2. Awal Mula Penyakit Ibu

50 0 0
                                    


Haii ... Para readers yang baik hati dan tidak sombong 🤗 bantu subscribe dan follow akunku di KBM app ya 😊🥰😘
Jangan lupa, ikuti ceritanya juga 😆🤭

=========================

Setelah kejadian kemarin, Ibu jadi sering mengurung dirinya di kamar. Sesekali ia akan memanggilku jika ada sesuatu yang di butuhkan.

"Bu? Ibu ngga apa-apa?" tanyaku. Ketika memberikan segelas air yang Ibu minta.

"Ngga. Ibu ngga apa-apa. Maaf jika Ibu selalu merepotkanmu!" ucapnya. Sembari mengelap jejak air mata di pipi.

Hati ini sakit ya Allah!

"Sama sekali ngga merepotkan Bu. Bahkan sekalipun kuberikan dunia dan seisinya. Itu semua takkan mampu menggantikan kasih sayang Ibu padaku!" balasku. Sembari terisak.

Anganku terbang pada dua tahun silam. Awal mula penyakit Ibu datang. Gula darah dan tensi darahnya yang tiba-tiba tinggi, mengakibatkan badannya mendadak lemas tak bertenaga sama sekali.

Kebetulan pada saat itu Ibu sedang berada di rumahku. "Naina, telpon Bapak dan kakak-kakakmu sekarang!" ucap Ibu dengan sangat lirih. Sembari menangis, merasakan badan yang mendadak lemas.

Buru-buru kutelpon Bapak dan kedua saudaraku. Namun sayang, Ka Agung sama sekali tak merespon panggilanku. Padahal, Ibu begitu peduli dan sayang padanya. Tetapi, di saat di butuhkan seperti ini, ia selalu susah di hubungi. Bahkan aku sendiri bosan mengabari jika ada sesuatu yang terjadi pada Ibu, karena ia tak begitu merespon. Tetapi, sebisa mungkin kusembunyikan hal itu dari Ibu.

"Udah Bu. Mereka lagi di jalan." Aku berbohong demi menutupi keburukan Ka Agung.

Entahlah, rasanya sakit sekali waktu itu. Dalam keadaan hamil besar. Ibu mengalami sakit dan tak bisa berjalan. Bahkan aku sendiri tak mampu untuk menolongnya. Sementara di rumah tak ada orang yang mampu di mintai pertolongan.

Sejak saat itu, kondisi Ibu naik turun. Kadang terlihat sangat sehat, kemudian dua hari berikutnya mendadak lemas dan tak bertenaga sama sekali. Setiap Minggu, bolak-balik rumah sakit untuk memeriksa keadaannya. Sampai pada satu hari, kami kembali berbeda pendapat karena keegoisan masing-masing.

"Aduh Pak. Aku ngga bisa kalo mesti anter Ibu berobat. Bapak tahu sendiri kan kalo pagi-pagi itu di rumah kerjaan banyak. Belum anak-anak masuk sekolah. Ngga ada yang urus!" jawab Ka Arum ketika di suruh antar Ibu berobat untuk kontrol penyakit diabetesnya.

Aku hanya diam dan mendengarkan. Sementara Bapak sedikit kesal dengan jawaban anak tertuanya waktu itu.

Tanpa basa-basi Bapak mengambil ponsel, kemudian menelpon seseorang. "Hallo. Agung! Besok pagi-pagi kamu bisa ambil nomer antrian ke dokter spesialis bagian dalam?" tanya Bapak setelah panggilan telpon tersambung.

"Oh, oke. Jika tak bisa ngga apa-apa. Ya sudah, maaf ganggu pekerjaanmu!" balas Bapak kemudian.

Tak lama, Bapak menutup sambungan telpon. "Agung ngga bisa ambil nomer antrian Bu," ucapnya lemas. "Berarti besok pagi-pagi sekali, kita berangkat ke rumah sakit. Biar Bapak yang anter Ibu!" lanjutnya.

Aku tahu Bapak kecewa dengan kedua anaknya. Ketika saat seperti ini mereka sama sekali tak mampu memberi pertolongan dengan mengorbankan sedikit waktunya. Dan aku tahu, Bapak pun tak mungkin menyuruhku mengantar Ibu dalam kondisi hamil besar seperti ini.

Akhirnya, pagi-pagi sekali Bapak berangkat ke rumah sakit itu. Dan aku? Tentu saja menjaga rumah, membersihkan dan menyiapkan makan untuk mereka.

Hingga pukul enam sore, Bapak dan Ibu baru pulang dari rumah sakit tempat Ibu berobat. Terlihat gurat kesedihan dan lelah di wajah mereka.

"Bu. Ibu harus sembuh ya? Kalo Ibu sakit, Bapak ngga bisa kerja. Jika Bapak kerja, ngga ada yang bakalan mau anter Ibu untuk kontrol ke rumah sakit," lirih Bapak sembari memberikan beberapa butir obat pada Ibu untuk di minum.

Ibu mengambil butiran obat itu, kemudian meminumnya. "Bapak kerja saja. Ibu ngga apa-apa. Ibu ngga mau merepotkan Bapak dan anak-anak. Biarkan Ibu begini!" lirihnya sangat pelan.

Sakit tentu saja!

Bersambung!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 03, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Diary Naina_Menunggu Kematian IbuWhere stories live. Discover now