1o. booster

170 39 12
                                    

—enam bulan sudah aku tidak bertemu dengan Tinus. secara langsung, usai kejadian tumbangnya ia beberapa waktu lalu. saat pertemuan kami ditaman kota malam itu.

walaupun aku cukup sering dikabari perihal kondisi Tinus. oleh supir keluarga. yang sewaktu itu sempat meminta kontak ponselku.

yang aku tau, beberapa hari terakhir ini Tinus selesai menjalani kemoterapi. guna menyembuhkan penyakit kronisnya. sepulang sekolah nanti, aku berniat rumah sakit tempat ia dirawat.

ah iya aku sudah berada dipertengahan tahun kedua. sekolah menengah atas. tak terasa satu setengah tahun lagi, aku akan lulus dan melanjutkan pendidikan ke universitas.

aku harap tabunganku nanti cukup untuk biaya pendidikan lanjutan tersebut.

"nona, Tara?," -sapa seorang pria, yang berpapasan denganku dilorong rumah sakit.

"masih ingat saya? saya supir keluarga dari teman nona. apa nona, mau mengunjungi tuan Tinus disini?," -ujarnya lagi.

"ah iya aku Tara, panggil namaku saja tanpa menggunakan embel-embel nona. iya benar, kalau boleh tau dimana ruangan tempat Tinus dirawat sekarang?," -balasku bertanya.

"tidak apa, lebih nyaman menyebutmu dengan awalan nona. ayo ikut aku," -jelasnya memintaku mengikuti arah perginya.

aku hanya mengangguk sebagai balasan. lalu mengikuti arahnya pergi. menuju salah satu kamar rawat inap besar yang sangat berkelas, dan terlihat mahal dimataku.

ayolah, Tinus memang dilahirkan dari keluarga kaya. untuk apa beristirahat dalam kamar rawat yang berisikan lebih dari tiga orang. kalau bisa menyewa ruangan khusus begini.

"silahkan masuk, nona," -ucap pria tersebut.

membuka pintu ruangan, mempersilahkan aku masuk ke dalam.

"terima kasih banyak, Pak," -balasku tersenyum ke arahnya.

"sama-sama, kalau begitu saya permisi dulu ya," -tanggapnya berlalu ke luar kamar inap.

tungkaiku masuk ke dalam kamar, berbau obat yang khas itu. kulihat ada seorang wanita yang tengah menggendong remaja balita perempuan. nampaknya itu Ibu dan Adik perempuan Tinus.

"selamat siang Tante, saya Tara. temannya Tinus mau mengunjungi Tinus yang baru selesai menjalani pengobatannya beberapa hari yang lalu," -ujarku tersenyum ke arahnya.

"selamat sore juga, ah baiklah senang bisa bertemu denganmu Tara. pasti Tinus senang mengetahui ada teman yang mau mengunjungi dirinya. silahkan dia ada diatas ranjangnya, kesepian sepertinya. maaf sebelumnya, saya pamit pergi keluar sebentar. boleh meminta tolong untuk menemani Tinus?," -balas wanita tersebut dengan suara pelan takut membangunkan balita digendongannya.

"tentu bisa," -ucapku.

"terima kasih banyak Tara, saya izin keluar dulu ya," -lanjutnya kemudian keluar dari dalam kamar inap.

aku berjalan mendekat ke arah ranjang pasien. kulihat ada Tinus terduduk diatasnya. dengan wajah pucat, tubuh lebih kurus dari saat kami bertemu, juga terlihat linglung.

"hai Tinus, apa kabar? masih ingat denganku," -sapaku hangat ke arahnya.

kemudian, menaruh karangan bunga kecil yang aku bawakan disamping nakas ranjangnya.

kulihat ia memandangku, terdiam sebentar. sebelum menutupi kepalanya. yang kini terlihat plontos tanpa helaian rambut hitam tebalnya dulu.

wajahnya nampak terkejut begitu mengetahui aku yang masuk mengunjunginya.

"baik. ah aku malu, Tara," -ucapnya pelan menutupi kepalanya.

"hei tidak apa Tinus. aku tidak akan menertawaimu, kau nampak lebih baik dengan penampilan barumu ini," -kataku mencoba menenangkan dan menghiburnya.

"benarkah?," -tanyanya ke arahku.

aku mengangguk semangat sebagai jawaban. juga tersenyum mengangkat dua ibu jariku memujinya. ia ikut tersenyum menampakkan garis bulan disisi matanya.

senang sekali, melihat Tinus kembali tersenyum hangat begini.

"apa kau sudah makan?," -tanyaku.

"sudah, sebelum kau datang. bagaimana denganmu?," -balasnya berbalik tanya.

"aku juga sudah makan! apa mau kubantu mengupas buah apel ini?," -jawabku padanya.

"aku mau!," -tanggapnya semangat.

kuambil satu buah apel segar disamping nakasnya. mengupasnya teliti supaya tidak ada sisa-sisa kulit dan bagian kecil lainnya. yang mungkin saja akan mengganggu Tinus saat memakannya nanti.

"ini," -ucapku.

memberikan buah apel yang sudah kupotong kecil menjadi beberapa bagian. ia menerimanya dengan semangat kemudian berterima kasih padaku. memasukannya dalam mulut, mengunyahnya hingga sedikit cairan keluar dari sudut bibir tebalnya.

"perlahan saja makannya Tinus, tidak ada yang mau mencuri potongan buah apel milikmu," -ujarku mengelap pelan sudut bibirnya.

ia tersenyum kecil mendengar ucapanku.

"ini enak sekali Tara, apalagi saat aku tau yang mengupas buah ini untukku adalah dirimu," -balas Tinus ke arahku.

aku terkekeh mendengar ucapannya barusan, sesenang itukah dirinya akan kunjunganku?

"apa kau mau berjalan-jalan keluar? biar aku yang mengantarmu," -tawarku.

"apa bisa?," -tanyanya.

"jelas bisa! sebentar aku ambilkan kursi roda. kau duduk disini, biar aku yang mendorongmu. tenang saja aku tidak akan mempermainkanmu," -tanggapku meyakinkan Tinus.

menarik kursi roda dibagian sebelah kanan ranjang. memintanya untuk duduk diatasnya. dan aku, yang akan bertugas mendorong supaya kursi roda dapat berjalan nantinya.



























lima belas menit kami habiskan mengelilingi lorong rumah sakit juga beberapa tempat disini. Tinus meminta untuk menepi sebentar guna berbincang denganku. kami beristirahat ditaman belakang rumah sakit.

"buah apalagi yang kamu mau? apa mau kubantu mengupas jeruk? aku rasa ini baik untuk menambah vitamin," -tawarku pada Tinus.

"iya, aku mau. terima kasih ya," -balasnya ramah.

usai mengupas buah jeruk untuknya, kami berbincang tentang hal-hal kecil supaya tidak canggung.

"Tinus, apa kau mau kubuatkan topi beanie?," -tanyaku.

menatapnya yang tengah memasukkan buah jeruk segar ke dalam mulutnya.

"kau bisa merajut?," -ucapnya bertanya padaku.

"tentu aku bisa! kira-kira kau mau kubuatkan warna apa?," -tanggapku.

"bagaimana dengan warna cokelat?," -ujarnya ke arahku.

"baiklah nanti, aku akan membuatkannya untukmu," -timpalku meyakinkan padanya.

sudah petang rupanya. aku harus segera kembali pulang. masih ada tugas sekolah yang belum selesai ku kerjakan.

usai mengantar kembali Tinus ke dalam kamar rawat inapnya. aku berpamitan pada Ibu Tinus. kemudian, bergegas pulang ke rumah sebelum hari bertukar waktu menjadi malam.

tanpa Tara ketahui, orang tua Tinus. senang atas kunjungannya hari ini. sudah tiga hari setelah, kemoterapi selesai.

Tinus tidak mau makan teratur, atau mengkonsumsi buah-buahan yang telah disediakan. tapi, tidak dengan hari ini ia makan cukup banyak buah. sebagai penambah vitamin bagi tubuh kurusnya.

kehadiran Tara, layaknya pendorong harapan Tinus untuk segera pulih dari sakitnya.

__
tbc,

gone days ( hwangshin )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang