Dvr|28

502 71 4
                                    

Selamat membaca♡
Semoga suka~
🔸
.

Pohon-pohon rindang yang ada di halaman SMA Tri Sakti tak kunjung berhenti menggoyangkan daun dan juga rantingnya yang diterpa angin. Cuaca Hari Kamis pagi ini cukup berawan dengan semilir angin yang melengkapi, membuat siapa saja  tidak ingin beranjak dari tempatnya, demi menikmati suasana yang nyaman di pagi hari. Namun, tidak dengan para pelajar SMA Tri Sakti, sepertinya tidak ada kata malas di dalam kamus mereka, karena sejak pukul 06.45, sudah banyak siswa dan siswi yang berdatangan untuk menimba ilmu, termasuk Kanaya, Adelia, Zellyn, dan Raffa. Mereka berempat sedari tadi sudah berada di bawah pohon rindang sekolah kesayangan mereka semua, untuk saat ini.

Sejak memutuskan untuk berbaikan dengan Raffa, Kanaya dan kedua sahabatnya itu jadi sering berkumpul. Entah itu untuk mengerjakan tugas, belajar bersama, berbincang santai, sampai curhat dan juga misuh-misuh panjang, sudah sangat sering mereka lakukan untuk mencegah terjadinya keretakan dari hubungan persahabatan, seperti yang terjadi dulu.

"Ah, gue gak sabar banget besok mau camping. Pasti seru banget!" papar Adelia sambil membayangkan agenda-agenda apa saja yang akan mereka lakukan besok, saat kemah.

"Pasti seru banget, sih. Kenapa gak dari tahun kemarin aja diadain acara ginian, emang OSIS kali ini semakin di depan banget," timpal Kanaya sambil membanggakan program kerja OSIS tahun ini.

"Iyalah bagus, orang Ketosnya aja gebetan lo," canda Zellyn membuat wajah Kanaya menjadi masam seketika.

"Sialan lo, Lyn!" dengus Kanaya.

"Fa, ntar di bus duduk bareng gue aja, yak, biarin Naya sama Adel pdkt lagi," ajak Zellyn pada Raffa yang sedari tadi hanya menyimak.

"Gue, mah, mau duduk sama aja, juga oke. Asalkan gak sama orang gila," seloroh Raffa.

"Lo jangan ngadi-ngadi, Fa, mana ada orang gila ikut camping," protes Adelia.

Mendengar ucapan Adelia membuat Raffa terkekeh pelan. Pasalnya raut wajah Adelia tidak dapat dikondisikan jika sedang menentang argumen milik Raffa.

"Kali aja gitu," balas Raffa, "dah, yok, masuk kelas. Masalah kemah, ntar gue bantu sewain sleeping bag sama tenda, deh, gampil itumah," ujar Raffa.

"Oke boz!"

Devina menatap surat persetujuan orang tua yang harus ditandatangi untuk memberikan restu kepada sang anak pada saat acara kemah berlangsung. Hari ini adalah hari tetakhir penyerahan surat itu kepada pengurus OSIS sebagai panitia penyelenggara. Tapi, surat milik Devira masih belum ia berikan kepada panitia karena baik itu Reinaldo, Ivona, dan juga Azka tidak menorehkan tinta pulpen membentuk guratan tanda tangan disana.

Jujur Devina sangat ingin mengikuti kemah tersebut. Walaupun ia tahu, pasti banyak orang yang tidak mau terlibat disatu kelompok dengannya. Yang terpenting bagi Devina saat ini adalah ia bisa sedikit melupakan beban pikirannya. Tapi, siapa yang akan menandatangani surat itu? Ah sudahlah, Devina memutuskan untuk mengukir asal tanda tangan itu sendiri dan mengatasnamakan pamannya. Lagi pula, jika dipikir-pikir Reinaldo, Ivona, dan juga Azka sepertinya tidak mempedulikan dirinya dan juga kesehatan mentalnya, lagi.

Dengan tekad yang sudah bulat, Devina mengambil pulpen yang ada di dalam tasnya, kemudian langsung membentuk garis sembarang yang cukup bagus di tempat yang sudah ditentukan pada kertas tersebut.

Cuaca siang ini, sangat jauh dari perkiraan. Terik matahari mulai menerpa kulit dengan kekuatan ganda membuat siapa saja yang sedang berada di luar ruangan menyipit seketika. Semua pelajar SMA Kebangsaan sengaja dipulangkan lebih awal khusus untuk mempersiapkan diri, bagi yang mengikuti kemah. Hal itu membuat Devira bernapas lega, sebab tidak harus keluar malam untuk memeriksa keadaan kakinya di rumah sakit.

Devira [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang