.45. Bentuk Cinta [SELESAI]

15.1K 468 60
                                    

Jika tak bisa mendapat bentuk cinta yang itu, cobalah cari bentuk cinta yang laiN




Dia jadi buah bibir yang akhir-akhir ini sering dibicarakan. Tentu saja, berhasil lulus dengan nilai yang memukau dan masuk sekolah unggulan di kota. Gavin Septian Aptera berhasil masuk SMA Unggulan. Bukan hal mudah karena sekolah itu masuk dalam 5 besar sekolah terbaik di Indonesia.

"Terus kak, ditanyain sama ibu-ibu itu. Kakak ngajarin Gavin gimana sampai bisa sepintar ini?"tanya Ibeth sambil mencuci piring kotor di wastafel. Sedangkan Sonya sibuk merapikan meja makan dengan banyak sekali jenis makanan. Ibeth sendiri sudah menikah. Beruntung, dia tidak mengurungkan niat itu setelah tahu Sonya gagal dalam pernikahan. Sonya juga selalu bilang, pernikahan itu tak ada yang mutlak. Ketika orang lain gagal, belum tentu kita gagal juga. Begitupun sebaliknya.

"Gak diajarin apa-apa, Beth. Malah aku ingin dia jadi biasa aja. Tapi dianya sih, terlalu rajin belajar."

"Bagus dong kak. Anak orang harus dipaksa belajar. Kalau Gavin, gak disuruh juga bakal belajar sendiri."ucap Ibeth terkekeh. Itulah uniknya dunia. Disaat Sonya tak ingin Gavin terbebani, anak itu malah berambisi untuk menaklukkan semuanya. 

Suara pintu terbuka terdengar. Gavin datang dengan rombongan keluarga besar Sonya. Gavin bukan anak laki-laki yang gengsi memeluk Sonya. Tapi dulu, dia sempat mengalami masa itu. Ketika dia baru masuk SMP. Entah atas hasutan siapa, dia jadi lebih perhatian beberapa hari belakangan ini. Dan itu terjadi sekarang. Dia memeluk Sonya erat. Padahal baru seminggu mereka tidak ketemu. 

"Ayo makan! Udah lapar nih."teriak Angga sambil memegangi perutnya yang berteriak-teriak ingin melepaskan diri. Perut besarnya selalu mengganggu pandangan mata. Kebanyakan pria yang sudah jadi bapak-bapak memang mengalami perubahan besar di bagian tubuh itu.

"Itu anakmu masih di mobil."protes Lidya kesal. Dengan berat hati, Angga kembali ke mobil untuk membawa anaknya yang kedua. Beginilah kalau suami takut istri. Buat bilang tidakpun rasanya tidak mampu.

Gavin langsung duduk disamping Sonya setelah menaruh tasnya di kamar. Angga membantunya membawa barang-barang ke asrama sekolah. Dia akan sekolah di tempat yang lumayan jauh dari desa itu.

"Ma, apa aku gak usah sekolah aja?"

"Memangnya kenapa, Vin?"

"Aku pasti kangen mama."

"Mama akan sering berkunjung. Lagian, gak mungkin kamu selamanya sama mama kan?"

"Tapi,"seru Gavin dengan suara kecilnya. "Mama pasti akan kesepian."lanjutnya dengan nada sedih.

"Ada kakek sama nenek. Terus, ada tante Ibeth. Mereka kan rumahnya dekat sini. Pokoknya kamu harus semangat biar bisa bikin mama bangga."bisik Sonya lembut. Tak lama setelahnya, semuanya datang ke meja makan. Rasa lapar itu sudah tidak bisa ditahan lagi. Terutama karena makanan ini hasil kolaborasi Ibeth dan Sonya. Dijamin rasanya tidak akan mengecewakan.

Inilah yang dinamakan keluarga. Ya, keluarga. Mereka mungkin tak sempurna. Tapi mereka tak pernah sengaja untuk tidak sempurna. Mereka mungkin pernah membuat luka, tapi itu bukan luka yang disengaja. Mereka juga punya tutur kata yang kadang menyakiti hati. Tapi selalu ada rasa bersalah yang tulus diutarakan. 

Di masa lalu, Sonya mengira bahwa dia sudah gagal membangun keluarga. Tidak!! Tanpa Andra sekalipun, Sonya sudah punya keluarga yang utuh. Bahkan dia diberikan anak laki-laki yang jadi kebanggaan. Anak laki-laki yang menganggapnya sempurna meski ia tidaklah sempurna. Sebab, sekacau apapun dunia ini, ibu tetaplah ibu.

Masih Ada Jari Yang LainWhere stories live. Discover now