Part XXII - Kehidupan Baru

53 7 1
                                    

Rania berlari sekencang mungkin agar segera menjauh dari rumah Ramanda, sejenak perempuan itu melupakan kondisinya yang sedang hamil. Rania menyetop taksi dengan berderai air mata. Perempuan itu menyebutkan alamatnya kepada supir taksi tersebut. Ia menangis sesenggukan di dalam taksi membuat supir taksi itu menatap aneh kearahnya.

Ramanda di rumahnya masih stress karena mendapatkan penolakan secara tiba-tiba dari kedua orang tuanya. Lelaki yang sedang memijit pelipisnya itu tak mengetahui fakta bahwa Rania telah mendengar penolakan dari papi dan maminya.

Setelah beberapa saat, ponsel Ramanda berdering nyaring membuat lelaki itu terkejut dari lamunannya. Ia segera meraih ponselnya yang sedang berada di atas nakas sebelah tempat tidurnya. Nama calon mertuanya terpampang jelas di ponselnya membuat lelaki itu segera mengangkat telepon tersebut.

"Halo, Assalamualaikum, Rama, Nia masih di rumah, Rama, ya? Soalnya Tante barusan pulang ke rumah, Nia nya enggak ada," tanya Mami Rania dengan nada khawatir.

"Iya, Waalaikumussalam, Tante. Nia? Emang Nia tadi ada bilang mau ke rumah Rama, Tan? Ini Rama belum ada keluar rumah sejak pagi, tapi Nia enggak ada datang ke sini, Tante." Ramanda segera bangkit dari tempat tidurnya karena heran mendengar ucapan calon mertuanya itu.

"Apa, Rama? Jadi, Rania tidak ada datang ke rumah, Rama? Ya Allah, anak itu ke mana jadinya, ya? Tante khawatir, Ram. Tolong bantuin Tante cariin, Nia, ya, Ram. Soalnya ponselnya enggak aktif," ujar perempuan yang memiliki tiga orang anak itu dengan nada panik.

"Iya-iya, Tan. Ini Rama siap-siap, ya, mau cariin, Nia. Udah dulu, ya, Tan. Assalamualaikum," ucap pemuda yang tengah gelisah memikirkan calon istrinya yang tiba-tiba tidak bisa dihubungi.

"Kamu kemana, sih, Nia? Angkat telepon aku, dong. Kamu enggak kenapa-kenapa, kan, Nia? Jangan buat aku panik seperti kemarin-kemarin!" teriak Ramanda dalam hatinya sembari terus menghubungi calon istrinya.

Ramanda segera mengambil kunci mobilnya lalu dengan cepat menaiki mobil tersebut dan mengeluarkannya dari garasi. Lelaki itu hanya memakai kaos oblong polos dan celana jeans gombrong dan tak sempat untuk mengabarkan kepada kedua orang tua nya perihal hilangnya Rania.

"Halo, Dhilla. Lo sekarang sedang di mana? Ngapain?" tanya Ramanda dengan nada datar agar enggak membuat perempuan itu khawatir akan kondisi Rania.

"Halo, Ram. Aku sedang sama, Ananda, nih. Kami sedang main ke Jogja. Hehe. Maaf, ya, kami enggak ngabarin Lo dan Nia. Karena kalian pastinya sedang sibuk, Minggu depan kalian mau nikah," jawab Dhilla dengan segan.

"Oh begitu, ya. Okelah, selamat bersenang-senang, ya. Kirim salam sama, Ananda, ya, Dhil!" Ramanda masih terus mencari-cari Rania di sepanjang jalan.

"Iya, Ram. Kami kirim salam juga sama, Nia, ya. Semoga pernikahan kalian Minggu depan berjalan lancar!" pinta perempuan itu tulus.

"Aamiin Ya Rabb. Terima kasih doa tulusnya, ya, Dhill. Assalamualaikum," ucap Ramanda dan mematikan sambungan teleponnya.

*****

Rania masih berjalan gontai dengan menyeret dua koper di tangan kanan dan tangan kirinya. Ransel berukuran sedang bewarna cokelat pekat juga tersampir rapi di belakang punggungnya. Ia masih menatap ragu tiket pesawat yang ia genggam. Apakah ini adalah jalan terbaik untuknya? Perlahan sudut-sudut matanya basah kembali.

Ramanda bingung mencari Rania ke mana lagi. Setiap sudut kota sudah dikelilinginya, tetapi tetap saja batang hidung Rania tak juga tampak. Lelaki itu takut hal-hal yang buruk terjadi kembali kepada calon istrinya itu. Ramanda mengacak rambutnya frustasi.

Rinai Rania (Sudah Terbit)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant