A Crack

123 10 34
                                    

Langkah-langkah lebar nan panjang terayun dalam lingkar waktu nyaris menginjak ujung malam. Gemerisik angin dingin pembawa hujan lagi-lagi bertiup membelai pucuk pohon tua di tiap sisi bahu jalan, bersama dahan-dahan rendah yang saling bergesekan, suara gerit pun hanya satu-satunya yang mengisi ruang perjalanan. Namun itu sama sekali tidak mengurangi keberanian dua manusia di sana untuk membelah jalan pulang.

Seharusnya, saat iniㅡdetik iniㅡpemuda Park dengan ransel hitam tergantung pada sebelah pundak itu, seharusnya sedang menyusuri jalan setapak seorang diri seperti hari-hari sebelumnya.

Salahkan saja si pemuda Kang yang berjarak beberapa sentimeter darinya tersebut. Pemuda berdarah asing itu terlalu tekun menjadi budak pigura ukir hingga lupa pada pukul berapa ia harus pulang, terpaksa ia melewatkan jadwal bus dengan nomor dan rute tujuannya. Satu-satunya transportasi yang selalu membantu si pemuda untuk pulang.

"Bodoh. Lain kali, sekalian saja bermalam bersama Delphic Sibyl." Ujaran sarkas Seongjin masih teringat jelas dalam rekam rungu Tanner beberapa waktu lalu, sewaktu Seongjin tidak sengaja menemukan Tanner tengah menggerutu di depan papan informasi peta rute.

Namun begitu, Seongjin tidak sampai hati meninggalkan Tanner membeku di bawah temaram lampu jalan yang berkedip tiap lima detik sekali. Jadi ia segera menyeret Tanner pergi dari sana sebelum presensi angin dingin merebutnya, dan sebelum Tanner benar-benar gila karena tidak tahu bagaimana caranya untuk pulang.

"Di mana aku bisa temukan bus nomor lima belas?" Tanner akhirnya bersuara, memecah lengang di antara keduanya.

Dibalas pula dengan lirikan mata tajam Seongjin. "Pikirmu, bus mana yang masih mau beroperasi di tengah malam begini?"

"Yang benar saja, lalu aku harus menggunakan kedua tungkaiku untuk dapat sampai ke rumah?"

Mendengar embusan napas lelah Tanner sedikit membuat Seongjin menurunkan tensi kalimatnya, pemuda Kang itu sudah tampak frustrasi.

"Aku akan mencarikanmu taksi."

Bayang Tanner mengangguk. Kesalahan apa yang telah diperbuat Seongjin sampai nyaris semua orang di dalam lingkaran pendidikan itu membencinya? Tidakkah mereka pernah melihat sisi Seongjin yang seperti ini?

Untuk kali kesekian, Tanner membuktikan bahwa Seongjin tak ubahnya sesosok teman bertanggung jawab, peduli, dan melibati hal-hal baik lain di sekelilingnya. Sudah cukup, Tanner punya bukti untuk tetap percaya pada seorang Park Seongjin.

"Rute taksi akan mengambil jalan memutar dan berlawanan dari rute bus, jadi jangan khawatir jika perjalananmu terasa sedikit lebih panjang." Seongjin berujar, tetapi sampai sekian sekon berlalu, tidak kunjung ia dapatkan jawaban.

Maka Seongjin menoleh dan kontan berbalik, menemukan Tanner menghentikan langkah tiga petak di belakangnya.

"Apa yang kau lakukan?"

"Apa kau tidak mendengar suara itu?" Tanner balik bertanya, sedikit berbisik, maniknya terpaku pada rimbunan pohon serta semak-semak di seberang jalan yang teramat gelap. "Aku mendengarnya, jelas sekali."

Berani bersumpah, Tanner mendengar suara-suara dan ujung matanya beberapa kali menangkap pergerakan tak wajar di balik sana.

Atensinya benar-benar terpaku, ia mencoba membuka langkah tanpa mau melepas pandangan serta kuriositasnya dari area gelap tersebut.

Sampai tiba-tiba retorik Tanner terhentak, tepat satu detik setelah cahaya dari ujung jalan menyapa retina dan gerakan refleks dari Seongjin yang cepat-cepat menarik tubuh Tanner untuk mundur, sebelum kendaraan beroda empat tadi menyambar Tanner dalam waktu kurang dari satu sekon.

Silent OrbitWhere stories live. Discover now