Ceritanya Ojala

86 25 1
                                    

Kehidupan Jakarta yang terlalu cepat, terlalu sesak dan di penuhi polusi ini tidak cukup cocok untuk Ical yang terbiasa hidup dalam kedamaian Jogjakarta. Setelah menunjukkan tentang bagaimana cara Hesa dapat menuju Kota Tua dengan mudah, Ical segera berangkat kerja. Kali ini ia berangkat seorang diri karena Danis harus menghadiri meeting dengan salah satu client penting.
Sepanjang perjalanannya, Ical hanya duduk termangu sambil memegangi tas ransel yang ia pangku. Tas ransel dengan bercak noda dari cat yang sudah tidak bisa dibersihkan sekeras apapun usaha untuk mencucinya. Ical menganggap bercak-bercak noda itu sebagai sebuah penghargaan untuknya, darinya, atas kerja kerasnya. Menjadi sebuah pembuktian bahwa Ical bekerja keras juga, seperti orang-orang.

Ical berjanji akan bertemu dengan Ojala setelah makan siang di kantor untuk membahas storyboard yang telah Ical selesaikan sampai tadi pagi. Semalaman Ical mengobrol panjang bersama Hesa tentang kehidupan mereka setelah meninggalkan bangku kuliah. Ketika Hesa menganggap hidupnya masih sama menyenangkannya, Ical berpendapat bahwa hidupnya sedikit demi sedikit mengalami perubahan, emosinya sering kali naik turun, Ical tidak setenang biasanya. Terlebih lagi bekerja dengan orang-orang baru, lingkungan baru dengan pola pikir berbeda, mau tidak mau ia harus beradaptasi demi bisa menjalani kehidupan kantornya.

"Diem di dalam bubble sendiri itu memang nyaman cal, tapi yakali ah mau di dalem bubble terus" ucap Hesa menanggapi curahan hati Ical.

"Ya iya.. bubble juga lama-lama bisa pecah" jawab Ical.

Ketika Ical tengah tenggelam dalam pikirannya, jam sudah menunjukkan waktunya makan siang, maka dari itu Ical segera bergegas menuju kafe tempat ia akan bertemu dengan Ojala.
Ketika sampai, Ojala sudah terlihat menunggu dengan dua gelas kopi dan sebuah buku catatan yang selalu ia bawa.

"Ojala, sorry lama ya?" Sapa Ical begitu duduk di hadapan Ojala, alih-alih kesal, Ojala hanya tersenyum lebar.

"Nggak. No need to sorry kok cal" jawab Ojala.

"Ini untuk story boardnya" Ical menyerahkan satu bendel kertas kepada Ojala yang disambut dengan decak kekaguman "kamu bisa ubah kalau memang ada yang nda pas atau gimana, nanti aku benerin lagi"

"Kalau ini aku bawa pulang dulu gimana? I need hours"

"Iya, it's okay. Kabarin aja kalau mau ada perubahan" jawab Ical lalu meminum kopinya yang mulai bercampur dengan air dari es batu yang meleleh mengakibatkan rasanya sedikit berubah. "Di halaman belakang itu ada moodboard untuk warna ilustrasinya, kamu tinggal kasih tau aku apa-apa aja yang harus ditambah, dikurangi atau dirubah"

"Let's take this project slowly cal, jangan merasa terburu-buru ya? Aku santai" ucap Ojala dengan sebuah senyum manis yang terulas di wajahnya. Rambutnya yang ia warnai coklat dipadukan dengan topi beret berwarna hitam membuatnya terlihat sangat manis.

"Okay.. so we're done for today?" Tanya Ical yang dijawab Ojala dengan anggukan.

"Do you need to go back?" Ical menggeleng "then stay with me here for awhile will you?"

Ical mengangguk mengiyakan "okay" senyumnya merekah.

"Cal, aku boleh cerita nggak sama kamu ?" Ical mengangguk mempersilahkan, Ojala menarik napas panjakng sebelum memulai ceritanya "recananya, Menuju Angkasa ini akan menjadi project terakhirku sebelum aku hiatus, atau bahkan tidak akan menulis lagi"

"kenapa?" Ical kage mendengar ucapan Ojala.

"aku sudah menulis 6 buku sejauh ini, Menuju Angkasa akan jadi yang ke-tujuh. Setiap buku menceritakan satu bagian dari diriku di masa lalu, sedangkan Menuju Angkasa akan menceritakan diriku yang sekarang, and it will be over soon"

Karya Icarus | Mark Lee✔Where stories live. Discover now