To You, For A Thousand Years

164 43 16
                                    

Altan tahu.

Hanya saja, ia tidak diizinkan memberitahuku oleh Atasan. Jadi, selama ini dia menjadi Roh Pendampingku dengan pengetahuan penuh soal keberadaan ayahku. Aku merasa benar-benar dikhianati.

Semuanya jadi masuk akal, aku mengerti kenapa ayah mampu membuat semua benda bicara. Dia adalah Roh Pendamping, ia bisa menyentuh roh-roh yang menghuni benda-benda atau membuat roh lain merasukinya agar bisa bicara.

Pun, aku baru menyadari rambut Altan yang menyerupai rambut ayahku. 

Kata Altan, ayahku sekarang dihukum seribu tahun di Neraka karena jatuh cinta dengan manusia dan melakukan hal di luar penugasannya.

"Bawa aku lihat ayah," pintaku.

"Tidak bisa, Neraka bukan tempat untuk –"

"BAWA AKU TEMUI AYAH!" aku menyela penuh murka.

Jeritanku membuat nyali Altan menciut. Perjalanan kami ke Neraka langsung dimulai.

Dalam bayanganku Neraka adalah segala yang terbakar di bawah tanah, dosa-dosa kita akan dihitung malaikat berpakaian serba hitam yang membawa kapak, kemudian kita akan diberi azab yang sesuai.

Neraka yang kudatangi adalah sebuah hutan lebat nan gelap, bertanah tandus yang penuh dengan bebatuan tajam. Penjagaannya memang ketat, terkesan kaku, tetapi ada gubuk-gubuk di bawah pepohonan yang bisa dipakai untuk duduk-duduk.

Altan bicara dengan seorang penjaga bersenjatakan tombak, lalu si penjaga pergi dan kembali dengan seseorang.

Aku melihat rambutnya. Rambut perak, dia ayahku.

Tubuhnya menjelma jadi figur ringkih, namun tidak ada luka. Entah kenapa, aku berasumsi bahwa dia sudah terluka hanya saja kulitnya ditumbuhkan kembali agar bisa melanjutkan hukumannya.

"Astaga, kenapa kamu di sini? Kamu terlalu muda untuk –"

Tanpa pikir panjang aku menghambur ke pelukannya. Altan bergerak mundur, sedangkan si penjaga undur diri.

"Oh, Hall." Ayah menangkup wajahku dengan tangan. Saat itu kusadari terdapat gelang besi di kedua pergelangannya. "Mariam bersama siapa sekarang?"

"Mereka sudah tahu." Altan angkat suara dari belakang.

Ayah menatapku dengan mata nanar. Aku tidak buang-buang waktu dan membeberkan semuanya. Pada akhirnya ayah memelukku lebih erat dan berkali-kali minta maaf.

"Kenapa ayah tidak melawan? Kenapa menurut?" aku sesengukan.

"Mereka mengancam akan membawamu, Mariam dan ibumu ke Neraka kalau ayah bersikeras tinggal bersama kalian."

Kupikir ayah mengkhianati kami semua, aku salah besar. Selama ini asumsiku selalu salah.

Sepanjang hubungannya dengan ibu, ayah berbahagia. Ibu pun tahu bahwa suatu hari ayah akan pergi, karena itu ia tumbuh jadi seseorang yang penuh amarah. Ibu tidak pernah membenci ayah, ia hanya benci pada fakta bahwa ia sudah pasti akan kehilangan ayah.

"Dan dia tidak benci kalian sama sekali," kata ayah.

Kami tidak mengingatkannya pada segala yang telah direnggut darinya, aku lega mengetahui itu.

"Aku hampir... turun menemui Mariam tadi," ujarku lirih. "Dia... sendirian sekarang."

"Jangan, ayah tidak sanggup melihatmu di sini. Biar aku saja yang di sini."

Aku harap, kami berdua bisa melihat Mariam sekarang, tetapi Altan melarang. Ayah tidak bisa keluar dari hutan ini, maka aku berjanji akan mengawasi Mariam dan mengabarinya dari waktu ke waktu.

"Maaf, karena aku, kamu mati." Ayah membelai rambutku.

Aku menggeleng. "Bukan karena ayah. Itu kecelakaan."

"Karena kamu cari uang ekstra untuk menemukanku. Maaf, ayah tidak pernah jujur pada kalian."

Kami terlalu muda untuk itu, kami akan kesulitan percaya ayah adalah roh yang akhirnya dikutuk.

"Jangan benci ibumu," pinta ayah. "Bukan salahnya. Ini salahku."

"Berhenti menyalahkan diri sendiri, Wikan," sela Altan dalam nada jengkel.

Ayah mendongak pada Altan. "Terima kasih sudah menjaga Hall, Altan."

Altan hanya mengangguk. Ayah tersuruk-suruk menghampirinya. "Kau bisa bantu urus Mariam juga?"

Sesaat Altan bergeming, ia ragu untuk menanggapi.

"Mariam sendirian sekarang, Altan. Tolong, bantu dia." Aku ikut merajuk.

"Yah, yah, kurasa ada yang bisa kulakukan khusus buat Mariam dan istrimu." Altan akhirnya takluk di depan ayah.

Penjaga kembali ke tempat kami, ia berdehem lalu mengetukkan telunjuk ke pergelangan tangan, memberi tanda waktu sudah habis.

Sebelum ayahku dibawa pergi, kupeluk dia erat-erat. "Apa ayah menyesal?"

"Aku melindungi orang yang memang seharusnya kulindungi. Aku tidak menyesal." Ayah menggeleng dengan mantap, ia mengecup puncak kepalaku. "Untuk kalian... seribu tahun Neraka rela aku tanggung."

Hanya ada sedikit rasa lega setelah mengetahui semua ini. Kulihat ayah dibawa pergi, langkahnya tertatih-tatih mengikuti penjaga yang menjemput. Aku tidak bisa membayangkan apa yang ayah lalui di Neraka dan Altan tidak menjelaskan juga, mungkin itu lebih baik.

Raut wajah Altan penuh rasa canggung, tapi dia tidak merasa bersalah. Malah, ia membawaku kembali ke kolam untuk mengawasi Mariam.

Kali ini, kulihat Mariam duduk bersama ibu di ruang tamu. Kulihat mata ibu memerah, tanda usai menangis, aku yakin Mariam sudah mengungkap temuannya.

"Kenapa ibu nggak bilang pada kami sejak awal?" Mariam bertanya dengan sendu.

"Karena aku tidak mau kalian menanggung rasa sedih seperti yang aku punya," balas ibu.

Ada hal lain di dalam rumahku sekarang, bukan lagi aroma alkohol. Melainkan pengampunan, permintaan maaf dan kepulihan yang tumbuh pelan-pelan di balik aroma minuman keras.

Rahasia yang disembunyikan atas nama melindungi kami lebih menyakitkan daripada tangis tajam yang muncul setelah kebenaran diungkap, memang kebenaran itu pedih tapi lebih baik daripada diam-diam menderita dan membuat satu sama lain luka.

Kulihat Mariam menggenggam tangan ibu kala menangis di sofa. Betapa aku berharap, aku ada di sana untuk memeluk mereka. Sayangnya, sudah tidak bisa lagi, maka aku berdo'a dalam hati untuk mereka, merapalkan nama mereka dalam-dalam, sepenuh hati.

Do'a disambut. Sayup-sayup kudengar mereka menyebut namaku di rumah. Namaku yang begitu pendek, tapi diucapkan dalam kerinduan.

Altan menepuk bahuku, memberi isyarat waktu sudah habis.

Sebelum aku pergi, kuperhatikan keluarga kecilku di Bumi. Dalam hati, aku berjanji, akan melindungi dari sini, apapun yang diperlukan akan kulakukan.

Untuk mereka, selama yang diperlukan. 

T A M A T 

To You, For A Thousand YearsWhere stories live. Discover now