SISTER 0.1

7.3K 1.3K 880
                                    

「 normal day in tokyo 」

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

normal day in tokyo

.
.
.

Matahari semakin menyingsing tinggi di cakrawala biru—pada puncak garis equator. Berkas cahayanya seperti sulur yang menjamah setiap inci dunia. Panasnya mampu menyengat kepala, namun tak menghentikan orang-orang melakukan aktifitas hariannya.

Di hari yang cerah ini, (Name) akhirnya pulang ke Jepang setelah menyelesaikan masa SMA-nya di Amerika selama tiga tahun. Ia memutuskan untuk melanjutkan studi kuliahnya di kampung halamannya, Tokyo. Kini (Name) berjalan keluar dari Bandara Internasional Haneda sambil menggerek koper merahnya.

Manik cokelatnya menatap ponsel lipat yang sedaritadi tidak menunjukkan respon apapun setelah melakukan panggilan sebanyak dua puluh kali.

(Name) mendecak kesal. Sontak umpatan keluar dari bibir ranumnya.

"Angkat teleponku, bocah sialan!"

Jari lentiknya menekan tombol hijau, lagi. Menunggu sambungan terhubung, berharap si pemilik nomor menyahut. Wajahnya berubah masam kala telinganya mendengar suara yang sama tuk kesekian kalinya.

"Maaf, nomor yang anda tuju seda—"

Klak!

(Name) menutup layar ponselnya kasar. Geram akan situasi yang menimpanya sekarang. Menunggu pun tak ada arti, pikirnya.

Kedua tungkai terus melangkah membawa diri entah kemana. Saat (Name) melewati sebuah cafe di persimpangan jalan, ia mendadak berhenti. Kebetulan sekali tenggorokannya sedang kering.

Lima belas menit kemudian, satu gelas cup milkshake stroberi sudah berada di genggaman. (Name) menyesap minumannya seraya menggerek kopernya menuju sebuah taman kota. Alangkah baiknya melihat sisi baru kota Tokyo yang ia tinggalkan dulu sebelum pulang menaiki taksi. Karena jemputan yang dijanjikan seseorang padanya tidak ada kejelasan hingga saat ini.

Di sana, (Name) menghirup dalam udara segar yang jarang dirasakannya. Oksigen di tempat itu tentu lebih banyak ketimbang di pusat kota. Ia merasa sangat damai berjalan di bawah pohon besar yang rindang. Namun, ketenangannya tak bertahan lama.

Gadis dengan rambut sebahu itu menolehkan kepalanya kala kebisingan dari sekumpulan anak laki-laki merangsek dalam pendengarannya.

Penasaran, (Name) melangkah lebih dekat ke arah sumber suara.

Matanya memandang lurus ke bawah—mendapati dua orang anak laki-laki tengah berkelahi hebat di tanah lapang. Tepukan tangan dan sorakan riuh penonton yang merupakan teman sebaya mereka berdiri mengelilingi dan sebagian di anak tangga. Seolah sedang menyaksikan pertunjukkan topeng monyet, mereka menikmatinya tanpa niat melerai.

MAD SISTER 𖥻 sano manjirouWhere stories live. Discover now