1

21.2K 1.5K 24
                                    

Gerimis membasahi kota senja ini. Mengingatkan akan kenangan yang manis tapi terasa pahit. Kalea Sasikirana yang biasa disapa Lea menatap nanar gerimis di balik jendela kantornya. Dia tersenyum pahit, menyesap teh hangat yang baru dia buat. Berharap hatinya membaik tapi ternyata sama saja.

Kalea meraih tas dan kunci mobil. Mungkin kemacetan jalanan bisa mengalihkan kenangan. Dengan langkah pelan sesekali menghela napas berat, Kalea keluar ruangan.

Langkahnya terhenti saat namanya dipanggil. Suara yang telah lama coba dia lupakan kini terdengar lagi. Dia menoleh setelah mengeraskan rahang lalu mencoba tersenyum.

"Ya, Pak? Ada yang bisa saya bantu?"

"Apa kabar?"

Senyum Kalea menghilang seketika. Berpura-pura pun butuh tenaga, saat ini Kalea dalam keadaan lelah. Pertanyaan Bintang Mahanta memuakkan baginya. Tanya kabar setelah sekian lama menghilang adalah kejahatan verbal.

Kalea kembali melangkah, mengabaikan Bintang, pria yang 8 tahun lalu menjadi sandarannya bertahun-tahun dan menghilang, membuangnya tanpa kata. Masih bagus Kalea tak menghajar Bintang sampai babak belur dan memilih pergi.

"Maaf."

Langkah Kalea sempat terhenti oleh satu kata itu tapi dia kembali melangkah. Bertekad kuat untuk tak luluh meski hati berontak. Lorong sepi semakin terasa hampa hanya ada suara hentakan kakinya.

****

"Perkenalkan, Bintang Mahanta -direktur pemasaran yang baru. Bintang masih muda tapi pengalamannya luar biasa. Sebelumnya dia bekerja di luar negeri. Kembali demi membantu saya di sini."

"Terima kasih atas sanjungannya. Semoga saya bisa memajukan Mahanta."

"Saya yakin Bintang bisa memajukan produk kita. Applause untuk Bintang Mahanta."

Semua tepuk tangan meriah kecuali Kalea yang membatu kaku. Bertahun-tahun menghilang lalu dipertemukan dengan momen seperti ini. Kalea tak siap. Kekagetan Kalea bertubi-tubi. Benarkah mereka benar-benar pernah berhubungan dahulu? Bagaimana bisa berpacaran bertahun-tahun Kalea baru tahu Bintang adalah anak pemilik PT. Mahanta.

Lamunan Kalea memudar ketika suara klakson terdengar. Kemacetan jalanan ternyata justru memberinya waktu untuk mengingat hal yang seharusnya tak perlu diingat. Kalea membuang napas keras, setengah berteriak. Ingin meloloskan beban hatinya yang mengganjal.

Dia masih tak habis pikir ternyata selama ini dia bekerja di perusahaan milik pria yang paling dia benci di dunia. Dulu dia bekerja di sini karena PT. Mahanta memberinya kesempatan dan gaji yang lumayan tinggi. Meski namanya selalu mengingatkan pada pria yang dia benci, Kalea tetap bertahan demi kehidupannya.

Kini dia bingung. Pergi atau tetap bertahan dengan hati yang masih memeluk nama Bintang. Orang yang tak boleh lagi digapai atau diharapkan.

Kalea memasang earpods saat ada panggilan masuk dan menampilkan nama Raisa.

"Halo."

"Lo di mana?"

"Di jalan pulang."

"Buruan lo ke sini. Gue tunggu di tempat biasa."

"Ngapain?"

"Gue punya kabar soal Bintang."

"Gue nggak mau denger kabarnya."

"Lo yakin nggak mau denger?"

"Yakin."

"Bintang kemarin ngontak Wili. Ini ada Wili di sini, buruan lo ke sini."

Kalea dalam Dekapan BintangWhere stories live. Discover now