Prolog

13 5 10
                                    

Mencintai dan dicintai adalah satu dari sekian banyak hal yang Dirga inginkan. Mungkin bagi sebagian besar orang hal itu sedikit terlambat untuknya yang saat ini sedang mengerjakan tugas akhir atau skripsi.

Untuk Dirga yang cenderung polos, bisa merasakan percikan api asmara merupakan suatu keajaiban yang nyata. Tepatnya sejak ia bertemu malaikat cantik berwujud manusia, yang entah kenapa saat mata bulat berwarna gelap miliknya menatap tegas ke arah Dirga mampu membuat jantungnya berdisko saat itu juga.

Menghantarkan sengatan rasa panas ke tubuh, menghangatkan hati, dan mencipta semburat merah pada wajah. Suatu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Sayang seribu sayang, harapan Dirga  untuk mendapatkan hati sang gadis harus pupus. Lihatlah pemuda yang baru patah hati itu, bermalas-malasan tidur di lantai dengan kaki naik ke atas tempat tidur. Tangannya sibuk melihat isi galeri pada ponsel yang kebanyakan berisi foto sang gadis.

Saat menemukan foto yang bagus, sesekali dirinya akan berhenti lalu mengusap-usap foto itu, atau menciuminya seakan-akan gadis itu nyata.

Malang sekali nasibmu, Nak. Hidupmu diperdaya oleh cinta.

Melihat keadaan Dirga, membuat Bayu geleng kepala saja dibuatnya. Antara miris atau ingin menangis saking kesalnya.

"Sampai kapan kamu meratapi nasib,huh?" tanya Bayu seraya mengambil posisi duduk di samping Dirga dengan punggung menyender pada ranjang tempat tidur.

Melirik sekilas dan kembali asyik dengan ponselnya, Dirga menjawab malas, "Apaan, sih, Bay. Siapa juga yang meratap."

Mengelak terus. Kesal juga si Bayu lama-lama melihat tingkah kekanakan Dirga. Ganteng, sih, ganteng. Tapi, kelakuan tidak jauh berbeda dengan remaja labil.

"Kamulah, siapa lagi? Baru juga ditolak sekali udah serasa buaya keselek cicak," cibirnya. "Cemen kamu, Ga."

Kaya-kata Bayu seakan mencubit sisi hati Dirga yang lembut. Tidak lagi memainkan ponsel, kini Dirga memilih duduk dan fokus sepenuhnya pada Bayu.

"Ya ... terus gimana, dong, Bay?"

"Apanya yang gimana?"

"Itu ...."

"Itu apa? Yang jelas kalo ngomong, jangan kayak perawan lagi datang bulan, dong."

Kurang asam si Bayu kalau ngomong. Mulutnya itu lho, tak jauh beda dengan bon cabe level sepuluh. Pedas.
Untung Dirga sudah berteman dengannya dari orok. Coba orang lain yang dengar, bisa terkencing-kencing mereka mendengar kata-kata Bayu yang tidak pakai saringan itu.

"Itu mulut tolong dikondisikan dikit napa. Gatal, dengernya."

"Cih, ngomong sama orang lemot macam kamu emang kudu begitu," lagi-lagi hanya kalimat sindiran yang Dirga terima.

Ingin balas mengumpat, tapi Dirga takut menodai mulut sucinya. Jadi, lebih baik dirinya diam dan menjadi pendengar yang budiman. Kata orang diam itu emas, 'kan?

"Kok, diem?"

"Emang kamu udah selesai kotbahnya?" cibir Dirga. "Perlu lanjut gak, nih?"

"Hmmm ...."

"Kamu tau sendirilah, aku ini minim pengalaman dengan urusan perempuan. Beda sama kamu yang ceweknya di tiap tikungan ada. Seenggaknya bagi tips, napa. Jangan cuma sibuk menghujat macam netizen +62."

Akhirnya keluar juga semua uneg-uneg yang sedari tadi bersarang di kepala Dirga. Huh, leganya seperti orang yang nahan kentut dikeramaian. Begitu di tempat sepi dan bisa kentut sepuasnya, rasanya plong.

"Sebenernya aku heran, ya, kenapa di antara sekian banyak cewek, pilihanmu jatuh ke dia?" tanya Bayu tak habis pikir dengan pilihan Dirga, sungguh di luar perkiraan.

"Ya, namanya juga cinta ... aku bisa apa?"

"Yakin kamu, kali ini bakal diterima sama tuh cewek? Inget, Ga, dia itu terlalu masyaallah untuk kamu yang ... astaghfirullah."

Sebuah bantal tiba-tiba melayang mengenai tubuh Bayu. Pelakunya siapa lagi kalau bukan Dirga. "Bayu sialan!"

Mengusap bagian tubuh yang baru saja terkena lemparan bantal, Bayu berbicara penuh ejekan, "Wah, pantes dia nolak kamu. Belum jadian aja udah KDRT begini. Gimana nanti ...."

Muka sedikit tengadah dengan mata menyipit membayangkan kalau hal itu benar terjadi.

Hei, bagaimana kalau hal itu benar-benar terjadi? Bayu rasa, Dirga pasti akan menjadi pihak yang teraniaya di sini. Mengingat seperti apa gadis pujaan hati Dirga.

Gadis dengan bentuk tubuh atletis, telinga dipenuhi tindik, dan jangan lupakan kemampuan bela diri gadis pecinta olah raga taekwondo tersebut. Hanya membayangkannya saja sudah membuat Bayu bergidik ngeri.

Amit-amit, semoga hal itu tidak pernah terjadi. Bisa-bisa si Dirga tinggal nama, panjang lagi urusannya.

"Sembarangan kalo ngomong, coba bilang lagi? Aku lempar, nih?" Dirga sudah bersiap melempar kembali bantal ke arah Bayu.

"Ya elah, sensi amat jadi cowok. Oke, back to topic. Jadi, kamu yakin kali ini bakal diterima?" Menatap serius wajah kusut pemuda di depannya, Bayu terdiam menunggu jawaban.

Menurunkan bantal yang semula akan dilempar. Pemuda itu mengangguk mantap dan menjawab lantang, "Yakin!"

Bayu mengerutkan kening mendengar jawaban tegas itu. "Kok bisa?"

"Bisalah, kan ada Bayu yang bantuin."
Bayu tepuk jidatnya, jawaban Dirga sungguh membuat Bayu ingin menenggelamkan temannya itu jauh ke dasar rawa-rawa.

"Kamu itu panutanku, Bay. Wajarlah kalau aku berharap banyak sama kamu," ucap Dirga dengan wajah memelas penuh harap.

Bayu mengangguk-anggukkan kepala, paham betul keresahan yang dirasakan Dirga. Dirinya yang sudah malang melintang di dunia percintaan saja masih suka galau kalau ditolak cewek.

Tapi, tenang saja. Dengan mata terpejam, tangan bersedekap, dan membulatkan tekad. Bayu sudah memikirkan berbagai cara untuk membantu temannya mendapatkan sang pujaan hati. Sebuah senyum lucnut tersungging di bibir.

Eits, bukannya sombong. Biar pun sering dibilang playboy, tapi yakinlah Bayu orang yang setia kawan. Untuk Dirga dirinya akan mengerahkan segenap kemampuan, tunggu saja tanggal mainnya.

Dreamlights_

Mengejar JayaWhere stories live. Discover now