jangan bandingkan Dante dengan Nino. Keduanya berbeda sangat jauh dari segi manapun.

Setelah hampir setengah jam Denta berkutat di dapur akhirnya semangkuk bubur dan segelas susu hangat bisa ia hidangkan. Kakinya berjalan dengan hati-hati menuju kamar Nino yang selalu tertutup. karena tak ingin susu ditangannya tumpah, ia menendang pintu kamar Nino hingga terbuka karena pintunya tidak benar-benar terkunci. Lagi-lagi seenaknya sendiri.

“Ini, Nyet. Makan! Gue jauh-jauh ke sini cuma mau mastiin lo masih hidup atau enggak. Hargai kedatangan gue seenggaknya.” Meletakkan begitu saja bubur dan segelas susu hasil eksperimennya di meja dekat Nino yang hanya memandang Denta sayu.

Terdengar hembusan nafas berat dari Nino. Denta melihatnya. Tangan Nino yang memijat keningnya sendiripun tak luput dari penglihatan Denta. Temannya itu terlihat tak sehat. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

“Lo jangan sering-sering ke sini, Den.”

Denta yang tengah sibuk dengan pikirannya mendongak. Menatap Nino yang memalingkan wajahnya.

“Lo nggak harus ngurus anak nakal pembuat onar kayak gue. Gue udah terbiasa sendiri,” lanjutnya semakin lirih.

Denta tertawa sinis, bingung dengan jalan pikiran Nino yang seperti orang frustasi. Ya memang kenyataannya seperti itu. Ia merebahkan tubuhnya pada kasur king size milik Nino. Memilih diam daripada menjawab ucapan Nino. Bagaimanapun juga, Nino itu selalu datang saat dibutuhkannya, selalu mengerti posisinya dan satu satunya sahabat yang dimilikinya. Orang brengsek mana yang meninggalkan sahabatnya saat terpuruk. Dan pastinya bukan dirinya. Ia tahu balas budi.

“Asal lo tahu, gue nggak sebrengsek itu,” jawabnya acuh.

Nino itu baik, baik sekali malah. Hanya, waktunya saja yang kadang merubah Nino menjadi bukan Nino. Terkadang, Denta ingin mengumpat pada orang yang merubah Nino menjadi seperti ini. Denta tahu siapa itu, orang tua brengsek lah yang melakukannya. Orang tua bejat Nino pelakunya.

Nanteta«HIATUS»Where stories live. Discover now