Empat

81 14 6
                                    


Jieun mengayunkan langkahnya masuk ke dalam lift yang mengantarkan ke lobi, sudah lebih dari jam 1 malam.

Haruskah tadi ia mengiyakan saja tawaran Taehyung, haruskah ia sebegini hiprokritnya. Rasanya ingin menghambur saja ke pelukan laki-laki tampan tadi. Tapi ia tak mampu mengabaikan rasa bersalahnya, wajah terluka Jungkook benar-benar menghantuinya.

“Untuk apa ? Saling melukai ? Mau sampai kapan Tae ?” Taehyung meraih tangannya sementara masih duduk di pinggiran tempat tidurnya.

“Aku hanya sedang ingin ditemani J.”

“Kau bisa menelfon kekasihmu, jangan persulit aku Tae. Aku benar-benar mau memperbaiki semuanya, demi kamu demi Kookiemu.”

“Tak bisakah kita melakukannya ?”

Wajah Jieun memerah, ia menebak ‘melakukannya’ adalah hal yang pernah ia dan Jungkook lakukan dulu. Tapi ia tak berani memastikannya.

“Jangan tersinggung J, aku hanya penasaran. Maafkan aku.” Jieun hanya mendengus melihat Taehyung menduduk sedih, ini semua karena Jungkook. Semua yang Taehyung lakukan, untuk laki-laki itu. Bukan karena ingin menyentuhnya.

“Kau tau apa yang paling menyedihkan, aku melakukan itu karenamu dan kau ingin melakukan itu karena dia. Kita dan lingkaran brengsek ini, harusnya bisa segera berhenti.”

Jieun menyandarkan kepalanya di dinding mewah lift yang membawanya ke lobi. Rasanya melelahkan, belum lagi urusan rumah dan ibunya. Ia sungguh ingin menabrakan kepalanya ke kereta, sungguh lelah dan kalah. Energinya seperti menguap sama seperti semangatnya, sedang bayangan wajah ibunya, Taehyung dan Jungkook seperti berputar menghalau rasa lelahnya. Ini setidaknya harus selesai.

Sampai di depan lobi apartemen sebuah mobil besar asing berhenti di depannya, jendelanya terbuka setengah dan nampaklah laki-laki tampan berkontur tulang tegas.

Jungkook.

Ia sungguh tak mau masuk ke dalam mobil itu tapi ia tahu satu keributan kecil saja akan jadi skandal yang besar untuk laki-laki ini. Jieun lalu memutuskan memasuki mobil besar itu tanpa keributan.

“Kau seharusnya berada di atas sana, kekasihmu benar-benar sedang membutuhkanmu.”

“Bukannya tadi sudah memelukmu. Apa kau juga memberikan servis tambahan lainnya ?” Jieun mendengus, rasanya sudah tak punya tenaga untuk marah.

“Bahkan menamparmupun tak akan menyelesaikan masalah, silahkan berpikir semaumu. “ Ia melirik laki-laki tampan cenderung cantik di sampingnya, rahangnya mengeras menandakan ia menahan amarahnya.

Mobil besar yang mereka tumpangi perlahan menepi di satu tempat yang sedikit tersembunyi, Jieun sekali lagi terlalu lelah dengan kejadian seharian ini. Ia bahkan tak ingin bertanya pada Jungkook kenapa mereka harus berhenti di tempat ini.

“Sialan! Aku cemburu J!” Laki-laki itu memukul stirnya lalu menyembunyikan kepalanya di antara tangannya. Sementara tangannya masih mengepal kencang.

“Padaku atau kekasihmu ?”

“Entah, menyebalkan bukan. Aku melihat kalian berpelukan lalu kesal sendiri, cemburu minta ampun tapi tak tau pada siapa.”
“Jangan padaku Joen, aku bahkan tak akan marah kau panggil jalang. Aku bahkan merasa serendah itu, kalau kau mau tau.”

Alis Jungkook menukik tajam hampir bertautan, matanya membulat antara terkejut dan marah mendengar kalimat Jieun yang bahkan tak pernah terbayangkan dapat di dengarnya.

“Kenapa ? Kau sampai harus merendahkan dirimu hanya karena tidur denganku, bahkan bila aku yang pertama buatmu ? Serendah itu kau menganggap dirimu, serendah itu pula aku di matamu. Bukan begitu ?”

Hey, i miss you tooWo Geschichten leben. Entdecke jetzt