22nd Point

8K 1.3K 30
                                    

Sebisa mungkin Zahra mencoba fokus pada slide yang ditampilkan oleh dosen di depan sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebisa mungkin Zahra mencoba fokus pada slide yang ditampilkan oleh dosen di depan sana. Pikirannya terasa penuh hanya karena hingga saat ini Andra belum menghubunginya kembali. Lelaki itu hanya membalas pesannya kemarin dengan satu kata--maaf--yang entah kenapa membuat Zahra ingin menangis saat membacanya.

Seharian ini, ia memilih menghabiskan waktu jeda pergantian kelas di ruang baca alih-alih ruang sekretariat seperti biasa. Zahra masih belum siap jika harus bertemu dengan Nata dan mendengar penjelasan tentang instastory yang ia lihat kemarin.

Kelas Bahasa Inggris selesai tepat pukul empat sore. Zahra bangkit dari duduknya, pun dengan Nadia melakukan hal yang sama. Namun, tatkala ia melangkahkan kaki keluar kelas, Zahra mendapati keberadaan Nata sedang duduk di kursi panjang yang berada tidak jauh dari kelasnya.

"Ra."

Zahra mengalihkan pandangan pada Nadia yang baru memanggilnya. Nadia seolah paham apa yang saat ini dihadapi oleh Zahra, sehingga ia memilih untuk menepuk pelan pundak Zahra.

"Gue tunggu di halte depan, ya."

Belum sempat Zahra menjawab, Nadia sudah pergi seolah memberikannya waktu untuk berbicara dengan Nata. Zahra menarik napas panjang dan berusaha mengontrol emosinya seiring dengan langkah kaki yang mendekat ke kursi tempat Nata duduk.

Zahra memutuskan duduk di samping Nata tanpa ada niatan untuk membuka suara. Keduanya sama-sama bungkam dalam waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Nata yang membuka suara terlebih dahulu.

"Gue nggak maksud buat main di belakang, Ra."

Damn. So, its true. It's about Rafandra.

Segala dugaan yang muncul di kepalanya sejak kemarin terbukti hanya dengan satu kalimat tersebut.

"Mantan gue zaman SMP yang gue bilang mirip Andra ya emang dia. Rafandra."

"Dan lo nggak pernah bilang sama gue." Nada kecewa dalam suara Zahra sama sekali tidak bisa ia tutupi.

"Lo marah sama gue, Ra?"

Zahra menggeleng cepat. Namun, setelahnya, ia kembali bertanya, "Do you still love him?"

Nata tersenyum miring. "Honestly, yes. Apalagi waktu lo cerita kalau sampai sekarang kalian belum oficially, gue berharap masih ada kesempatan buat gue balik lagi sama Rafandra."

Zahra mendongak dan menatap Nata sangsi. "Tapi selama ini dia selalu bilang cinta ke gue."

"Lo yakin? Sekarang banyak cowok yang cuma suka ngomong sayang dan cinta tapi ujung-ujungnya ninggalin."

Zahra terhenyak. Ia sama sekali tidak menyangka Nata akan merespons ucapannya seperti itu. Namun, setelahnya gadis itu berkata, "Yakin. Kita nggak pacaran karena itu kemauan gue. Bukan dianya, Nat."

"Oh, ya? Semenjak putus sama gue, Rafandra berubah. Dia suka main-main sama cewek dan setelah itu putus atau ninggalin tiba-tiba. Bahkan, dulu kita putus di saat keadaan kita baik-baik aja, tapi dia milih pergi dan putusin aku gitu aja. Gue jadi nggak bisa bayangin, gimana dia ninggalin cewek-ceweknya selama ini."

Meeting Point (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang