Jangan Percaya Padaku, Jauza. (1)

2 0 0
                                    

Sejuk angin menemani kami, semilir kadang kencang. Suasana seperti ini sangat nyaman, rasanya ingin terus bersama Jauza di warteg kecil ini. Makanan yang sangat enak pun juga sudah kuhabiskan dilima belas menit awal tadi. Apalagi Jauza, hanya lima menit tandas semua.

Hampir tiga jam aku melekatkan pantatku dikursi ini. Mulutnya terus mengoceh tiada henti, namun tak juga membosankan. Aku sangat suka mendengarkan Jauza bercerita akan segala hal, terutama ketika Ia membahas sesuatu yang belum aku mengerti. Topik pembicaraannya tak pernah mati.

Selepas Jauza menceritakan semua isi kepalanya, Ia menghembuskan nafas panjang, sangat panjang. Lalu, Ia menghabiskan es tehnya untuk membasahi tenggorokannya yang sudah kerontang.

Aku merasa menjadi manusia ketika Uca menumpahkan semua ceritanya padaku, merasa berarti dihidupnya. Namun, permasalahannya ada diaku. Aku yang masih kehilangan diri sendiri. Bahkan, aku belum bisa percaya kembali dengan diriku.

"Uca, mengapa begitu banyak kau bercerita kepadaku? Apa kau tidak takut?"

"Karena aku percaya kepadamu, Ri."

"Bagaimana bisa kau percaya penuh kepadaku? Sedangkan aku tak bisa mempercayai diri sendiri sepenuh itu."

"Hmm... Entahlah... Mungkin karena kau yang sangat baik?"

"Jauza, berbuat baik itu kewajiban setiap manusia. Namun berbuat jahat itu pilihan, bukankah hidup ini merupakan sebuah pilihan?"

"Lalu, kau akan berbuat jahat padaku, Ri?"

Akupun menaruh telapak tanganku pada punggung tangan Uca sambil mengusapnya, "tak ada yang tau untuk kedepannya, Jauza. Namun yang pasti, jangan sepenuhnya percaya pada manusia. Manusia sarangnya resah, Ca, sangat berpotensi untuk bertindak jahat."

"Lantas, bagaimana jika ternyata aku yang menyakitimu, Rini?"

'Itu pasti, Ca! Bahkan saat ini kau sedang menyakitiku dengan keabu-abuan ini.'

"Silahkan saja. Aku juga punya pilihan, Ca, memilih bertahan atau meninggalkanmu. Dan satu yang pasti, ketika aku memilih untuk meninggalkanmu maka saat itu juga aku tidak akan lagi percaya padamu, Ca."

"Rini! Kau bilang padaku jangan sepenuhnya percaya pada manusia. Lalu, ucapan terakhirmu itu apa?!"

"Jauza, bukankah hidup ini merupakan sebuah pilihan?"

"Ayo, pulang!" Imbuhku. Akupun menarik tanganku, memasukkan dompetku kedalam tas. Kemudian berdiri merapikan diri dan Jauza mengikutinya. Kami keluar dari warteg menuju mobil.

MEI 28, 2021.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bagaimana Akhirnya? (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang