Prolog

53 2 0
                                    

Mereka itu tidak waras!

Stasiun angkasa katanya. Mana ada! Dunia ini belum semaju itu. Mereka terlalu banyak berkhayal.

Katanya, lapangan sudah dipagar. Dia berjalan seenaknya, padahal tahu kelas lain sedang latihan basket. Dikiranya tidak akan mengenainya, begitu?

Belum yang satunya lagi. Bisa-bisanya dia tidak tahu denah rumahnya sendiri. Terhitung sepuluh kali dia menabrak tembok dan menyalahkannya. Dia bilang, "Kemarin pintunya ada di sini. Apa mungkin seseorang memindahkannya?! Tidak sopan." Padahal jelas kuingat, tahun lalu pun, pintunya masih berada di tempat yang sama. Lantas, kenapa dia marah-marah?

Entah berapa kali kulihat mereka terluka. Dari lecet, hingga yang paling parah, patah tulang. Agak kasihan memang kulihat. Tapi dibalik semua itu, seringkali kulihat mereka melamun, ketakutan, dan menangis tanpa sebab. Saat kutanya, mereka tidak tahu. Mereka tidak ingat.

Belakangan ini, kakakku pun bertindak aneh. Dia seakan dapat melihat apa yang akan mereka lakukan. Berulang kali, keduanya selamat dari masalah. Namun tak jarang, mereka bertiga terlibat dan menimbulkan masalah baru. Pertambahan korban, misalnya.

Belakangan ini, gadis berambut kepang itu sering mengatakan hal-hal aneh. Beberapa kalimat yang kuingat, diantaranya, "Lihat, mobilnya bagus." Ia berucap sambil menunjuk langit. Awalnya kukira awan berbentuk mobil, namun saat itu, cuaca sangat cerah, membuat awan bersembunyi sesaat.

"Harga tiket kereta langit makin mahal saja." Dia selalu mengatakan hal yang sama. Dia bilang, dia naik kereta karena lebih cepat sampai ke sekolah.

Jarak rumah dia ke sekolah pun, tak sampai satu kilometer! Memangnya ada kereta yang jarak antar stasiunnya hanya satu kilometer? Lagipula, masih sejauh tiga kilometer dari rumahnya, menuju stasiun kereta terdekat.

Kakak bilang, jangan dulu mengajak ngobrol mereka berdua. Namun dia menghabiskan lebih banyak waktu untuk mereka daripada untuk keluarganya.

Aku tidak masalah dengan itu. Mereka juga bukannya orang jahat. Tapi tetap saja, mencurigakan. Saat pulang, kakak selalu terluka. Namun, dia selalu tutup mulut saat ditanya.

Kuharap mereka baik-baik saja.

*

Terkadang aku berpikir bahwa aku akan mati. Lalu esoknya, matahari datang lagi, menandakan penderitaanku belum berakhir.

Bayangan masa depan dan waktu yang sedang kualami, berjalan beriringan. Seringkali membuat bingung, bayangan itu terlalu menipu, membuatku terjatuh untuk kesekian kalinya.

Biar kuhitung, sudah berapa kali aku terluka bulan ini. Pertama, saat jatuh dari lantai tiga. Kukira disana ada stasiun bus. Pagar yang patah, kulihat sebagai halte. Pemberhentian kesembilan. Lalu yang kedua, jaring-jaring pembatas lapangan yang sobek, kukira sudah diperbaiki. Bentuknya seperti kaca yang memiliki pantulan cahaya biru laut. Saat itu cedera di tanganku bahkan belum pulih, kepalaku terkena bola basket dan mengalami pendarahan.

Semakin lama, semakin jauh kulihat masa-masa "itu". Semakin dekat, lebih dekat, jelas terdengar rintihan anak-anak kecil.

Aku berlari, mencoba menggapai ratusan bayang. Tentu tidak ada yang berhasil kusentuh, namun lagi-lagi aku melakukan hal yang sama, hingga batas dimana aku benar-benar terjebak.

Mengapa aku tidak belajar dan hanya berlari? Pengecut.

*

Aku bisa mengendalikannya. Ayolah, aku pasti bisa menahan emosi dan rasa sakit ini. Keduanya tidak sesulit mengajari sisanya mengendalikan emosi mereka.

Ketika bayang-bayang itu datang lagi, kucoba mengambil langkah yang berbeda. Lalu kutunggu, masa depan seperti apa yang akan datang. Apa sesuai dengan harapan?

*

Coba tebak, sudah berapa kali aku menabrak sesuatu hari ini?

Sebuah keberuntungan bagiku, aku hanya menabrak tiga tiang pagi tadi. Padahal biasanya lima! Parah memang, lama-lama aku melupakan banyak hal jika ini terus berlanjut.

Jauhkan kaca-kaca. Benda itu membuatku terlihat jelek saat membenturnya, meskipun tidak lebih jelek dariku yang berada di masa "itu".

Perjanjian seperti apa yang aku buat kemarin? Apa hadiahnya itu sebatang cokelat?

Kakiku tak mampu berjalan lagi. Terlalu banyak luka, aku juga sudah lelah. Jika boleh, aku ingin beristirahat sejenak, meninggalkan semua kecemasan yang terus hinggap.

Tapi pada akhirnya, aku terus maju, meski kutahu, aku akan kehilangan banyak hal. Aku bertahan.

Kapan semua ini berakhir?

*

Lecanopus
28-4-21

Jangan lupa kritik dan saran.
Terima kasih.

Our DreamsWhere stories live. Discover now