𖤘 ˖ Benalu Tampan

344 37 28
                                    

"Na! Ke kantin yuk!"

"Bentar."

Irina, gadis itu membereskan kekacauan di mejanya. Memasukkan buku-buku kedalam tas. Buku berantakan di meja bukan karena ia belajar atau mencatat materi dari gurunya. Tapi ia alihkan profesi si buku-buku ini menjadi bantal untuk tidur nyenyak.

Hehe tadi pelajaran sejarah. Berasa di dongengin bikin ngantuk.

Ia pun menghampiri Nazla-yang mengajak nya ke kantin 'tuk mengisi perut yang sudah berbunyi kencang. Baru diambang pintu, tiba-tiba seseorang merangkulnya dari belakang. Tanpa rasa bersalah orang itu merangkulnya dengan kencang. Bahkan sampai hampir mencekik lehernya.

"Ih! Apa sih No?!"

Seno, si pemuda paling tampan diantara para satpam sekolah. Kenapa bukan paling tampan satu sekolah? Karena masih ada pemuda yang lebih tampan dan terkenal yang buatnya kalah. Ya lumayan lah dia lebih tampan dari Pak Iwon, Pak Icung dan Pak Umin.

Seno menatap Irina penuh arti. Ia menyengir lebar macam kuda dan menampilkan gigi putihnya. Irina sudah sangat paham apa maksud tatapan ini. Bukan salah lagi, pasti...

"Goceng dong."

Nah kan. Kebiasaan banget ini bocah.

"Apaan sih, emang bunda gak ngasih lo duit?" ucap Irina sedikit kesal.

Selalu begini setiap jam istirahat Seno datang 'tuk meminta uang padahal dia bawa bekal. Katanya ia ingin berhemat dan uang yang diberi bunda akan ditabung. Tapi jadi Irina yang kena imbasnya. Uang jajannya harus jadi korban pemorotan si pemuda yang merupakan sobatnya sejak memakai popok.

Ia suka menyebut Seno sebagai benalu. Sangat sering membuatnya rugi dan mengganggu. Ada saja kelakuannya yang buat dirinya jengkel. Selalu melihat hasil tugasnya. Giliran dirinya minta bantuan pemuda itu tak pernah mau menolongnya. Jika tak ingat Seno itu sahabatnya, sudah ia lempar pemuda ini ke sungai Citarum yang sangat harum.

Ya, tapi ini benalu yang berbeda dari biasa ditemukan. Ini benalu tampan. Hehehe.

"Cuma cukup buat beli gorengan lima. Mana kenyang."

"Halah, bohong hidung lo panjang ke dalem," Irina menepuk pipi Seno. "Udah ah sana gue laper."

Dengan kasar ia melepas rangkulan Seno lalu menarik Nazla ke kantin mengisi perut yang kelaparan. Sedikit mendecak kesal kini waktu makannya terbuang sia-sia hanya 'tuk menanggapi si benalu tampan.

Tapi, sepanjang jalan menuju kantin banyak orang menatapnya. Bahkan ada yang sampai tertawa. Mereka semua kenapa? Apa ada yang aneh pada dirinya?

"Naz, ada yang aneh dari gue gak?" tanya Irina sedikit panik dan bingung.

"Aneh apanya?"

"Ya apa aja gitu. Baju gue atau muka gue. Ada coretan pulpen gitu di muka gue atau ada iler bekas tadi gue tidur."

Nazla melihat Irina dari ujung kepala sampai ujung kaki. Namun dirasa tak ada yang aneh sama sekali. "Gak kok. Emang kenapa sih?"

"Ini orang-orang kok pada ngeliatin gue terus? Ada yang sampe ketawa-ketawa lagi. Nyebelin banget."

"Ya udah sih diemin aja. Jangan dulu ke-geeran gimana kalau mereka ngetawain orang lain, tapi lo nya baperan jadi ngiranya ke lo."

Iya juga. Tak ingin terus memikirkan dan buat pusing dirinya. Lagipula apa yang mau ditertawakan darinya. Tak ada yang lucu juga.

Baru sampai kantin dirinya menjadi dua kali lipat kesal. Di meja depan ada kumpulan gadis paling menyebalkan. Tingkahnya macam cacing kepanasan. Mereka satu angkatan dengan Irina.

ᖗ。 Aksara AsmaraOnde histórias criam vida. Descubra agora