S E P U L U H : "Pingsan"

1.8K 154 4
                                    

***

Seminggu kemudian..

"Istirahat di tempattttttttttttttttttttt grak!"

Orang-orang yang berbaris rapi di tengah-tengah lapangan itu serentak bergerak seusai pemimpin Upacara berteriak memberikan perintah. Semua anak nyaris memposisikan diri sesuai yang diperintahkan. Mengunci kedua tangan mereka ke belakang tubuh masing-masing.

Tak berselang lama, Suara kepala sekolah lalu terdengar dari pengeras suara. Pria paruh baya yang berdiri di tengah lapangan itu kini mulai berbicara. Menyampaikan amanat yang diharapkan akan dapat di dengar oleh seluruh siswa. Meski pada kenyataannya para siswa sibuk dengan diskusi mereka sendiri. Hanya beberapa yang dalam diam menyimak apa yang disampaikan oleh orang yang bertugas sebagai inspektur upacara itu hari ini.

Dewa, Yoga, dan Reza yang berdiri dibarisan paling depan, sepertinya tidak termasuk ke dalam golongan mereka yang mendengarkan dan menyimak pidato kepala sekolah mereka. Dua dari mereka, sebut saja Yoga dan Reza malah sibuk menikmati keindahan yang tersaji tak jauh dari pandangannya. Tentu saja keindahan itu berbentuk manusia cantik bernama Thalia.

Thalia yang didaulat menjadi protokol upacara berdiri dibarisan depan bernaungkan atap sehingga tidak kepasan seperti yang lain. Para petugas upacara berdiri berhadapan dengan barisan siswa lainnya. Posisi itu tak ayal membuat Yoga dan Reza bisa memandangi Thalia sepuas mereka. Meski itu juga dari jarak yang cukup jauh. Tapi tak apa. Bagi kaum pengagum seperti mereka, memandang yang dicinta sudahlah cukup untuk membuat hati bahagia.

Jika Reza dan Yoga sedang terkesima oleh apa yang sedang mereka saksikan, lain hal nya dengan Dewa. Pemuda itu tak perduli secantik apapun Thalia di depan sana. Ataupun perkataan kepala sekolahnya. Dewa tidak punya waktu melakukan itu semua sejak sakit di kepalanya benar-benar mengganggunya. Dia tidak mengerti apa alasannya kepalanya sakit sejak bangun tidur tadi. Awalnya Dewa tidak terlalu menghiraukan. Berpikir bahwa sakit itu akan sirna dengan sendirinya. Tapi ternyata dia salah, sebab yang terjadi malah sebaliknya. Kini sakit kepalanya makin parah.

Beberapa kali Dewa memijit-mijit kepalanya. Berharap rasa sakit yang dideritanya akan sedikit berkurang. Tapi dia kemudian sadar, bahwa itu pun tak berguna. Dewa lalu melirik Yoga yang berdiri tepat di sampingnya. Dengan bibir kering kerontangnya yang pucat, Dewa bergumam pelan. Mencoba memanggil nama Yoga dengan suara nya yang terdengar serak. Dia ingin meminta bantuan, karena sepertinya dia nyaris pingsan.

"Ga-" bisik Dewa. Tapi sepertinya Yoga tidak mendengarnya. Karena itu tangan Dewa kemudian terulur demi menyentuh bahu sahabatnya itu. sambil turut kembali memanggil Yoga. "Ga-"

"Ha? Apaan Wa?" tanya Yoga seraya menoleh kepada sahabatnya. Tapi begitu berbalik yang dia dapati adalah Dewa yang wajah nya sudah sepucat mayat. Membuat Yoga terkejut dan segera menyambar lengan Dewa demi memeganginya yang mulai limbung. "Wa- wa- astaga- lo gak pa pa?" tanyanya dengan suara gusar.

Pergerakan dan suara Yoga turut terdengar juga oleh telinga Reza. Lelaki hitam manis itu lalu menoleh ke arah Dewa dan menjadi sama terkejutnya seperti Yoga. Dia tidak pernah menyangka akan melihat Dewa yang sepucat itu, sebab tadi pagi anak itu masih baik-baik saja.

"Ssstt- jangan berisik. Gue gak pa pa. Cuma pusing aja. Lo bisa anter gue ke UKS? gue udah gak kuat."

"Kenapa lo baru bilang sih? Aishhh- ya udah ayok!" gerutu Yoga setengah kesal setengah tak tega pada sahabatnya itu. Dia lalu menarik tangan Dewa demi membawanya ke belakang barisan dan melarikannya ke UKS. Tapi belum juga ada melangkah, tiba-tiba dirasakannya tubuh Dewa terhuyung jatuh menubruk punggungnya. Dan setelah itu pekikan Reza yang menyebut nama Dewa terdengar keras diudara.

"DEWA ASTAGAAAA!"

Suasana upacara yang khidmat menjadi chaos seketika. Yoga yang berbalik pun dengan sigap menangkap tubuh Dewa yang sudah lemas tak sadarkan diri, dan ikut merosot bersamanya. Dia sangat terkejut melihat manusia dipangkuannya sudah tak sadarkan diri padahal baru beberapa detik yang lalu meminta dibawa ke UKS. Namun seolah belum cukup, Yoga semakin dibuat ketar ketir tatkala melihat darah mulai mengalir keluar dari hidung Dewa.

DEWAJUNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang