ten: shouldn't be

244 53 7
                                    

“Namaku Taeyong.”

Ancaman yang tengah kamu ucapkan seketika berhenti di lidahmu. Kamu langsung menatapnya, demon yang ada di sebelahmu, naked and vulnerable. Ia tersenyum, dan dapat kamu rasakan bahwa senyumannya itu tulus. Hangat dan lembut, membuat hatimu sakit karena sayang. Dia yang membuatmu seperti ini.

“Taeyong?”

Ia mengangguk dan kamu dapat merasakan apa yang ia rasakan. Lega, Taeyong terlihat seperti telah terbebas namun disaat yang bersamaan pula, ia terlihat takut. Tentu itu sangat masuk akal karena baru saja ia memberitahukan namanya kepada seorang manusia. Kamu kalau berada diposisinya pun akan merasakan hal yang sama pula.

“Berarti sekarang aku bisa mengontrolmu, kan?”

“Ya,” Taeyong menelan saliva gugup, dan kamu tahu kalau saat ini ia sedang takut dan juga gugup. Karena bagaimanapun juga memberitahukan namanya ke sembarang orang dapat beresiko fatal. Dan kamu berharap Taeyong tahu kalau kamu tidak akan pernah ingin menyakitinya.

“Kalau begitu, berhenti menggelitiki aku.”

Senyum yang tadinya hilang dari wajah tampannya, perlahan kembali, dan senyumannya yang sekarang terlihat lebih lebar dari yang sebelumnya. Kedua matanya mengernyit lucu membentuk bulan sabit, membuatmu ikut tersenyum kearahnya.

“Ucapanmu adalah perintah,”

Senyumnya kembali sirna, Taeyong terlihat seperti seseorang yang ingin mengatakan sesuatu namun terlalu ragu dan takut untuk memulainya.

“Ada apa?” Tanyamu pada akhirnya.

“Hati-hati dengan namaku, kumohon.”

Kamu tersenyum tipis sembari berbaring di atasnya lagi. Skin-to-skin. Gumaman manis darimu memecah kesunyian.

“Tentu saja.”

Taeyong kemudian mengusap puncak kepalamu dan menyelimuti tubuh kalian berdua. Waktu berjalan begitu cepat, sekarang sudah memasuki pukul 2 pagi. Namun Taeyong belum juga tidur sepertimu. Sampai pagi kembali menyingsing, Taeyong masih terbangun dan setia memeluk tubuhmu yang perlahan bangun dari tidur. Pertama kali saat kamu bangun, ia memberitahumu bahwa tidak semua demon tidur seperti manusia. Dan kamu hanya mengangguk menanggapi ucapannya, kamu terlalu lelah dan malas untuk membuka suara saat ini.

Kamu hanya ingin disini, bersamanya. Menikmati waktu yang terus berjalan. Momen ini sangat sempurna bagimu, begitu tenang seakan tak ada beban masalah apapun yang sedang kamu pikul. Rasanya semua masalah yang sedang kamu hadapi terasa ringan saat bersamanya.

“Apa kamu tidak akan bangun?” Tanyanya sambil menundukkan kepala untuk menatap wajahmu dengan lebih jelas. Tangannya sibuk menyisir helaian rambutmu yang terurai di punggung dan sebagian wajahmu.

“Mhmm, rasanya aku malas bergerak.”

Kekehan kecil keluar dari bibirnya kala kamu mengatakan hal itu. Jujur Taeyong juga tak ingin momen ini berakhir dengan begitu cepat. Tetapi ia masih ada hal yang harus dilakukan.

“Bagaimana dengan Loui?”

“Astaga!”

Kalau bukan Taeyong yang mengingatkanmu, mungkin sampai siang bolong nanti Loui masih tidur di kamarnya. Kamu pun bergegas bangkit dan meraih kaos oversized mu lagi dan memakainya. Begitu pula sang demon yang kembali berpakaian dan kamu dikejutkan saat melihat luka cakaran dipunggungnya.

“Kenapa terlihat kaget begitu?” Taeyong kebingungan saat mendapati dirimu sedang memandanginya dengan tatapan kaget.

“P-punggungmu–”

DEMON (TAEYONG) [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang