Dua Puluh Dua

588 91 1
                                    

Selamat membaca. :”)

James mungkin salah satu manusia ajaib yang pernah Miranda temui. Manusia ajaib pertama adalah Nayla. Alasannya tentu tidak perlu dibahas karena apabila ditulis dalam sebuah novel akan menciptakan saga epik. Untungnya “ajaib” milik James tidak se-wonderfuuuullll model Nayla. Amit-amit, batin Miranda membayangkan James versi ajaib.

Sekarang Miranda mulai bisa memfokuskan sesuatu. Semisal mengenai Morgan. Dia bisa saja mengabaikan Morgan seumur hidup, tetapi sekadar mengabaikan tidak serta-merta menghapus keberadaan masalah di antara mereka.

Morgan mengira Miranda masih menaruh hati kepadanya.

Padahal sih “ENGGAAAAK!”. Kalau sakit hati sih iyes.

Cowok yang satu itu memang tidak tahu diri perkara percaya diri yang mendekati sindrom “kepala kapak”. Menurut kamus Korea versi Nayla, sindrom kepala kapak merupakan sebutan untuk para manusia yang menganggap bahwa dunia berputar di sekitar mereka. Padahal Miranda lebih mudah memahami istilah narsis daripada sindrom kepala kapak.

Oleh karena itu, demi kedamaian bersama, Miranda akhirnya memutuskan menyelesaikan konflik di antara mereka. Harus!

Lalu, Miranda memutuskan mendatangi kediaman ayah kandungnya. Bahkan meskipun sempat merasakan hawa tidak-enak-banget-pengin-pulang-saja. Dia harus menyelesaikan segalanya, termasuk hubungan kusut antara ayah dan putri. Barangkali dia bisa berpura-pura hidup di dunia menyenangkan; tanpa masa lalu buruk, tiada amarah, dan segalanya baik-baik saja. Namun, semua orang juga tahu bahwa hidup tidak pernah baik-baik saja. Seburuk apa pun nasib maupun suasana hati Miranda, hidup akan tetap berjalan dengan sialannya.

Sekarang Miranda hanya perlu menyelesaikan pertemuan masa lalu miliknya dan menghadapi konflik.

Kediaman ayah kandung Miranda selalu mirip kastel monster bagi Miranda. Walaupun tampak luar mewah dan bergelimang kenyamanan, tetapi di sana dia tidak akan menemukan orang yang membuat dirinya merasa nyaman. Tidak seperti ketika bersama James. Dia bisa membicarakan apa pun dengan cowok itu, mulai dari setan lokal hingga hal yang di luar akal; contoh, upil dan ingus trol yang melekat di tongkat sihir milik Harry Potter.

Butler menyambut kehadiran Miranda. Dia diantar menuju ruang tamu meskipun butler menganggap kehadiran Miranda tidak perlu tampak canggung. Ayah Miranda pasti dengan sukarela menerima kehadiran Miranda.

“Nggak,” kata Miranda. “Tolong beri tahu Papa kalau aku pengin ketemuan di sini saja.”

Setelahnya butler melenggang pergi meninggalkan Miranda seorang diri. Dalam hati Miranda berharap tidak perlu bertemu mama tirinya. Dia tidak siap menghadapi pengaruh sihir buruk dari ibu tiri tukang nyinyir berpenampilan parlente. No. No. No. Mendingan Miranda berjemur di Pantai Kuta sembari menikmati belaian angin laut.

“Miranda!”

Ayah Miranda terlihat senang. Dia mendatangi Miranda dan hendak memberikan pelukan sayang, tetapi Miranda dengan sigap berkata, “Nggak.”

“Tapi, Papa beneran kangen kamu, Nak.”

Dahi Miranda berkerut mendengar ungkapan sayang terlontar dari pria itu. Padahal James telah mewanti Miranda agar segera berdamai dengan hantu masa lalu. Mulai memadamkan api amarah. Namun, tubuh Miranda tetap merasa risih setiap kali berdekatan dengan ayah kandungnya.

“Papa, mending kita duduk.”

Akhirnya mereka berdua duduk. Teh dan kue telah terhidang di meja. Sejenak Miranda mempertimbangkan meminta beberapa kue untuk diberikan kepada Nayla. Nanti, rencananya, dia akan mengatakan bahwa kue tersebut dibelinya di gerai toko pinggir jalan. Tralala, sekadar ide busuk. Tidak perlu dijamah dan direalisasikan.

“Kamu mau tinggal di sini? Bareng Papa?”

Telunjuk Miranda mengetuk-ngetuk lutut. “Pa, maafin Miranda.”

“Apa maksudmu? Kamu nggak pernah punya salah apa pun. Bagi Papa kamu akan selalu menjadi bagian terpenting dalam kehidupan Papa.”

Miranda menggeleng. “Ngerti. Tapi, bukan itu yang pengin aku bahas.”

“Lalu?”

“Pa, maaf. Selama ini sebenarnya aku masih marah banget sama Papa.”

Lawan bicara Miranda mendadak kehilangan kata-kata. Kedua matanya terfokus pada Miranda yang terlihat tenang dan tidak menunjukkan ekspresi tertentu.

“Aku merasa Papa terlalu lama menelantarkan kami,” Miranda melanjutkan. “Lalu, tiba-tiba saja Papa muncul dan berlagak akan menyelesaikan semua masalah. Papa tahu, enggak, kalau istri pertama Papa benar-benar dengan kehadiran anak tirinya?”

“Maafin Papa. Andai Papa bisa melindungi kamu.”

“Nggak perlu. Sekarang aku pengin mencoba memaafkan Papa. Aku pengin memulai hubungan baru tanpa hantu masa lalu.”

Bibir lelaki itu bergetar, kedua matanya merah, tetapi dia tetap mencoba tersenyum. “Kamu bersedia tinggal bareng Papa?”

Sekarang Miranda tersenyum. “Telanjur nayaman tinggal terpisah,” katanya.

“Papa mengerti.”

“Morgan,” kata Miranda, hati-hati. “Dia ada di mana?”

“Tokyo, minggu depan balik ke Indonesia.”

Miranda mengangguk-angguk.

Tinggal menyelesaikan masalah dengan Morgan.

Lalu, semuanya akan selesai.

Seperti saran James.

Tidak ada salahnya mencoba.

***
Selesai ditulis pada 24 Juni 2021.

With You... (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang