KABUT HALIMUN

5.7K 156 6
                                    

Pukul 4.30am Alfian membangunkan semua anggota pendakian Jolotundo, mengabsen mereka, lalu dengan barisan yang sama sebelumnya melanjutkan pendakian menuju puncak Lawu yaitu Argo Dalem.

Beno mengamati Alfian si ketua pendakian, sambil tersenyum dalam hati.
Mas Alfian bersikap seperti tidak terjadi apa-apa, padahal pria itu semalam telah menumpahkan seluruh spermanya di tangan Beno.
Setahu Beno; Alfian ini memiliki seorang istri dan dua orang anak.
Namun entah mengapa mereka berdua bisa terlibat nafsu birahi yang sangat hebat semalam?

"Gimana bisa tidur ga semalam." Tanya Heri pada Beno.

Urutan barisan mereka adalah:
* Alfian memimpin di depan.
* Disusul 3 anggota Jolotundo.
* Heri di urutan ke 5
* Kemudian Sugi dan Beno di belakangnya persis.
* Dan disusul 3 anggota lainnya.

"Lumayan Her. Kamu dan Sugi ngapain hayo semalam? He .. he... Paling loco-locoan koyo biasane neng kelas? Iyo too? ( Paling coli-colian kayak biasanya di kelas? Iya kan?)
Sindir Beno.

Beno tahu benar kedua remaja badung yang duduk di barisan bangku paling belakang pojok di kelas itu sering saling kocok alat vital mereka saat bosan dengan pelajaran di kelas.

"He.. he... Enak broo, kamu juga dah ngerasain kan sama mas Alfian?"

"Eh, awas ya, tutup mulut kamu hessh!"

"Aku semalam ga bisa tidur, kayak ada suara ramai mirip pasar gitu di dekat sini, malah ada suara gamelan juga."

"Iya tuh si Heri cemen. Semalam mo pipis saja ga berani minta ditemanin." Kata Sugi.

"Trus kalian kencing dimana?" Tanya Beno.

"Ya kencing di rumput-rumput itu doank cuma 3 meter dari tempat kita tidur".

"Wah, ntar bau pesing pasti disitu."

Ketiga remaja itu tidak menganggap suara pasar dan gamelan yang di dengar Heri sebagai suatu tanda bahaya apapun.

***************************

Setelah berjalan sekitar 1 jam, tibalah rombongan itu di puncak Argo Dalem Gunung Lawu.
Beno, Heri, Sugi dan semua anggota Jolotundo tersenyum penuh kemenangan.
Mereka mengibarkan bendera kelompok dan berfoto-foto. Sambil menyambut matahari terbit.

Puncak Argo Dalem beruba sabana.
Dengan banyak ditumbuhi semak bunga edelweis putih yang menyebarkan aroma wangi.
Wangi edelweis bila sedang berdiri di tengah padang bunga itu sulit digambarkan dengan kata-kata, wanginya seperti merasuk membersihkan jiwa dari segala beban.
Tidak ada pohon besar di daerah puncak Lawu. Hanya batu cadas ditumbuhi lumut dan semak edelweis.

Puas berfoto-foto dan menikmati pemandangan alam di puncak gunung lalu rombongan bersiap kembali turun.
Alfian menyarankan untuk segera turun karena saat itu cuaca mulai berubah dengan sangat cepat, awan hitam tebal menggumpal di atas mereka dan kabut yang sangat tebal berada di bawah mereka.
Sangat berbahaya bila mereka terjebak di hujan badai di puncak gunung.

Alfian menginstruksikan semua pendaki untuk mengenakan tali penghubung.
Yaitu tali pengaman yang dikaitkan ke tubuh seluruh rombongan saat terjadi kabut tebal.
Untuk mengamankan agar tak ada seorang anggota yang terpisah.

Lalu rombongan itu mulai turun.
Beberapa menit perjalanan sekitar pukul 8am kabut mulai menebal hingga jarak pandang hanya sekitar 2 meter.
Karena kabut yang amat pekat mereka hanya bisa mengikuti jalan setapak di depan mereka saja. Untuk berhenti dan menunggu kabut hilangpun terlalu beresiko karena posisi mereka masih di lahan sabana terbuka, sedangkan di atas suara guntur makin gemuruh tanda akan adanya badai.

"Kita berjalan perlahan sampai ke posko pasar setan untuk berlindung disana ada ceruk-ceruk tebing. Tetap waspada dan nyalakan senter kalian." Kata Alfian.

Setelah terus berjalan menurun menerobos kabut lalu,

Grrrrooouuaaarrrrhhhh....

Tanah yang mereka pijak tiba-tiba longsor!
Seluruh anggota Jolotundo bergulingan ke jurang, tali penghubung mereka putus di beberapa bagian, sebagian membentur bebatuan, sebagian tersangkut di semak-semak edelweis, sisanya terus berguling menurun...

Bersambung....

TERSESAT DI GUNUNG LAWU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang