Chapter 8: Station

61 9 25
                                    

Tiga orang gadis menunggu di peron, tak jarang tatapan orang-orang yang berlalu lalang tertuju pada mereka. Bukan karena ada sesuatu yang aneh, melainkan wajah ketiganya yang di atas rata-rata.

Kasumi seakan dibentengi Maki dan Mai yang sama-sama bertubuh setinggi 170 sentimeter. Namun, orang-orang masih dapat melihat wajah manisnya.

Pakaian mereka juga serasi. Kasumi memakai atasan off-shoulder hitam dan rok putih. Kemeja putih lengan panjang dan celana denim hitam dikenakan Mai. Hoodie putih dan celana jeans biasa sudah cukup bagi Maki.

Kasumi sedikit menyesali pilihannya, angin dingin musim gugur membelai kulitnya hingga tulang.

“Wah, lihat di sana. Mereka cantik.”

“Ayo bertaruh siapa yang bisa mengajak mereka bicara.”

Mai yang terganggu merasakan tatapan lapar yang tertuju padanya pun melototi para pelaku.

“Percuma saja cantik tapi mengerikan.”

“Jangan berharap yang aneh-aneh, wajahmu pas-pasan.”

“Sialan kau.”

Gadis berambut hijau pendek itu melepas napas dan mengeluh, “Hah ... dasar lelaki mata keranjang.”

“Kerja bagus, Bocah.”

“Ck, lakukan sesuatu untuk mengusir para mata keranjang itu.”

“Kau saja.”

Kasumi tampak tidak terganggu karena larut dalam pikirannya. Ia memikirkan surat anonim yang mendadak terkirim ke rumahnya.

Tekad kian membesar dan rasa takutnya mulai dikalahkan. Bak cahaya yang perlahan memakan kegelapan. Kasumi ingin kuat dan mandiri, ia tak ingin merepotkan siapapun—terutama kembar Zen'in yang selalu membantunya tanpa dipinta.

Akan ia temukan sumber surat itu, Kasumi harus yakin berani menghadapi siapapun pengirim surat itu, bahkan kembar tak sedarahnya.

Aku pasti bisa!

“Yosh! Jangan takut, Kasumi!” Kasumi menepuk-nepuk pelan pipinya.

“Kau kenapa?” tanya Mai mengangkat wajah dari layar ponsel.

Et-etto daijoubu.”

Maki yang tahu Kasumi mulai mengalahkan ketakutannya pun tersenyum. Ia tahu dari semangat berapi-api yang terpancar dari lensa biru muda Kasumi. Keberanian pasti datang, kadang di waktu yang tidak disangka. Semoga tekad dan keberanian Kasumi bertahan.

Di sisi lain, ia berdebat dengan dirinya sendiri untuk menceritakan peristiwa buruk yang pernah terjadi pada Kasumi atau tidak.

Masalahnya Kasumi menolak dibawa ke psikolog. Traumanya harus diobati.

“Ck, hei! Kembalikan dompetku, Sialan!”

Seruan seorang gadis mengail atensi dari para pejalan kaki di peron, termasuk Kasumi dan kembar Zen'in. Ia melihat orang yang kesulitan, apa yang harus dilakukan?

Bergeming saja tidak ada gunanya.

Kasumi tak mau menyesal lagi. Cukup sekali saat ia gagal melindungi Mechamaru.

“Aku akan kembali!” seru Kasumi sambil menyusul gadis yang mengejar pencopet.

“Ini waktu yang tepat untuk bicara, Mai,” ucap Maki ke kembarannya, ia memastikan Kasumi tidak di sekitar mereka.

Tak jauh dari kembar Zen'in, gadis yang dicopet menarik sebelah sepatunya dan ia lempar ke kepala pencopet. Kena. Namun, tidak menghentikannya. Kasumi mempercepat lari hingga ia berhasil menyusul pencopet dan memukul tengkuknya.

Pencopet pingsan di tempat, menjatuhkan dompet rajut dari genggamannya dan diambil Kasumi.

Dompet yang bagus, batin Kasumi, ia merasakan tekstur rajutan rapi benang merah muda yang membentuk dompet itu.

“Untunglah kau cepat melumpuhkannya, Nak. Terima kasih banyak sudah mempermudah kerja kami,” ucap seorang polisi kereta api pada Kasumi dengan senyum ramahnya. Untung tadi ada yang segera memanggil polisi.

“Bukan masalah, Pak. Saya pamit dulu.” Kasumi membalas senyuman dan membungkuk singkat.

Gadis yang dicopet tadi berhenti di depan Kasumi, ia mengatur napasnya yang tersengal-sengal.

“Ini dompetmu,” ujar Kasumi menyodorkan dompet.

“Te-terima kasih banyak, kalau kau tak membantuku entah bagaimana nasibku,” balas gadis itu menerima dompet.

“Bukan apa-apa, untuk selanjutnya kau harus lebih hati-hati.”

“Iya, sekali lagi terima kasih. Aku pergi dulu.” Gadis itu melambai dengan senyum tipisnya dan berlari kecil memasuki salah satu gerbong kereta yang berhenti.

“Kasumi!”

Ha'i?”

“Sebentar lagi kereta menuju rumah sakit datang,” ujar Mai berjalan mendekat. Kasumi menganggukkan kepala biru mudanya.

“Kau berhasil mengembalikan dompet gadis tadi?” tanya Maki.

“Ya! Aku lega rasanya ....” Kasumi tersenyum, ia senang keberaniannya semakin mekar. Ia tak lagi diam dan ketakutan di tempat.

“Bagus, aku yakin kau mampu menghadapi doppelganger-mu.” Maki merangkul Kasumi. Mai juga ingin melingkarkan tangannya di bahu Kasumi, tetapi sudah didorong Maki.

“Sialan.”

“Omong-omong kau hebat bisa berlari ketika memakai rok dan sepatu tinggi.”

“Eh? Arigatou gozaimasu.”

[]

Maaf aku lupa update kemarin, hari ini aja hampir lupa. Habisnya gak ada yang nagih sih🗿g. Ya kali cerita burik gini ditagih.g

Maybe untuk minggu ini aku update sekali aja, soalnya mau ngemaso event musim semi WattpadFanficID

OMAKE

“Ini waktu yang tepat untuk bicara, Mai,” ucap Maki ke kembarannya, ia memastikan jarak Kasumi sudah jauh.

Mai menurunkan ponsel, punggung ia sandarkan pada tiang. Dua pasang hazel saling bertumbuk sesaat, Maki memutus kontak mata duluan.

“Kasumi lupa tentang kejadian sewa rumah dan utang orang tuanya, wajar hal traumatis seperti itu dilupakan, tapi ...,” ujar Maki.

“Kejadian itu baru sebulan yang lalu, tapi Kasumi melupakannya seakan tak pernah terjadi.”

“Nah, itu anehnya. Ada juga keanehan yang lain. Kemarin ada surat yang dikirim ke rumahnya, penulis surat itu seperti tahu kejadian sebulan yang lalu, tapi Kasumi tak mengingatnya sama sekali.”

“Kau tahu apa yang lebih aneh?”

“Apa?”

“Setelah kejadian itu dia sempat menjadi suram selama sehari kalau aku tidak salah, tapi sesudahnya dia bertingkah baik-baik saja. Kurasa bukan tingkah yang dipaksakan normal, lebih tepatnya dia melupakan apa yang sudah terjadi.”

“Dia perlu dibawa ke psikolog.”

“Maki?”

“Ya?”

“Mengapa kau sangat ingin membantunya?”

“Entahlah ... aku sendiri tak mengerti.”

Doppelgänger | Jujutsu Kaisen ✔️Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ