BAB 6

45 4 1
                                    

"Lho, Ki, kamu sudah pulang? Aku tidak lihat ada mobil kamu di garasi." Syahirah bertanya pada Azki yang sedang menonton televisi di ruang tengah. "Kamu sudah makan siang? Kalau belum, biar aku masakan dulu," kata Syahirah sambil meletakkan tasnya di atas meja yang ada di depan Azki dan bergegas menuju dapur.

Syahirah membuka kulkas. Tidak ada apa-apa di dalam kulkas. Hanya ada sedikit sisa sosis saja di freezer. Syahirah pun berniat membuatkan nasi goreng sederhana untuk Azki. Kebetulan, tadi pagi ia sudah masak nasi, jadi tidak perlu memasaknya dan menunggu lama.

Azki masuk ke dapur dan tiba-tiba memeluk Syahirah dari belakang. Syahirah terkejut mendapat perlakuan seperti itu dari Azki. Sebelum Syahirah meminta untuk dilepaskan. Azki terlebih dulu berbicara, "Sebentar saja, Sya". Syahirah pun menurut dan melanjutkan niatnya yang ingin membuat nasi goreng. Ia mengambil bawang merah, bawang putih, dan cabai. Lalu, Syahirah mengupas kedua bawang itu masih dengan posisi Azki yang memeluknya dari belakang.

Azki menaruh dagunya di pundak istrinya. "Kamu masak apa?" tanyanya. Syahirah tidak menjawab. Ia sibuk menetralkan detak jantungnya yang sedang berdetak sangat kencang. "Sya?" panggil Azki.

"Ah, ya? A-aku mau masakin kamu nasi goreng," jawab Syahirah sedikit tergagap.

Masih posisi memeluk Syahirah dari belakang, Azki mengulurkan tangannya ke arah tangan Syahirah yang sedang memegang gagang pisau. Azki mengambil alih pisau tersebut dan menaruhnya di atas talenan. "Kita makan siang di luar, yuk? Sejak kita menikah, kita tidak pernah makan di luar kan?" kata Azki.

"Ki," panggil Syahirah. Ia tidak menghiraukan ajakan Azki.

"Iya?"

Syahirah menyatukan jari tangannya. "Fahmi ...," Syahirah menggantungkan kalimatnya. Azki sedikit menjauh dari Syahirah dan menatapnya, menunggu Syahirah melanjutkan perkataannya. "Fahmi menjadi direktur di sekolah lagi. Selain itu, malam ini dia ngajak kita untuk makan malam di rumahnya. Om Anhar, ayahnya, kepingin ketemu kita berdua," jelas Syahirah.

"Ingin ketemu kita berdua atau hanya ingin ketemu kamu?" Tiba-tiba suasana hati Azki memburuk, tidak baik-baik saja.

"Kita berdua, Ki. Aku sama kamu. Kamu malam ini tidak sibuk, kan? Tidak ada pekerjaan lagi kan, di rumah sakit?" tanya Syahirah.

"Aku hanya punya waktu senggang di jam makan siang, Sya," kata Azki, lalu ia melihat ke jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Aku tidak punya banyak waktu, sudah hampir habis. Kalau kamu mau pergi, pergi saja. Nanti aku jemput kamu kalau kamu mau pulang," lanjutnya.

"Kamu mau ke rumah sakit? Tapi, kamu belum makan siang. Aku juga belum selesai membuatkan nasi goreng untuk kamu," kata Syahirah.

"Tidak perlu, Sya. Aku bisa makan di rumah sakit saat ada waktu senggang. Aku pergi dulu," kata Azki terburu-buru. "Assalamu'alaikum." Azki memberi salam.

"Tapi, Ki ... Wa'alaikumussalam. Hati-hati, Ki!" Syahirah menghela napas panjang. Ia merasa sedikit bersalah pada Azki.

***

"Azki tidak bisa ikut, Sya? Sesibuk itukah dia sampai tidak bisa meluangkan waktunya untuk istrinya?" kata Fahmi yang fokusnya ke jalan yang ada di depannya. Syahirah tidak menjawab. Jujur, Syahirah tidak suka dengan obrolan yang menyinggung kesibukan Azki ataupun kehidupan pribadinya. Ya, walaupun kadang obrolan itu ada benarnya, tetapi Syahirah tidak suka membicarakannya. Cukup dirinya saja yang merasakan, orang lain tidak perlu tahu atau membicarakannya. "Maaf, Sya. Saya tidak bermaksud menjelek-jelekan Azki. Hanya saja, saya heran," kata Fahmi sambil melirik Syahirah yang diam.

"Fahmi," panggil Syahirah.

Mendengar namanya di panggil, Fahmi diam-diam tersenyum. Di dalam hati, ia merasa senang karena Syahirah tidak marah padanya. "Ya?"

Syahirah 4: Endless Love ✔️Where stories live. Discover now