1

105 48 21
                                    

Jakarta, pukul 2 siang..

Kajeendra berjalan santai sembari menarik kopernya dengan tangan kiri, kacamata hitam membingkai mata tajamnya dengan gaya angkuh. Mengunyah permen karet dengan mata yang mencari jemputan. Hingga tatapannya tertuju pada seorang pria muda dengan jas lengkap yang berdiri sembari memegang papan bertuliskan namanya besar-besar.

KAJEENDRA.

Well, tidak mungkin orang tuanya yang akan datang menjemputnya. Memang apa yang ia harapkan?

Ia dibuang-meski tidak benar-benar bisa membuangnya, sih- Untung saja sang nenek masih mau mengurusnya dan memutuskan membawanya ke Amerika saat ia baru berusia 5 tahun. Beberapa persen saham milik keluarganya diserahkan padanya atas perintah neneknya, karena itu meski kedua orang tuanya tidak menginginkan kehadirannya mereka tak bisa melakukan apapun tentang hal itu.

Jadi, ia mendekat begitu saja.

"Nona Kajeendra?" tanya orang itu.

"Hmm," gumamnya lalu melepas genggaman pada koper miliknya untuk membiarkan orang itu yang membawa, "Dimana mobilnya?" tanyanya.

Orang itu lalu dengan sigap berjalan lebih dulu menuju mobi hitam dan membuka pintu mobil bagian belakang, membiarkan gadis itu masuk lalu menutup pintunya. Berjalan ke belakang mobil untuk meletakkan koper Kajeendra dan menutupnya lalu menuju bangku kemudi.

"Kerumah sakit tempat Kahindra dirawat," ucap Kajeendra tiba-tiba.

Si supir melihat dari dashboard mobil sejenak, "Umm, tapi Nyonya menyuruh langsung membawa anda ke Rumah, Nona."

Kajeendra berdecak dan dengan kasar menendang belakang sandaran jok si supir, "Gue bilang ketempat Kahindra, sialan!"

"A-ah! Baik nona," jawab si supir takut lalu mulai menyalakan mesin mobilnya cepat. Ini pertama kalinya ia bertemu dengan salah satu majikannya yang merupakan kembaran dengan sang nona muda. Tak menyangka ternyata sifat mereka sangat bertolak belakang. Jika Kahindra terkenal ramah dan baik, maka Kajeendra benar-benar kasar dan brutal. Jangankan sifat, penampilan merekapun berbeda.

Kahindra selalu berpenampilan manis dengan warna-warna pastel hingga membuat aura feminimnya begitu kentara. Sedangkan Kajeendra lebih urakan dan tidak tertata, gadis itu bahkan menindik banyak tindikan ditelinganya-juga jangan lupakan beberapa tatto di beberapa bagian tubuh. Salah satu tatto yang terlihat jelas yaitu di pergelangan tangannya yang melingkar seperti gelang. Membuat auranya jadi begitu dingin dan tidak tersentuh.

Mereka kembar identik tapi sangat berbeda satu sama lain.

Tak lama mobilnya berhenti di parkiran Rumah Sakit.

"Tunggu gue disini," titah Kajeendra dan diangguki oleh sang supir. Entah kenapa ia tak berani membantah anak itu padahal usianya masih remaja.

Gadis itu keluar dari mobil dan berjalan masuk kedalam rumah sakit, bertanya dimana ruang Kahindra kepada pihak resepsionis. Lalu segera menuju lantai 9 dimana khusus untuk ruang VIP saja.

Tentu saja, untuk putri kesayangan tak mungkin kedua orang tuanya memberikan yang murahan. Mereka pasti akan melakukan segalanya untuk Kahindra.

Ia mungkin menyayangi gadis itu tapi didalam lubuk hatinya Kajeendra membenci Kahindra yang mengambil semua perhatian itu sendirian. Namun kini gadis itu malah terbaring comma begini.

Kajeendra menatap sosok Kahindra yang tak sadarkan diri diatas ranjang Rumah Sakit dengan berbagai macam alat menempel ditubuhnya. Bahkan ada mesin pendeteksi detak jantung di sana dengan suaranya yang khas. Ia mendekat dan menopang tubuhnya di kaki ranjang dengan sikunya sembari terus menatap sang adik.

K for KajeendraWhere stories live. Discover now