6. Teman

5.7K 53 4
                                    

Hai apa kabar kalian? Lama gak berjumpa ya. Wkwkw

Tandai kalo ada typo ya soalnya gak sempet di revisi.

***

"Ihh, kesel banget gua sama cabe-cabean itu, hihhh," geram Luna sambil berjalan menyusuri kolidor yang sudah sepi, karena bel pulang sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu.

Luna menghentikan langkahnya ketika sampai di parkiran sekolah, ia memperhatikan keadaan sekitar yang sudah sangat sepi, di tempat parkir pun hanya tersisa beberapa motor saja.

Dengan lesu, Luna berjalan kearah halte yang tidak jauh dari gerbang sekolah. Pandangannya terus tertuju pada sekitar, berharap ada seseorang jadi ia tidak merasa sendiri. Jujur, ia memiliki trauma jika hanya sendiri di tempat umum.

Menghela nafas, Luna menatap jam di layar ponselnya. Hari sudah semakin sore, dan sepertinya hujan akan segera turun, terlihat dari langit yang mulai menggelap tapi bus yang di tunggunya belum juga datang.

Luna membelakakkan matanya saat melihat seseorang yang tidak asing baginya sedang mengawasinya dari jarak yang lumayan dekat. Dengan segera Luna melangkahkan kakinya untuk kembali menuju gerbang sekolah, berharap ada seseorang yang bisa ia mintai pertolongan.

Luna merasa kakinya sedikit berat, membuat langkahnya menjadi kaku, gerbang sekolah yang terlihat dekat terasa menjauh. Luna mencoba menenangkan dirinya dengan mengatur nafas, tapi ketakutannya tak kunjung hilang.

"AAAA LEPASIN,!" teriak Luna saat lelaki yang mengawasinya tadi berhasil meraih tangannya.

"Mau kemana lagi kamu, hah?"

"Lepasin!" Luna memberontak, mencoba melepaskan tangannya dari genggaman pria itu, namun apalah daya kekuatan pria itu bukan tandingannya.

Dengan mudahnya, pria itu menggendong Luna dan membawanya menuju mobil yang tanpa Luna sadari sejak tadi sudah berada di dekatnya.

"Lepasin!" suara berat yang sudah Luna hafal itu membuat dirinya tersenyum. Akhirnya ada yang akan menolongnya.

"Gak usah ikut campur."

"Dia cewe gue," ucap Adzka tenang seolah pria di depannya itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dirinya.

Pria itu berdecih sinis, menatap Adzka dari atas hingga bawah seolah menilai penampilannya, lalu menatap Luna yang masih ada di gendongannya.

"Dibayar berapa lu, hah?" tanya pria itu sinis.

Bukannya menjawab, Luna malah memberikan tatapan tajamnya.

"Lepasin sekarang!" perintah Adzka lagi.

Pria itu menurunkan Luna dari gendongannya, menatap Adzka dengan geram. "Lo mau dia? 200juta," ucap pria itu santai seolah apa yang di ucapkannya hanyalah hal kecil.

Adzka mengalihkan pandangannya pada Luna yang ternyata sedang menatapnya, Luna menggeleng pelan tidak setuju.

Adzka menarik nafas berat, "Oke, besok pulang sekolah lu tunggu gue di helte, sekarang biarin Luna pergi."

Pria itu menatap Luna, lalu pergi meninggalkannya.

Adzka segera menghampiri Luna yang masih diam mematung di tempatnya, "Lo gak kenapa-kenapa kan?" tanya Adzka khawatir sambil memeriksa keadaan Luna. Luna hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Gue anterin lo pulang," tanpa meminta persetujuan Luna, Adzka segera menggandeng tanga mungil Luna.

Selama perjalanan, suasana terasa hening, Adzka yang fokus pada jalanan serta Luna yang fokus dengan pikirannya sendiri, hingga tanpa Luna sadari Adzka tidak benar-benar membawanya pulang.

"Turun," perintah Adzka menyadarkan Luna dari lamunannya. Luna menatap sekeliling, merasa asing dengan tempat ini.

"Ini apartemen gue, lu bisa tinggal disini dulu. Biar gue juga bisa jagain lu," jelas Adzka seolah mengerti kebingungan Luna.

Dengan perlahan, Luna turun dari motor besar Adzka, mengikuti lelaki itu seolah ia adalah anak ayam yang takut kehilangan induknya.

Adzka membuka unit aprtemennya, mempersilahkan Luna masuk.

"Gue tinggal sendirian disini jadi maklum kalo aga berantakan, seminggu dua kali bakal ada orang yang beresin kok," jelas Adzka, sedangkan Luna hanya diam.

"Berhubung kamar disini cuman satu, jadi terpaksa kita harus tidur satu kamar dan lagi, gue gak mau tidur di sofa ataupun lantai," terang Adzka. Luna yang mendengar itu seketika menatap Adzka horror. Apa maksudnya tadi? Ia dan Adzka tidur satu kamar da...satu ranjang? Lelucon macam apa ini?

Tanpa mengatakan apapun, Luna segera membalikkan badannya dan berjalan cepat menuju pintu, namun pergerakannya kalah cepat karena salah satu tangannya sudah tertarik, "Lo tenang aja, gue gak bakal macem-macem gue gak nafsu sama lo, tapi kalo lo mau di macem-macemin sih gue kaga bisa nolak," ucap Adzka nakal sambil menaik turunkan alisnya.

"Lepas!"

"Gak akan gue lepas, gue gak akan ngebiarin lo ketemu sama orang yang tadi, gue tau lo takut sama dia, kan?"

Luna tidak menjawab, ia membenarkan apa yang di katakan Adzka, iya, dia memang takut pada lelaki tadi, sangat takut.

"Sekarang lo mandi, habis itu kita makan," perintah Adzka.

Luna memasuki kamar, ia menatap keseliling banyak poster-poster penyanyi terkenal Indonesia maupun negara lain. Luna melangkahkan kakinya menuju meja belajar Adzka, disana terdapat banyak buku kedokteran, juga psikologi, tangan kecilnya menyentuk leggo yang masih setengah jadi. Luna jadi berpikir ternyata Adzka tidak seperti dugaannya.

"Disuruh mandi malah bengong," ucap Adzka yang langsung mengalihkan perhatian Luna.

"Cepetan, gue udah pesen makanan," Luna tidak mengikuti perintah Adzka, ia malah berjalan menuju ranjang dan duduk di sana. "Makasih," ucap Luna lirih. Adzka mengikuti Luna duduk di sebelahnya.

"Gue temen lo, udah seharusnya gue nolongin lo," Luna terkesiap mendengar perkataan Adzka, sungguh ia tidak menyangka seorang Adzka Juniar orang yang di cap jelek olehnya sejak pertemuan pertama adalah orang yang baik dan juga perduli pada sesama.

Luna tersenyum, tangannya terulur membelai rambut hitam Adzka, membuat Adzka terkejut.

"Kita teman?" tanya Luna sambil tersenyum. Adzka mengangguk.

..................................................................................................................................

Jangan lupa beri komentar guys, karena komentar dari kalian sangat berarti buat aku💕

The Naughty Young Место, где живут истории. Откройте их для себя