Lima Belas

789 74 93
                                    

Masih dengan hari yang sibuk dan melelahkan, dan masih dengan perasaan malu yang sama terhadap pak Chandra, aku masih tak punya muka untuk menemuinya.

Bahkan untuk menyerahkan laporan saja, aku meminta Ana yang melakukannya.

Entahlah takut, malu, canggung semua bercampur menjadi satu. Malu benar-benar malu. Aku tidak tahu apa pak Chandra sudah melupakan hal itu atau bahkan masih mengingat hal memalukan yang sudah aku lakukan.

"Gea, udah makan belum?"

Pertanyaan yang selalu dilontarkan oleh Rama.

"Sudah, aku pesen ojol."

"Yah, niatnya kan aku mau traktir kamu."

"Ya udah, sama gue aja, gue juga laper," sahut Denis dari belakang.

Rama hanya berdecak sebal,"Gue mau traktir Gea bukan elo."

"Sama aja, lagian kan Gea udah pesen makanan mubazir dong, mending traktirannya buat gue aja, sama aja gue temen lo juga kan," ucap Denis dengan alis naik turun.

Ana yang baru saja keluar dari ruangan pak Chandra ikut menanggapi,"Waah ada traktiran nih, gue juga mau. Kita kan plen ye ga?"

"Plan-plen, kalau ada maunya plen kalau nggak, berlagak nggak kenal."

"Bodo amat," jawab Denis dan Ana barengan.

"Cie barengan," godaku.

Melihat raut wajah Ana dan Denis yang mulai memerah. Sepertinya mereka berdua malu-malu.

"Hem, hem jadi nggak nih kita makan? Jangan sampai gue jadi kambing congeknya kalian. Senyum-senyum nggak jelas," tukas Rama.

"Ikhlas nggak sih traktirnya? Belum apa-apa udah ngegas duluan," balas Ana.

"Ya sebenarnya nggak ikhlas lah, orang yang mau aku traktir Gea, kalian berdua main ngikut aja," Rama tak terima.

"Terus jadi makan nggak nih?atau adu mulut aja biar kenyang?" Denis menengahi.

"Ya udah ayok."

Aku geleng-geleng kepala melihat kelakuan mereka bertiga. Senang juga melihat masa muda mereka, yang kini sedang mereka lalui.

Denis, Ana dan Rama telah pergi, sedetik kemudian pesananku datang. Entahlah aku lebih sering memesan ojek online daripada harus keluar untuk sekedar makan.

Aku mulai memakan makananku, aku memesan nasi dan lalapan ayam bakar. Padahal bikin sendiri seharusnya lebih hemat, tapi aku tak punya banyak waktu untuk itu.

Mengingat perjalanan dari rumah menuju kantor yang ada di proyek ini lumayan jauh. Baru memakan beberapa suap, sebuah suara mengagetkanku,"Makan siang ya?"

Uhuk ... uhuk aku tersedak makananku sendiri, kaget dan malu karena lagi-lagi pak Chandra mengangetkanku. Segera aku minum dan sedikit bernapas lega.

"Maaf, kaget ya?"

Aku hanya mengangguk, kan niatnya aku nggak mau melihat langsung muka pak Chandra, aku masih malu dengan kejadian tempo hari.

Pak Chandra berlalu pergi, aku lanjut makan lagi. Sudahlah aku harus berpura-pura tidak terjadi apa-apa, dengan begitu mungkin aku tidak akan malu.

Kalau terus menghindar, pekerjaan juga nggak akan kelar. Ah, menyakitkan sekali punya tingkah sekonyol ini.

Usai makan, aku lanjutkan pekerjaanku. Denis, Ana dan Rama kembali dari makan siangnya.

Namun Ana dan Denis terus bergumam tak jelas bahkan seperti jengkel dengan ulah Rama.

Perempuan Tangguh (REVISI)Where stories live. Discover now