MENDESIS

87 17 25
                                    

Romeo berlari dari satu sudut ke sudut lainnya. Bingung. Ini rumah boneka atau apa? Kenapa warnanya pink semua? Bosan setelah berkeliling, ia menuruni tangga lantai dua menuju ke ruang tengah. Sebenarnya ia mencari Eros. Tapi entah cwk itu berada di mana. Romeo sudah memutari lantai satu dan dua, namun batang hidungnya masih tidak terlihat.

"Ke mana, sih, dia? Padahal banyak yang mau gue tanyain," gerutu Romeo. Bibirnya mengerucut.

"Tuh, keliatan kalo lo yang malah tertarik sama dia. Nggak ada gue denger lo nuduh-nuduh gue lagi jeruk makan jeruk," komentar Lord tanpa diminta.

Kedua lelaki itu bersama Inge dan Anyeong, duduk melingkar di sofa ruang tengah. Inge menidurkan Anyeong di salah satu sofa, sembari mengajaknya bermain dengan random. Ia bingung karena tidak membawa mainan bayi itu dan hanya mengandalkan suaranya yang pas-pasan untuk menyanyikan lagu anak-anak.

"Ck, ck, ck. Yang ada anak lo malah kena sawan denger suara fals lo."

Siapa lagi yang mencela kalau bukan Lord? Lelaki itu berdecak-decak sembari menilai layaknya juri dalam kontes bernanyi.

Romeo menyimak interaksi keduanya kemudian manggut-manggut. "Oh, berarti beneran lo bukan bokapnya dia, ya?"

"Emang ada miripnya gue sama dia?" tanya Lord sinis mengedikkan dagu ke arah Anyeong.

"Nggak," jawab Romeo tanpa berpikir. "Dia nggemesin, lo ngeselin," katanya sambil terkekeh. Makin bahagia kalau lihat Lord emosi.

Mendadak Inge berhenti bernyanyi. Wajah Anyeong berubah memerah. Bibirnya mengerucut. Kentara sekali ia hendak menangis. 

"Tuh, gue bilang apa! Suara lo emang merusak pendengaran. Anak lo yang belum bisa ngomong aja, udah bisa protes." Lord lagi-lagi cari masalah.

Inge menatapnya dengan wajah polos. "Emang iya suara gue separah itu? Kalo gitu, coba lo yang nyanyi."

Bruuuuh!

Romeo yang hendak menyeruput orange juice dari gelasnya, langsung menyemburkan isinya begitu mendengar ucapan Inge. Beruntung semburannya tidak sedikit pun mengenai Lord.

"Suara gue mahal," jawab Lord asal.

"Hilih, bicit, ilisin saja kau kisanak! Bilang aja lo sadar diri kalo suara lo juga pas-pasan." Romeo melempar bantal sofa dan melemparnya ke arah Lord yang duduk di seberangnya.

Oeeee..oeeee..

Lord yang gesit, berhasil menghindar. Namun karena tangannya sempat menangkis bantal itu, lemparan Romeo berbalik arah. Bantal berbentuk love dengan hiasan pita di tenganya itu, mendarat di muka Anyeong.

"Aduh, gimana, sih? Diminta pada hibur Anyeong, malah dibikin nangis!" Inge yang memiliki pembawaan santai, tak bisa kalem lagi kalau sudah menyangkut putrinya. "Duh, maafin om-om gila ini ya, Nak."

Kretek..

Baru saja berniat menggendong bayinya, terdengar erangan dari dari bibir gadis itu ketika tulang punggungnya bersuara. Pertanda kalau punggungnya lelah. Bukan cuma punggung saja, tapi sebenarnya seluruh badannya terasa keram. Lelah sekali setelah seharian berjalan tanpa tujuan sambil menggendong bayi besar itu. 

"Sini, sini..Main sama akuu.."

Suara riang nan centil itu sudah jelas milik siapa. Eros muncul entah darimana. Cepat sekali begitu saja tahu-tahu sudah di sebelah Inge, mengulurkan tangan untuk menawarkan menggendong Anyeong.

"Cantik...cantik.." Ia mengatakan dengan berjeda, berkali-kali sembari mengedip-ngedip menenangkan bayi perempuan itu. "Heei, nggak boleh bikin mama capek, ya."

LOADING ERRORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang