Chapter [18]

502 58 0
                                    

Aku harap kalian nggak lupa sama vote nya.
Enjoy, guys!
Happy reading semuanya.
☘️☘️☘️

Rabu pagi ditempat yang tak diharapkan banyak orang. Awal yang buruk untuk memulai hari. Hanya akan berakhir buruk karena suasana yang kurang mendukung hati.

Denta mengerjabkan matanya karena silau dari sinar matahari pagi yang menembus dari jendela kamar rawatnya. Dahinya mengernyit heran saat gorden jendela sudah terbuka lebar. Siapa yang membukanya? Kepalanya menengok kesamping melihat Dante yang masih betah terpejam. Bukan Dante bukan pula dirinya. Lalu siapa?

Hampir lima menit ia masih bertahan dengan pikirannya, sampai pintu kamar mandi yang terbuka menjawab segala kebingungannya.

Seorang perempuan dengan senyum cerah berdiri diambang pintu kamar mandi. Memandangnya ramah yang nyatanya dirinya tak kenal siapa perempuan itu.

"Sudah bangun, Mas? Maaf gordennya tadi saya buka biar kamarnya nggak gelap," ucap perempuan itu pelan.

"Nggak masalah." Denta menjawab singkat. Matanya memindai awas, waspada jika perempuan itu orang jahat yang ingin mencelekai dirinya dan Dante.

"Saya Milna, sekretaris Ibu Rinda. Karena Ibu Rinda sibuk, mohon maaf sekali beliau tidak sempat menemani.  Dan menyuruh saya menemani Mas Denta juga Mas Dante selama menjalani perawatan. Mohon kerjasamanya, ya?" Milna mendekati brankar yang ditempati Denta. Membungkuk hormat sebagaimana cara menghormati anak dari bosnya.

Denta mendadak berwajah muram. Pagi yang dia awali benar-benar buruk.

"Memangnya mamah pergi kemana? Sesibuk itu sampai nggak bisa nyempetin waktu bentar buat pamitan sama anaknya?"

"Mohon maaf sekali, Mas Dante. Di kantor sedang ada masalah yang urgent dan Ibu Rinda harus pergi keluar kota. Mohon dimaklumi, ya?" Milna berdiri canggung karena melihat respon dari Denta yang kurang mengenakkan. Senyumnya kini luntur digantikan wajahnya yang kikuk.

"Ya Mbak kan pasti bisa handle. Buat apa punya banyak karyawan kalau semuanya dikerjain sendiri?" sarkasnya. Entah kenapa dirinya menjadi sedikit sensitif. Karena biasanya pun sang mama tak pernah banyak andil di kehidupannya. Mamanya seperti menumpang nama dikartu keluarga sebagai seorang ibu dari dua anak kembar. Dan yang lainnya nol besar. Sang mama jarang ikut andil dalam situasi apapun itu. Seperti sekretaris ini contohnya. Menyebalkan sekali.

"Maaf, Mas. Saya hanya menuruti perintah atasan saya."

Denta hanya diam. Percuma juga protes pada orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Ia protes pada sang mama pun belum tentu ditanggapi juga. Mendadak ia benci sekali melihat utusan mamahnya ini. Sok-sokan sekali. Walaupun dia disuruh oleh sang mama, sangat tidak sopan sekali jika masuk seenaknya kesini tanpa ijin terlebih dahulu kepadanya.

"Eunghh ... Nggak papa kok, Mbak. Nggak usah dijagain kita juga bisa sendiri. Disini ada dokter sama suster yang jaga kok. Mbak Milna bisa pulang aja, kelihatannya Mbak lagi capek, ya?"

Denta menoleh kesamping, terkejut karena melihat Dante yang kini sudah tersenyum konyol seperti biasa kepadanya. Sejak kapan Dante bangun?

"Biasa aja dong liatnya," sewot Dante karena risih Denta terus memperhatikannya.

Denta kikuk sendiri. Ia segera memalingkan wajahnya. Malu mendera wajahnya yang memerah. Dante pasti sedang berada di fase kepedean tingkat dewa. Dasar, Dante sialan! Sedangkan Dante hanya menahan tawanya, lucu juga membuat Denta malu seperti ini.

Nanteta«HIATUS»Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang