the end of the deal (ver. 1)

216 54 10
                                    

Kamu merasa... Aneh. Kamu merasa seperti kapas yang ringan, seperti dirimu tidak bisa merasakan tubuhmu sendiri pada waktu yang bersamaan. Kamu tak suka ini, ini menyakitkan. Ada rasa sakit yang mencapai setiap saraf kecil di tubuhmu, tetapi kamu yakin rasa sakit itu berasal dari pikiranmu. Sangat aneh.

Kamu mencoba membuka kedua matamu, dan pada awalnya, kelopak matamu tidak mau untuk diajak bekerja sama, tetapi beberapa detik setelahnya, kedua matamu akhirnya terbuka, tetapi yang kamu lihat hanya kegelapan.

Apa aku benar-benar mati?

Dimana aku?

Surga? Tak mungkin.

Neraka? Apalagi.

Saat pikiranmu mulai mengisi tubuhmu lagi, kamu mulai merasakannya. Kamu sedang berbaring di atas sesuatu, sesuatu yang hangat dan sedikit bergerak. Bahkan, kamu menekan pipimu pada sesuatu itu.

Apa ini... kulit? Ya, ini kulit.

Erangan keluar dari bibirmu saat kamu mengangkat kepala. Hampir saja kamu menyenggolkan kepalamu ke sesuatu—namun sesuatu yang hitam itu dengan cepat menjauh—dan kamu yang menyadari apa itu—lantas menatap kearah sesuatu berbulu berwarna hitam itu.

Sayap?

Kamu bingung. Tepat saat kamu memiringkan kepala dan melihat wajahnya, kamu menyadari bahwa kamu sedang berbaring diatas tubuh demon.

Taeyong.

Dia sedang berbaring di atas tempat tidur, yang lebih mengejutkanmu adalah ini tempat tidurmu—kamarmu. Dan kamu sedang berbaring diatasnya. 

Apa dia masih marah padaku?

Tetapi dia tidak menakut-nakutiku lagi, ah lagipula, aku kan sudah mati, apa yang bisa dia lakukan?

Mata coklat gelapnya mengamatimu dengan cermat, tetapi kamu tidak bisa membaca emosinya. Ia mungkin kecewa karena kamu berhasil bersembunyi darinya. Tapi mau bagaimana lagi, kamu tidak bisa menahannya, kamu ketakutan, kamu takut padanya dan pada akhirnya, serangan jantung yang menyakitkan menyerang mu di toilet.

Kini yang tersisa hanyalah rasa bersalah. Menjalani seluruh hidupmu sebagai kakak yang baik, merawat semua orang di sekitarmu dengan kemampuan terbaikmu, dan selama seminggu terakhir sisa umurmu, dengan teganya kamu menukar hidup seseorang dengan uang. Tentu, sekarang ini yang kamu hadapi adalah sebuah hukuman.

“Apa aku di... neraka?”

Taeyong memiringkan kepalanya, dan itu mengingatkanmu pada saat pertama kali kamu memanggilnya—ketika kamu memberitahunya kamu hendak menukar nyawa adikmu dengan milikmu.

“Karena aku disini?”

Kamu menganggukkan kepala menanggapi pertanyaannya, dan setelah itu ia tersenyum. Ini adalah senyuman baru yang kamu lihat darinya. Seperti senyum sedih melas. Tapi ini kenyataan, kamu dengannya, menatap kedua manik matanya dan menghadapi apa yang telah kamu lakukan padanya. Ini sungguh neraka pribadimu.

“Aku minta maaf,”

Mulutmu terbuka. Tiga kata tersebut keluar bukan dari bibirmu, bukan, itu keluar dari bibirnya. Dan kamu sangat kaget melihatnya meminta maaf padamu. Padahal selama ini kamu yang sudah menyakitinya.

“Seharusnya aku yang mengatakan itu,” Kamu menatapnya. “Aku minta maaf,” lanjutmu.

“Karena menukarku dengan uang?” Kamu mengangguk pelan, ia kembali tersenyum, kali ini sambil mengusap puncak kepalamu. “Tak apa.”

Kamu hanya bisa menatapnya dan mencoba untuk membentuk kata dan kalimat untuk menyampaikan keterkejutan dan kebingunganmu.

“Tapi– bagaimana bisa? Kamu sangat marah saat itu, dan kamu melakukan hal yang benar dengan marah padaku. Aku adalah orang terburuk yang pernah hidup, telah melakukan hal itu kepadamu...”

DEMON (TAEYONG) [END]Where stories live. Discover now