•Dinner•

431 55 16
                                    

•Happy reading•

***

"Astaga, mama!" wanita tersebut tersenyum lebar saat melihat tatapan jengah putra bungsunya itu.

Gun tak habis pikir, mereka datang ke pusat perbelanjaan hanya untuk membeli beberapa bahan serta perabotan, tapi dengan alasan berkeliling sebentar Ny. Phunsawat malah memenuhi tangannya dengan shopping bag.

"Hari ini ada banyak produk promo, sayang. Jadi mama tidak mau ketinggalan!" ujarnya terlihat sangat senang sambil menunjukkan rentetan shopping bag di tangannya.

"Jadi sekarang yang bawa ini semua aku sendiri?" Ny. Phunsawat mengangguk tersenyum.

"Tentu!" kedua tangan wanita itu menangkup pipi berisi putranya dan menatap Gun serius.

"Kamu harus belajar menjadi istri yang mandiri untuk calon-calon suamimu, mengerti." mata Gun membola kaget, sedangkan pipinya sudah terlihat memerah seperti tomat.

"Mama ngomong apa sih?" Gun melepaskan tangkupan tangan sang mama.

"A-ayo sekarang kita pulang." Gun buru-buru berjalan meninggalkan Ny. Phunsawat yang asik tertawa mengejek dirinya.

***

"Sudah dua tahun berlalu, tapi kenapa rasanya masih belum rela?" Off menatap sendu kedua nisan yang berada di depannya.

Rindu memang berat, tapi tidak seberat melepas.

Terkadang Off ingin sekali memutar kembali waktu, ia merasa sangat bersalah terhadap kedua orang tuanya. Andai saja ia bisa lebih meluangkan waktu untuk keduanya mungkin rasanya tidak akan sekosong ini. Sembilan tahun terasa singkat, Off begitu fokus dengan dunianya, bekerja begitu keras sampai tidak bisa memberikan waktu luangnya kepada siapapun.

Semua itu berubah ketika ia yang saat itu tengah bersama Khai pulang terlalu larut. Off tak memikirkan hal lain selain menenggelamkan dirinya didalam selimut tebal lalu bermimpi seindah mungkin.

Namun sepertinya dunia ingin membanting Off hingga pria itu tersadar jika waktu adalah salah satu hal terpenting yang harusnya bisa ia bagi.

Dihari itu, tepat di depan matanya ia melihat sang ayang telah terbaring tak bernyawa dengan darah yang bercucuran di kepalanya, pria paruh baya itu terjatuh dari anak tangga saat hendak menelepon ambulans untuk menolong istrinya yang sudah sekarat akibat serangan jantung mendadak.

Setetes air mata luruh. Off masih belum bisa berdamai dengan rasa bersalahnya. Ia hanya ingin diberi waktu untuk meminta maaf kepada kedua orang tuanya.

"Bunda lihat putra kesayanganmu ini menangis. Ck dia memang bocah cengeng." ledek Khai, Off memukul gemas belakang kepala kembarannya tersebut. Dasar perusak suasana.

"Aku sangat merindukan mereka. Hhh... Apa aku terlihat berlebihan?"

"Itu wajar saja, kau kan anak bunda." Off menatapnya sinis.

"Intropeksi diri, tukang pengadu.. Dasar anak ayah." balas Off. Khai mengedikkan bahu acuh.

"Jangan terlalu larut dalam rasa bersalah mu itu. Setidaknya dalam hal ini kau bisa belajar untuk membagi waktumu. Karena entah esok, lusa, atau kapanpun itu kau harus siap untuk kehilangan kesempatan." ucapnya.

Off menoleh kearah Khai, hatinya terenyuh ketika mendengar deretan kalimat yang keluar dari bibir kembarannya itu.

"Khai."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 10, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My two handsome husbands[OffxKhaixGun]Where stories live. Discover now