Tiga : Nyata

8 2 0
                                    

"Veronica!" panggil Jerry saat melihat adik satu-satunya keluar dari universitas. Pemuda yaang tengah mengenakan kaos pendek hitam dan celana panjang hitam itu sontak menjadi pusat perhatian perempuan yang ada di sana. Veronica yang melihat itu hanya mencebik, menaikkan tudung mantel dan berjalan mendekati kakaknya.

Jerry meringis saat lengannya menjadi sasaran tinju Veronica, dia menatap penuh tanya pada adiknya yang sudah melengos memasuki mobil.

"Apa?" ketus Veronica saat Jerry hendak bertanya. Jerry mengatupkan mulut, memilih untuk diam dan segera pulang ke rumah. Adiknya sedang di mode singa. Berbahaya jika dia usik. Salah-salah dia akan menjadi korban.

Sementara itu, Veronica mendumal tak karuan dalam hati karena Jerry yang tidak kunjung peka. Dia membuang napas keras, menatap Jerry yang tengah mengemudikan mobil dengan tenang.

"Lihat, laki-laki memang tidak peka!" dumalnya dengan suara lirih. Daripada memusingkan Jerry, Veronica memilih untuk merebahkan dirinya. Baru lima menit dia merebahkan diri, Jerry menghentikan mobil.

"Kau disini dulu," perintah Jerry tegas. Veronica hanya menggumam sebagai balasan. Dia memejamkan mata, memilih untuk tidur supaya bisa meredam emosinya. Tak lama kemudian, Jerry kembali dengan membawa satu kantung belanja.

Jari Jerry menoel lembut bahu adiknya, Veronica membuka matanya sedikit. Dia heran melihat wajah Jerry yang sudah memerah. Belum lagi kantung belanjaan yang disodorkan padanya. "Ambillah."

Veronica menurut, mengambil kantung belanjaan dan melongok isinya. "Pembalut? Kenapa kau membeli barang ini?"

Jerry menggaruk belakang kepalanya dengan telinga yang memerah. "Bukankah kau sedang dalam masa periode?"

"Darimana kau tau?"

"Kalender. Aku selalu menghitung hari periodemu."

Veronica melongo, tidak menyangka laki-laki seperti Jerry melakukan hal-hal seperti itu.

"Jangan marah lagi, ya. Aku janji akan memberikan apapun untuk membantu menaikkan moodmu hari ini."

Alis Veronica terangkat sebelah. Jadi Jerry menganggapnya marah karena sedang periode? Wah, Veronica bertepuk tangan karena ketidakpekaan manusia di hadapannya, yang sialnya adalah kakaknya.

"Kau tau salahmu apa?"

"Karena ... lupa membeli pembalutmu?" tebak Jerry ragu.

Veronica mendengkus, memukul kepala kakaknya kuat-kuat menggunakan tisu. "Dasar tidak peka! Aku marah karena kau menjemputku menggunakan pakaian harammu itu. Dan juga, kenapa kau tidak memakai mantel, huh? Kau mau sakit?"

Tangan Jerry mengusap kepalanya yang menjadi korban keberingasan adiknya. Dia sedikit melongo mendengar alasan Veronica yang marah padanya.

"Pakaian haram? Ini normal."

Sekali lagi, kepala Jerry menjadi landasan pacu tisu di tangan Veronica. "Normal darimananya? Kau sengaja memamerkan bentuk tubuhmu yang tidak terlalu kekar itu, huh? Menjadi santapan mata-mata nakal yang ingin kucolok hingga keluar."

Jerry tertawa, jadi itu yang membuat adiknya merajuk?

Tangan Jerry terulur, menyentuh puncak kepala Veronica dan mengusapnya lembut. "Aku minta maaf. Lain kali tidak akan kuulangi lagi. Sudah, ya. Ayo kita pulang."

Veronica mengangguk, bibir bawahnya maju kedepan, menimbulkan efek gemas bagi Jerry. Jarang-jarang adiknya menunjukkan ekspresi menggemaskan seperti saat ini.

Jerry menoleh saat merasakan ujung bajunya ditarik. Veronica menatapnya dengan tatapan ala anak kucing yang ditinggal induknya. "Jangan pulang dulu. Aku ingin sesuatu."

Takdir NabastalaWhere stories live. Discover now