03

443 50 1
                                    

Dengan kedua kaki mengayuh pedal, Dia membelah jalanan malam kota itu. Mengacuhkan orang-orang yg yang berlalu lalang, bahkan hampir menabraknya.

Ara hanya bergerak tak tentu arah, mencoba tuk menenangkan pikirannya. Untuk sekejap saja ia ingin bebas, bebas dari dunianya. Dunia ini terasa begitu dingin dan gelap baginya, seperti racun yg mengalir di tenggorokan nya, membuatnya sesak hingga terasa tak ingin hidup lagi. Meski ia belum sampai di titik itu, tapi Ara sangat yakin ia semakin mendekatinya.

Hingga beberapa saat kemudian berhenti, matanya berusaha fokus memperhatikan gadis yg tak jauh dari tempat, yg sama sekali ia tak duga akan bertemu, tapi sedikit ia harapkan juga sih.

Yessica Tamara, mungkin bukan termasuk list orang-orang yg disukainya, tapi setidaknya gadis itu bisa membuatnya terhibur, seperti biasanya.

Ara sangat tahu dan sadar diri, permasalahan cintanya pada sahabatnya sendiri tidak tertolong lagi.... tapi setidaknya, nasib Chika lebih ngenes darinya.

Chika yg tengah berjalan santai di jalur yg selurus dengan Ara, menghentikan langkahnya, karena sosok gadis di hadapannya. Di tatapnya kejar-kejar gadis itu. Di usianya yg sudah menginjak 19 tahun, tak pernah sekalipun menyangka akan bertemu gadis itu dengan keadaan seperti itu. Ara tampak bingung, linglung dan kesepian....baginya, sosok Ara itu sangat ceria, yg mudah terhibur dengan hal-hal receh, gadis itu tak pernah sekalipun menampakkan wajah seperti ini sebelumnya, at least di depannya.

Ya meskipun kalau di pikir lagi, kesenangan itu tidak bisa juga di artikan kebahagiaan sih, completly different.

"Ngapain lu di sini?" Tanya Chika penasaran pada gadis di hadapannya. Lampu jalan malam itu sangat terang dan Chika tengah membawa beberapa cemilan yg baru ia beli dari supermarket.

Ara tak menjawab, malah menarik sepedanya semakin mendekat ke arah Chika berada. Senyuman tipis terbit di wajahnya.

"Hmmmm....kita udah ketemu dua kali hari ini...takdir nih pasti" Ucap Ara, cengiran khasnya telah kembali. Biasanya itu akan membuat jengkel Chika, tapi entah kenapa saat ini berbeda. Ara juga sadar hal itu, tapi mengabaikan nya. ini hari yg langka, Chika tidak melihatnya sebagai musuh, jadi Ara akan memanfaatkan momen ini dengan baik.

"Lo manusia Aneh, Ara..." Ucap Chika, berusaha tuk pergi dari tempat itu dan meninggalkan sosok yg di klaimnya sangat ia benci. Tapi tidak berhasil tentunya karena tiba-tiba gadis itu memanggil nya.

"Woi!" teriak Ara memecah kesunyian malam itu. Dengan jaket yg terbuka, memperlihatkan kaos hitam di dalamnya, Ara melipat kedua lengan bajunya sampai siku, yg tentu akan memperlihatkan beberapa goresan, dan bekas sayatan di sana. Ada bekas perkelahiannya beberapa waktu lalu, ada juga yg masih baru. Ara memperhatikan luka itu sejenak, lalu menatap langsung pada kedua mata Chika.

Dia kira gadis itu tak akan berhenti karena teriakannya, tapi saat gadis itu tidak bergerak sama sekali, Ara memberanikan diri tuk bicara.

"Gue....hampir semua yg keluar dari mulut gue itu, bohong...." Kalimat itu terasa sudah mewakilkan perasaannya saat itu.

"Apa? Gue nggak ngerti maksud lo! Aneh lo" berpikir bahwa Ara itu memang anaknya idiot, Chika tak menggubris perkataan gadis itu, tapi kalimat berikutnya dari gadis itu membuat Chika penasaran dan agak bingung sebenarnya.


"Gue...gue beneran suka sama Mira... Bahkan mungkin gue nggak akan bisa suka sama orang lain tapi....tapi gue beneran cinta banget sama dia...Lo merasa terancam nggak dengan ini?

Suara Ara begitu jelas, dan terasa menyedihkan saat menyuarakannya. Chika bisa merasakannya....tapi...


"Gue...gue nggak peduli, Lo mau suka kek, Gue juga nggak peduli sama Lo, so, jangan sok care sama gue. Bahkan jangan pernah lo tanya lagi pertanyaan seperti itu ke gue..."

Bohong, Chika bohong, tentu perkataan Ara sangat menggangu nya. Bahkan kalau boleh jujur, Chika merasa insecure, saat ia tahu perasaan gadis itu kepada Mira. Peluang untuk dia kalah sangatlah besar. Tapi tentu saja ia tidak akan mengatakan itu.

Chika kembali memperhatikan gadis itu. Melihat senyuman kembali terbit di wajah Ara, ia tahu Ara yg ia kenal sudah kembali, secepat itu.

"Oh? Nggak perduli...?" Tersenyum jahil, Ara menyondongkan badanyya kedepan, mengikuti jarak keduanya, jarak wajahnya dengan Chika bahkan lebih dekat ketimbang dengan saat di tolong Mira tadi. "Apakah itu berarti Lo takut? Dan gue mesti merasa terancam karena ada lo juga?!"

"Ih apaan dah! Beneran aneh loh, Jauh-jauh sana!" Chika segera melangkah mundur, risih dengan cengiran Ara. "Sana pulang lo, ngapain kek. Se enggaknya jangan gangu gue!"

Tentu tidak di dengarkan Ara. Bahkan lebih parahnya, gadis itu malah mengikuti sampai ke rumahnya, dengan alasan tuk mengganggu nya. Ara mungkin berkata jujur, karena sepanjang perjalanan gadis itu tak berhenti membuatnya jengkel, tapi Ara berhasil menjalankan misinya malam itu sejak berita dari Mira


Dia akan memastikan Chika baik-baik saja...


Karena tidak seperti dirinya yg selalu di nomor duakan, Chika terlalu baik tuk merasakan sakit sepertinya....meski ia yakin cepat atau lambat gadis itu juga pasti akan merasakannya juga.




DIAWhere stories live. Discover now