NINE (Stay & Close)

19 0 0
                                    

08.00 | Sabian

Aku menyipitkan mataku saat cahaya matahari mulai mengganggu tidurku. Ku lihat jam tangan yang melingkari pergelangan tanganku yang juga dalam 5 detik akan berbunyi sebagai alarm. Aku melirik ke sampingku dan menemukan Clarin yang masih tertidur pulas dengan selimut tebal di tubuhnya. Aku berdiri dan menutup korden agar cahaya yang masuk tidak terlalu menyilaukan mata. Semalam kami berbincang cukup lama sampai pagi. Netraku kembali menatap ke arah Clarin yang tertidur dengan nafas yang teratur, membuatku tidak sengaja menatap ke beberapa bagian tubuhnya yang tidak tertutupi selimut. Aku duduk perlahan di pinggir ranjang sambil sembari membenarkan selimutnya.

Clarin terlihat tenang di tidurnya, tidak seperti biasanya dengan dahi yang berkerut tanda otaknya berfikir lebih. Aku mengusap wajahku kasar saat mengingat kejadian semalam, hampir saja aku kelepasan saat percakapan kami semalam merujuk ke hal tertentu. Aku tahu Clarin hanya menganggapku sebagai sahabat, jadi aku tahu batasan. Setelah mengumpulkan seluruh nyawaku, kakiku langsung berjalan menuju ke kamar mandi dan membasuh wajah, memastikan bahwa aku benar-benar siap menjalani hari.

Hari ini aku harus kembali bekerja dan Clarin harus pergi ke perpustakaan universitasnya agar tesisnya selesai. Ah, sebentar lagi ia akan lulus. Clarin tidak pernah punya pekerjaan idaman. Ia hanya akan mengerjakan apa yang sekiranya bisa dilakukan, seperti menulis. Clarin sudah vakum menulis selama 2 tahun ini karena memfokuskan kegiatannya pada sekolah magister. Bukunya cukup terkenal, tentang fiksi sejarah dengan bumbu romansa pada masa penjajahan Jepang tahun 1942. Sebenarnya aku bukan penggemar novel percintaan seperti itu, tetapi karena Clarin memaksa untuk membacanya, aku akhirnya harus menghabiskan beberapa waktu untuk membaca kisah cinta seorang gadis dan tentara Jepang yang berakhir tragis.

Ah, iya. Ciri khas novel Clarin adalah akhir yang sedih. Walau begitu, banyak yang meyukai cerita-cerita itu karena memang pembawaan Clarin dalam menulis sangat menarik dan memiliki bumbu sejarah, yang tentu saja masih jarang cerita yang terkenal tentang hal itu. Aku pun tak tahu alasan Clarin memilih sejarah sebagai studinya. Ia hanya menjawab 'Ya pengen aja' ketika aku menanyakan alasannya.

Ponselku berdering dan menampilkan nomor yang sampai sekarang belum aku simpan karena tidak ada niat untuk itu. Iya, Sarah menelfon.

"Halo"

'Halo Bian'

"Kenapa?"

'Sibuk?'

"Kenapa?"

'Eum.. semalem Ganesh masuk ke rumah sakit-'

"Apa?!"

'Kami semalem kecelakaan. Aku lupa buat ngencengin pengaman carseat nya dia dan-'

"Bener-bener ya lo Sar. Hal sepenting itu aja lo gak bisa lakuin?"

'Aku-'

pipp

Aku mematikan panggilan Sarah dan membalikkan badan, Clarin berdiri di tengah pintu dengan wajah yang terlihat kebingungan. "Kak Sarah kenapa?"

"Ganesh masuk rumah sakit. Gue mau ke Bandung sekarang. Lo-" Jawabku sembari berjalan menuju ke ruang tamu, berencana untuk menelfon rekanku untuk membatalkan pekerjaanku hari ini. Clarin lalu menghampiri ke arahku yang masih berdiri di tempat yang sama sambil menatapnya. "Gue ikut ya? Kangen juga sama Ganesh"

"Bukannya lo harus ke kampus?"

Clarin menghela nafasnya lalu mulai menepuk lengan atasku pelan, ia tahu aku sangat panik sekarang dan berusaha menenangkanku. "Bukannya lo yang harus kerja? It's fine Ian, gue bisa tunda kok. Kali ini, gue mau ada di samping lo dan ketemu sama Ganesh"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 27, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SouluzWhere stories live. Discover now