BAB 3 : MAHKOTA YANG HILANG

871 256 191
                                    

“Pengantin Remaja”

BAB 3 : MAHKOTA YANG HILANG

babak belur akibat bertengkar dengan diri sendiri, lalu berusaha untuk tetap waras walau ia berdiri diambang batas jurang kesintingan, lalu bergantian semua itu dengan kelakar-kelakar menyedihkan.

=Pengantin Remaja=

Renjana terbangun dari tidurnya, namun kedua kelopak matanya masih setia terpejam rapat, didalam kepalanya ia terus merapalkan mantra yang harapnya bisa mengubah keadaan, atau paling tidak menjadikan kejadian yang ia alami kemarin hanyalah sebuah mimpi buruk belaka, Renjana berusaha merapalkan mantra tersebut, berharap ia akan terbangun dalam posisi tidur di dalam kamarnya yang selalu menjadi tempatnya untuk pulang, melepas penat dan juga melampiaskan segala rasa sakit yang ada.

Pelan-pelan Renjana membuka kedua kelopak matanya, lalu pandangannya jatuh pertama kali pada dinding ruangan yang berwarna abu-abu, disusul dengan jam dinding bulat berwarna hitam yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, lalu ada beberapa pigura foto seorang anak laki-laki yang tengah tersenyum bangga dengan sebuah gitar listrik dipelukannya, Renjana menyipitkan matanya, guna memperjelas siapa gerangan anak laki-laki itu.

Lantas Renjana terpenjarat ketika ia bisa melihat dengan jelas senyum teduh itu, kepalanya kembali dihantam rasa sakit ketika pikirannya kembali memaksa untuk mengoyak segala macam bentuk pertahanan yang Renjana bangun, lalu runtuh lah pertahanan Renjana ketika sebuah suara menginterupsi.

“Lo udah bangun rupanya” Renjana menolehkan kepalanya pelan-pelan, lalu ia mendapati Arjuna Karunasangkara tengah duduk disebuah sofa dengan bertelanjang dada, rokok yang terselip diantara jari telunjuk dan jari tengahnya, lalu bagian bawahnya yang sudah rapih dengan jeans yang semalam ia kenakan.

Kedua kelopak mata Renjana membulat, sekali lagi ia menghancurkan dirinya sendiri didalam kepalanya, masih berusaha meyakinkan diri jika semua ini adalah mimpi buruk yang masih terus berlanjut. Ya, harapnya seperti itu.

“L-lo ngapain disini?” Nafas Renjana memburu, ia kemudian merunduk dan mendapati tubuhnya hanya dibalut dengan selimut tebal. Renjana ingin berteriak sekarang, ia ingin murka kepada siapapun, namun nyatanya yang ia lakukan hanyalah meremat selimut itu lalu berusaha bangkit dari tidurnya.

“Kita perlu bicara” Arjuna mengangkat bicara, ia menatap Renjana lurus-lurus, tatapan itu sangat sulit Renjana artikan.

“Nggak perlu ada yang dibicarain lagi, gue mau pergi!” Lantas Renjana bangkit dari posisi tidurnya, ia kemudian meraih pakaian nya yang berserakan dilantai.

“Gue bakal nganter lo balik”Arjuna kembali bersuara, hal itu berhasil membuat pergerakan Renjana berhenti tiba-tiba, kemudian ia menoleh menatap Arjuna dengan tatapan yang menghunus, andai saja kedua atensi sekelam jelaga milik Renjana bisa berubah menjadi sebilah pedang maka Arjuna sudah terbelah menjadi dua bagian saat ini.

“Gue bahkan gamau liat muka lo lagi brengsek!” maki Renjana penuh penekanan pada setiap kalimatnya, seolah ucapannya barusan adalah doa yang ia harapkan bisa dijabah oleh Tuhan.

Renjana mengambil langkah menjauh, membuka salah satu pintu yang ada didalam ruangan tersebut yang bisa dengan mudah Renjana tebak adalah toilet, dan benar saja. Renjana lantas mengunci dirinya rapat-rapat disana, tubuhnya yang di lilit selimut tebal berwarna biru itu kini jatuh merosot keatas ubin yang dingin, tangisan Renjana meledak nan pilu di indra pendengar, bahkan diluar sana Arjuna dapat mendengarnya dengan begitu jelas. Teriakan frustasi Jana, tangisannya yang pilu, juga makian-makian yang cewek itu layangkan untuknya, semua itu tak luput dari indra pendengar Arjuna.

PENGANTIN REMAJADove le storie prendono vita. Scoprilo ora