-01. Kuanggap itu Iya!-

900 57 4
                                    

"Bloody....wanker-

Katanya keluar satu-persatu. Tersendat-sendat. Matanya mulai terlihat memerah seperti orang sakit mata.

shit-"

Ia menengadahkan kepalanya. Berharap dan memohon kepada siapapun diatas sana, termasuk langit yang gelap tertutupi awan kelabu. Supaya setidaknya jangan biarkan dia terlalu terbawa emosi. Meski begitu, tetap saja air matanya meluruh bersama guyuran hujan yang mulai menerpa benda-benda dengan berisik.


"Oh- no. Harry-"

Seorang gadis dengan pakaian lumayan basah menghampiri dengan terburu-buru. Membungkukkan badannya, membawa kepala Harry ke ceruk bahunya. Lalu mendekapnya erat.

"You can let it all out, Harry. Nobody's here, hold my words."


Bisikan gadis itu bergetar, seperti pula tubuhnya. Tapi Harry bersyukur, gadis itu tetap berusaha beridiri kokoh untuk menyangga tubuhnya yang dia lepas begitu saja.

Seperti beban tubuhnya yang jatuh ke dalam rengkuhan si gadis, begitu pula emosinya.

Tak lebih lambat dari kilatan cahaya yang dilihatnya beberapa waktu lalu, Harry melepas semuanya. Terimakasih pada guyuran hujan brutal yang membantunya meredam raungan payahnya.

Sayup-sayup suara bergetar kembali masuk ke telinganya -berkali-kali seperti mantra.

"Shh- shh, I'm here okay?" Jemarinya yang basah dan dingin menangkup kedua pipi Harry. Memaksa dirinya untuk menatap kedua mata si gadis.

"But- 'Mione- I can't-I can't do this anymore."

DIlihatnya si gadis, Hermione, menganggukan kepalanya beberapa kali sambil menahan air mata dan mempertahankan ekspresinya dengan susah payah.

"Yes, yes- okay. Anything but this, Harry. Anything but this."

Dengan persetujuan itu air matanya kembali berkumpul di pelupuknya. Harry meluapkan emosinya kembali.

***

"Ada apa dengan kalian semalam?"

Pagi ini dimulai dengan kalimat pertanyaan menuntut dari seorang pemuda bersurai oranye cerah. Ia memicingkan kedua matanya, tanpa sedikitpun tanda bakal melepas pandangannya dari dirinya dan Hermione.

Merasa tak mendapat respon yang ia inginkan, ia mendengus keras.

"Oh, ayolah kawan! You two always left me alone wondering."

"Jangan sekarang, Ron. Kau pasti akan kuberitahu nanti." Harry menghela nafasnya seperti orang kelelahan.

"Nah, selamat Harry! Kali ini bertambah menjadi 'sangat penasaran'."

"Bukankah lebih bagus kalau rasa 'sangat penasaran'-mu itu kau terapkan pada kelas Prof.Snape nanti? Tak lihatkah jam dinding besar dihadapanmu itu Ronald Weasley?!" Hermione terlihat sangat kesal. Ia mengambil buku-bukunya, lalu meninggalkan Harry dan Ron berdua di ruang rekreasi Griffyndor.

"Ayo Ron. Kau tentu tak mau Hermione semakin kesal kalau poin Griffyndor hilang karena keterlambatan kita."

"Yasudah."


Keduanya bergegas menuju kelas, sambil berharap kalau kelas belum dimulai. Kalau-kalau benar house mereka kehilangan poin, Harry tak merasa cemas. Hermione tak akan marah padanya -apalagi setelah perihal kemarin. Paling-paling Ron yang akan menjadi sasarannya.

Benar, mereka berdua sampai di depan pintu kelas DADA- juga Profesor yang akan mengajar pada kelas itu.

"Well, not that I expect both of you will come on time." Kalimat Prof. Snape meluncur cepat, lalu begitu saja memalingkan tubuhnya sinis pada Ron dan Harry.

Dark pleasure.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang