Obat Untuk Si Terluka

1.3K 432 39
                                    

How's your day?
Jangan lupa vote dan comment ya

000

Sedari tadi, Ajun berdiam diri di kamar memikirkan Jafar dan Sahara. Sudah tiga hari semenjak kejadian hari itu terlewat, Jafar jadi enggan main dengan mereka bertiga sehabis pulang sekolah karena ia selalu pulang cepat untuk pergi ke rumah sakit. Dari kabar yang Jafar kirim, Sahara belum juga membuka matanya.

Ajun, khawatir. Ajun khawatir dengan kesehatan Jafar dan juga Sahara. Berkali kali Ajun menghela nafas karena bosan, hari ini libur sekolah, Yudis tidak bisa diajak bermain karena di haruskan belajar dan Ben tidak ada kabar. Karena bosan, Ajun beranjak dari duduk nya. Dia berjalan keluar kamar menuju dapur, betapa terkejut nya Ajun saat melihat meja makan penuh dengan makanan rumah yang terlihat baru saja di masak.

Tunggu, penghuni rumah ini hanya ada lelaki, dirinya dan Ayah nya. Keduanya tidak ada yang bisa memasak makanan yang terlalu rumit bahan serta tata cara memasak nya. Kaki Ajun perlahan mendekati meja makan, ia mengambil sendok lalu mencoba mencicipi sop ayam yang bau nya sangat menggoda.

Satu suapan masuk ke dalam mulut Ajun. Beberapa saat Ajun terdiam kaku, rasanya enak sekali. Tapi kenapa rasanya Ajun seperti memiliki sosok Mama didalam rumah ini? Dia tidak mungkin datang ke rumah sederhana ini. Dengan mata yang berkaca kaca, Ajun tersenyum merasakan betapa lezat nya sop ayam ini. Sehabis ini, Ajun harus bertanya kepada Ayah nya dimana dia membeli seluruh makanan lezat ini. Jika Ajun ada uang, Ajun juga akan membelikan semua makanan ini untuk Ayah nanti.

"Ajun,"panggil Ayah Ajun.

" Beli dimana Yah? Enak banget nih,"tanya Ajun tak ingin menatap wajah Ayahnya sebelum mata Ajun yang berkaca kaca kembali normal.

" ayah enggak beli,"

Tubuh Junkyu terdiam sebentar lalu menatap Ayahnya yang sedang berdiri menatap Ajun dengan tatapan yang sukar di jelaskan.

" Kamu suka?" tanya Ayah Sendra.

"hm," jawab Ajun gugup.

Lalu terdengar helaan nafas dari Ayah Sendra, Ajun masih berpikiran positif. Berpikir jika Ayah nya belajar memasak tapi semua dugaan nya terpatahkan saat seorang wanita datang dari ruang tamu. Wanita itu tersenyum gugup kepada Ajun.

"kenapa ada dia disini?"tanya Ajun menaruh sendok nya di piring yang ia ambil untuk makan tadinya.

" Ajun, dengerin Ayah dulu-"

" dia yang masak semua ini Yah? Kenapa Ayah biarin dia masuk ke rumah ini?"

Terlihat Fanya menunduk entah merasa takut atau sedih melihat sikap Ajun. Mungkin, kepergian nya meninggalkan Ajun adalah salah satu keputusan terburuk yang pernah Fanya lakukan. Fanya tidak berbohong jika Fanya di hantui rasa bersalah serta rindu kepada putra nya yang hidup tanpa sosok seorang ibu. Kini, ia di perbolehkan oleh suami nya untuk mendekatkan diri ke Ajun walaupun Fanya tahu Ajun sangat membenci nya.

"Ajun, dia tetap Mama kamu."

"Mama macam apa yang tega ninggalin Ajun, Yah?"

Mama macam apa,

Mata Ajun sudah berkaca kaca, ia tidak bisa tidak menangis jika membahas salah satu hal paling sensitif dalam hidup nya. Tangan Ajun terkepal kuat, jika tidak ada Ayah, lebih baik Ajun masuk ke dalam kamar. Sayangnya, Ajun masih menghormati Ayah Sendra sebagai Ayah yang selalu merawat Ajun dengan tulus.

"Ma-Tante minta maaf, saya tahu saya salah,"

"Minta maaf enggak akan pernah cukup buat gantiin rasa sakit hati saya."

"Ajuna, Ayah mau kita obrolin semua ini baik baik. Ayah akan ceritakan hal yang kamu belum tahu."

Karena perintah Ayah, Ajun akhirnya mengiyakan. Mereka bertiga berjalan ke ruang tamu, ketiga nya duduk di sofa yang berbeda tanpa alasan. Ajun masih sibuk menahan tangis dan marah nya. Fanya sedang menyeka air mata yang terus mengalir di wajah nya. Sedangkan, Ayah Sendra masih menatap kedua orang yang memiliki hubungan ibu dan anak tersebut sendu.

"Dulu, Ayah menghamili mama kamu tanpa persetujuan."

Satu kalimat yang terlontar dari mulut Sendra mengambil alih fokus Ajun,

" Saat itu Ayah mabuk dan Mama kamu yang belum sepenuhnya mabuk mengantarkan ayah ke apartemen milik kakek dulu."

Sejenak Ayah Sendra berhenti berbicara untuk melihat respon Ajun, ternyata tidak ada respon khusus dari Ajun. Lelaki itu tetap terdiam tanpa terlihat ingin berbicara satu katapun.

" Memang, Ayah cinta sama Mama dan saat itu Ayah salah. Dan Mama, saat itu mencintai lelaki lain. Kejadian malam itu membuat Ayah menikahi Mama yang sedang mengandung, Mama meninggalkan semua impian yang sudah Mama kamu rencanakan bahkan sebelum bertemu dengan Ayah untuk menikah."

"Dia tetep pergi."

" Ajun, Ayah yang membiarkan Mama kamu pergi. Sometimes, if we are in love with someone, let her go if she's not happy with us. Dari pada Ayah mengurung mama kamu dalam kesedihan dibalik ikatan pernikahan."

" Mama juga salah Ajun, Mama terlalu meninggikan ego untuk mencapai cita cita sampai mama enggak mau bertemu dengan kamu karena takut kontrak mama di batalin dan semua usaha Mama gagal."

Beberapa menit keheningan terjadi, Ajun sedang bertengkar dengan seluruh emosi dalam diri nya. Ajun bingung harus berbuat apa, di satu sisi Ajun lega telah mengetahui rahasia yang selama ini di sembunyikan oleh keduanya tapi di satu sisi lain nya diri Ajun di penuhi oleh marah serta kecewa. Semuanya emosi ini bercampur menjadi satu hingga membuat sesuatu emosi abstrak yang sukar di jabarkan dalam diri Ajun. Ajun menangis, tapi dia tidak tahu dia menangis karena apa.

Sebuah sentuhan yang tak pernah Ajun rasakan membuat tubuh Ajun sedikit tersentak. Fanya tiba tiba memegang telapak tangan nya, dia menatap Ajun penuh harap dengan wajah yang juga sudah di penuhi oleh air mata.

"Mama minta maaf, Ajuna, Mama minta maaf sudah menyakiti perasaan kamu. Mama janji, Mama enggak akan ninggalin kamu lagi."

" Ajun, kita berdua salah. Ayah sama Mama minta maaf."

Tangis Ajun semakin menjadi kala kedua orang itu meminta maaf kepadanya. Sejujurnya, kata maaf ini yang selama bertahun tahun Ajun tunggu dari Mama nya. Sebuah sentuhan asing diikuti dengan rasa yang sangat asing kembali Ajun rasakan saat Fanya memeluk dirinya dan mengusap lembut punggung Ajun untuk menenangkan Ajun. Netra Ajun sedikit melebar lalu membalas pelukan Fanya. Entah, Ajun tidak pernah perasaan ini. Nyaman dan di sayang. Ajun dulu suka berandai andai bersama ketiga teman nya bagaimana rasanya pelukan dari seorang ibu, Ben menjawab hangat dan nyaman. Yudis dan Jafar menjawab tidak tahu karena mereka berdua tidak pernah di peluk oleh ibu nya.

Ternyata rasanya memang senyaman ini. Apa ini akan akhir dari segala luka yang Ajun punya? Ajun sendiri belum memastikan jawaban dari pertanyaan tersebut. Tapi, Ajun tidak ingin kehilangan pelukan senyaman ini lagi. Ajun ingin terus mendapat pelukan dari sosok ibu yang berbelas belas tahun pergi tanpa meninggalkan sepenggal kata perpisahan untuk Ajun.

Tbc

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Tbc.
Happy ending atau sad nih?

JANGGALA -[ₜᵣₑₐₛᵤᵣₑ'ₛ ₀₀ ₛq]-Место, где живут истории. Откройте их для себя