13

660 93 33
                                    

Permasalahan dari tiap-tiap klien yang nyaris membuat Fukuzawa gila telah selesai ia tunaikan. Buru-buru ia bergegas menuju bilik kamarnya, mengistirahatkan tubuh penatnya di kasur yang empuk.

Sekejap mata Fukuzawa melebar mendapati seorang wanita telah menantinya di kamar, dengan balutan lingerie sewarna putih yang samar-samar transparan. Kelereng biru metalik-nya terpana, kelopak matanya tidak dapat dibuat memejam, sampai berkutik pun sulit.

"Yukichi, pasti kau lelah, kan? Aku sudah menunggu mu dari tadi." Wanita muda yang terduduk di tepi ranjang bagaikan boneka, menghunus tatapan diri penuh sensual.

Sungguh pria itu tidak sabar untuk membelai setiap inchi tubuh yang semulus kain sutra. Walaupun ia mengira dirinya terjebak dalam kemustahilan, ia menyisir langkah demi langkah mendekati sosok sang Maharani.

"Bawa aku dalam dekapan mu." [Name] merentangkan tangannya sebagai pertanda lampu hijau. Tanpa pikir panjang, Fukuzawa segera menindihnya di atas ranjang panas. Tangan kekar nan besarnya sigap menyambar perut ramping itu. Meraba dari perut bawah merangkak naik menuju dada, menimbulkan lenguhan yang lolos dari bibir wanitanya.

"Dengan senang hati," bisiknya secara lembut di telinga sang istri.

Itu semua hanya semata-mata fantasi liar Fukuzawa saja, sebab terdapat iklan piyama sexy yang tertera di koran yang dia baca. Pria itu mendengus kasar, berpikir bahwa kapan dirinya dapat menyentuh tubuh sang istri. Pasalnya, sudah dua bulan lebih pernikahannya berjalan, tak sekalipun ia dan [Name] bersanggama. Jika saja mulutnya luwes untuk mengucapkan kata 'cinta' dan juga jika istrinya melirik ke arahnya.

Dia tidak akan membuat pemaksaan pada [Name]. Tidak masalah jika wanita itu tidak memiliki perasaan yang sama dengannya, toh juga masih istrinya. Namun tetap saja, hasrat untuk bercumbu terkadang meletup hebat sampai mengiritasi pikirannya.

Kemudian Fukuzawa membuka ponsel lipatnya, memandangi gambar sang istri yang ia tangkap diam-diam kala berkencan waktu itu. "Rasanya aku ingin cepat-cepat pulang," keluhnya yang tidak berkesudahan.

°°°

Kantor staff Agensi ricuh persoalan berita hangat dan pedas yang dibawa oleh manusia harimau bernama Atsushi.

“Kau yang benar, Atsushi-kun?” Tanizaki menghubungkan sepasang alisnya meminta keseriusan.

“Aku melihat dengan kedua mataku sendiri kalau Shachou bersama dengan seorang perempuan.” Pemuda pemilik surai abu-abu itu semakin memperkuat argumennya.

“Jadi, yang kau bilang soal melihat diskon waktu itu …”

Cergas ia mengimbuh kalimat Yosano yang menggantung. “Iya, aku sebenarnya sedang melihat Shachou jalan berdua bersama perempuan. Apakah itu kekasih atau istrinya?”

“Jaga ucapanmu, Atsushi! Mana mungkin seseorang seperti Shachou jalan hanya berdua dengan seorang perempuan tanpa memiliki ikatan apapun.” Bulu kuduk Atsushi tegap berdiri menerima semprotan sergah dari Kunikida. Bagaimana tidak, selain sebagai pemimpin Agensi Detektif Bersenjata, pria 40 tahunan itu juga merupakan seorang guru yang mengajarinya berbagai macam penguasaan ilmu seni bela diri. Pembawaannya yang tenang dan tidak neko-neko, hal yang muskil membuat pria itu terjerumus ke dalam perbuatan yang sembrono.

“Kalau kekasih, kedengarannya mustahil,” sahut Naomi yang tengah asyik mengalungkan tangannya pada leher sang kakak—katanya. “Shachou itu sepertinya tipikal orang yang memilih jalan pernikahan daripada sibuk mengencani wanita. Tapi melihat beliau melajang sekian lama dan tiba-tiba memiliki istri, ya … agak aneh saja menurutku.”

“Sudah-sudah.” Itu suara yang menjadi penengah dari pria berambut cokelat gelap yang acak-acakan. “Kalian semua juga kadang ingin Shachou untuk cepat menikah, bukan? Jadi, apa yang perlu diributkan? Kau juga, Kunikida-kun. Jangan terlalu kasar pada yang lebih muda,” ujarnya sembari berkacak pinggang dan membusungkan dada dengan tampang bijaksana.

Epiphany | Fukuzawa YukichiWhere stories live. Discover now