O7

313 74 44
                                    

❲ frasa dan suara ❳

Yuda membantu Ima memasang alat dengar hadiah darinya itu. Alat itu kecil dan bila ditutupi oleh rambut off-white yang sedikit memanjang itu maka tak akan terlihat.

“Dek Ima, bisa denger suara Mas?” tanya Yuda.

Mata Ima membelalak. Setelah empat belas tahun hidupnya ia tak dapat mendengar apa-apa, namun sekarang ia bisa mendengar gemericik suara air got, gesekan rumput padang, suara bising mobil dan motor, serta suara Yuda, ia bisa mendengar semua itu. Air matanya jatuh tanpa bisa ia bendung sekali lagi.

M-mas Y--yu-da...!” Bahkan ia bisa mendengar suaranya yang kecil nan serak itu.

Yuda tersenyum penuh kebahagiaan. Saat nama pemberian dari bapaknya disebutkan Ima, lengkap dengan embel-embel ‘mas’, dirinya tak mampu menahan perasaan ingin membawa si mungil itu dalam dekapannya.

Perlahan ia sedikit membungkuk serta melebarkan jarak kedua tangannya. Ima yang melihat itu segera menubruk tubuh besar itu dan memeluknya erat.

Ima terisak, kali ini dengan suara pelan yang dapat Yuda dengar. Ia pun jadi sedikit sesenggukan.

“Dek, makasih buat rasa bahagia ini... Sekali lagi, Mas cinta sama kamu.” Mendengar pernyataan cinta langsung dari belah bibir Yuda rupanya memiliki rasa yang benar-benar berbeda dari saat ia hanya membaca torehan indah pemuda itu dalam kertas.

“I-ima juga c...c-cinta,” ujar Ima dengan suara seraknya.

“Susah ngomong e yo? Kalo gitu, Dek Ima nulis aja ndak papa...” Yuda mengelus-elus surai off-white Ima.

Yang dielus-elus merasa bersalah. Dengan segera ia menulis kata yang sebenarnya ingin ia sampaikan langsung. ‘Maaf Mas... Tenggorokanku sakit kalo dipake ngomong...

Yuda tersenyum, sangat manis dan terlihat begitu tulus. Membuat Ima terpanah. “Ndak papa... Senyaman kamu aja...,” ujar si pemuda asal Yogyakarta seraya terus mengusap-usap rambut berwarna putih gading itu.

Ima menarik-narik ujung kemeja putih pendek milik pujaan hatinya, mencari perhatian. Si pemilik kemeja sepenuhnya memfokuskan dirinya ke si mungil itu seusai dirinya membungkuk sedikit.

Sementara itu, yang meminta perhatian kini sedang menghela nafasnya gusar. Bingung antara ingin bercerita atau tidak. Keringat dingin mulai menetes dari pelipisnya, serta bola matanya kini terlihat berkaca-kaca.

Yuda lantas kebingungan melihat pemandangan itu. Ia pun segera menggiring Ima untuk duduk di bebatuan yang sekiranya bersih di sana.

“Kenapa Dek?” Jari-jemari yang lebih tua mengusap-usap pipi semulus porselen itu.

Ima saat ini tengah berusaha mengingat-ingat kenangan buruk yang membuat ia trauma itu. Demi menceritakan pada Yuda, ia merasakan rasa sakit itu lagi.

Semua itu berawal, ketika ia menginjak usia enam tahun, ketika sang ayah tak dapat mengasuhnya lagi karena pekerjaan.

Dulu, sebelum Mas Supri dateng, ada lagi satu pengasuhku, namanya Mbak Hanami...

∴∵

Waktu itu, Handoko tengah menemani Ima bermain di kamar mereka. Sang ayah tengah terlihat menelfon seseorang seraya merangkulnya erat. Ima sudah terbiasa dengan itu, yang tidak biasa itu adalah telefon sang ayah. Pria yang lebih tua terlihat mengangkat telfon berkali-kali. Ima jadi heran, karena setahunya, sang ayah jarang mendapatkan panggilan telefon.

✧ FRASA DAN SUARADonde viven las historias. Descúbrelo ahora