30

6.1K 643 24
                                    

Meski aku buat halus, part ini tetap 17+
Tapi aku sudah bikin kategori cerita ini mature sejak awal ya. Semoga kalian suka.

*****

Kaili akhirnya kembali kuliah setelah memberontak beberapa lama. Serena memeluk kedua putranya yang ikut mengantarkan kepergian adik perempuan satu-satunya. Dia senang melihat keduanya bisa berdiri di depannya tanpa wajah tegang.

"Ma, kenapa masih nangis? Dilihat banyak orang. Aku harus cepat kembali ke kantor." Owen berusaha melepas pelukan mamanya tapi mamanya justru menangis semakin kencang.

Tangisan sedih ditinggal Kaili dan tagisan senang, terharu bisa memeluk kedua putranya bersamaan.

"Kamu ini bisa nggak sih sebentar aja jangan mikirin kantor terus?" Serena menepuk lengan Owen. "Mama nggak mau tahu, malam Minggu besok makan malam di rumah kamu harus sudah bawa pasangan! Kamu juga bawa Kalea ke rumah sekaian keluarganya."

"Ma..." keduanya kompak memasang wajah keberatan.

"Kenapa?"

"Nyari pasangan nggak semudah beli mobil, Ma," ucap Owen.

"Ngundang orang tua Kalea juga nggak secepat dan semudah itu, Ma." Kali ini Bintang ikut protes.

"Mama tahu kalian hebat dan serba bisa. Pasti kalian bisa! Semangat!" seru Serena lalu mengusap air mata di pipinya, memakai kaca mata hitamnya, dan melangkah pergi meninggalkan Bintng dan Owen yang terpaku heran.

Bintang melirik Owen dan keduanya menghela napas berat.

"Hubunganku dan Kalea saja masih belum jelas bagaimana bisa aku mengundang keluarganya"

"Belum jelas tapi sudah punya. Sedangkan aku? Apa iya aku harus bawa Intan?"

"Bukan ide yang buruk. Sudah lama kan kalian kenal?"

"Ck, yang benar saja. Dia satu-satunya karyawan yang berani membantahku." Owen menggelengkan kepala. Sekertarisnya itu suka sekali kabur jika disuruh lembur. Sangat tidak cocok dengannya.

"Berarti kalian cocok."

"Sangat tidak cocok!"

"Dia sudah bersamamu bertahun-tahun dan kamu nggak pernah memecatnya," ucap Bintang.

Owen mengubah arah mata yang berarti tengah berpikir. "Karena hanya dia yang mau bertahan."

Bintang mengangguk-angguk. "Pasti dia sangat membutuhkan pekerjaan ini," ucap Bintang pelan memancing Owen.

"Maksudmu apa?"

"Mau bertahan denganmu pasti dia sangat butuh pekerjaan ini, bukan?" Bintang mengulang perkataannya dan terkekeh pelan. Dia menepuk bahu Owen. "Jangan terlalu kejam padanya. Semua orang tahu bagaimana ritme kerjamu. Sesekali perhatikan anak buahmu."

Owen berdecak. "Dia pasti senang karena aku tetap menjadikannya sekretarisku."

"Kurasa dia sebenarnya tertekan."

"Berhentilah bicara!" Owen kesal dengan arah pembicaraan ini. Dia meninggalkan Bintang lebih dulu.

***

Apartemen Bintang tak seperti biasanya. Ada sosok wanita yang duduk manis di sofanya. Bintang tersenyum tipis saat membawakan minuman dingin untuk Kalea.

"Santai saja," ucap Bintang yang melihat gerak-gerik Kalea.

Kalea mengangguk kaku. Bagaimana bisa santai jika berada di apartemen laki-laki? Jantungnya bahkan berdetak lebih cepat.

"Apa kamu berdebar?" tanya Bintang, meledek. Duduk tepat di sebelah Kalea hingga perempuan itu membuat jarak.

"Kalau nggak berdebar, mati," jawab Kalea dengan bibir bergetar. Dia semakin gugup.

Bintang semakin mendekat hingga hidung mereka menempel. "Kurasa makan malam kali ini lebih enak," ucapnya serak.

Kalea memejamkan matanya tapi tak ada tanda-tanda Bintang menciumnya. Dia pun membuka mata dan melihat Bintang tersenyum lebar menatapnya. Seketika wajah Kalea merah padam.

"Kemarilah!" Bintang membawa Kalea ke balkon apartemennya. Di sana sudah ada meja dengan nuansa romantis. Lilin-lilin dan bunga yang cantik menghiasi.

"Dulu aku belum mampu memberikan makan malam romantis seperti ini. Makan malam yang kamu impikan. Lilin dan bunga-bunga. Kamu menyukainya?"

Mata Kalea merebak berkaca-kaca. Hal yang sering dia irikan kini dia alami. Makan malam yang sudah biasa di mata orang lain tapi jadi hal luar biasa untuknya. Dia menggigit bibir menahan tangis.

Kalea merasakan pelukan Bintang, air matanya pun lolos begitu saja. Ini kah akhir kisah cintanya yang berliku? Dia tak bisa menahan diri lagi, Bintang adalah sosok yang selalu dia cinta dan rindukan. Meski dia berupaya melupakan dan merelakan, nyatanya hatinya terlalu lemah.

Kecupan singkat mendarat di bibir Kalea, mata mereka saling menatap, lalu ciuman dalam terus terulang. Tak ada yang ingin mengakhiri. Saling merasakan hangatnya ciuman penuh hasrat cinta dan kerinduan.

Lilin-lilin padam menyisakan kosong dan dingin. Dua sejoli penuh hasrat sudah tak lagi menikmati makan malam romantis. Tak mampu menahan godaan panas yang meletup di dalam diri.

Bintang mulai melepas dasi dan kancing kemejanya yang terasa sesak di tubuhnya yang membara. Kini mereka saling merasakan sentuhan di kulit masing-masing. Kecupan demi kecupan mendarat di kulit mulus Kalea menimbulkan kenikmatan yang tak pernah dia rasakan. Malam ini jadi malam hangat yang tak terlupakan.

***

Bangun dengan rasa malu kembali Kalea rasakan. Kali ini bahkan dia ingin menghilang. Dia melihat dirinya hanya mengenakan kemeja Bintang. Kalea menggigit bibirnya mengingat kejadian semalam. Sekujur tubuhnya kembali terasa panas.

Dia menatap wajah Bintang yang terlelap di hadapannya. Tetap tampan meski dengan kulit berminyak. Kalea terbelalak kaget kala Bintang tiba-tiba menyapanya dengan mata tertutup.

"Morning."

"Sejak kapan kamu sudah bangun?" tanya Kalea malu-malu.

"Sejak kamu menatapku sampai rasanya aku ingin mengurungmu seharian," jawab Bintang, meledek Kalea.

"Kamu sangat menggemaskan saat tersipu." Bintang mengecup bibir Kalea. "Sebenarnya aku ingin seharian di sini bersamamu. Tapi aku ingat ada meeting pagi hari ini."

"Astaga! Jam berapa sekarang?" Kalea panik mencari jam. Dia bernapas lega saat melihat jam masih menunjukkan pukul 6 pagi.

"Kamu mandilah dulu. Aku siapkan sarapan."

Kalea mengangguk kaku. Dia malu tak berani bangun. Dia menunggu sampai Bintang keluar kamar barulah dia masuk ke kamar mandi. Dia menatap dirinya di cermin. Senyum malu-malu terlihat di sana. Apalagi yang sedang Kalea pikirkan selain kejadian semalam. Dia merasa mulai gila sekarang ini.

***

Meski sudah mempersiapkan diri untuk tetap tenang, nyatanya Kalea tetap berdebar kencang hanya dengan duduk bersama menikmati sarapan roti tawar dan teh hangat. Apalagi saat melihat bibir Bintang yang menggigit roti tawar dan menyisakan coklat di sudut bibir.

"Kenapa?" tanya Bintang.

Kalea menunjuk sudut bibirnya. Tapi Bintang justru mendekatkan wajah. "Tolong bersihkan!"

Kalea mengambil tisu tapi Bintang menggelengkan kepala. "Kenapa?" tanya Kalea.

Bintang tak menjawab, dia malah mencium bibir Kalea berulang kali hingga nyaris kehabisan napas. Bersama Kalea hanya berdua membuatnya seperti binatang. Sulit sekali mengontrol diri.

"Sepertinya kita harus bergegas ke kantor," ucap Bintang dan langsung disetujui Kalea. Kancing atas kemeja Bintang sudah terlepas dan cepolan rambutnya sudah terlepas. Dia tak mau telat berangkat ke kantor hari ini.

***

Please vote dan komentarnya yaa ^^
Thank you ☺️

Kalea dalam Dekapan BintangWhere stories live. Discover now